Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad
Salam wa rahmah
Bulan suci kembali menyapa. Ia menghentak tiba-tiba. Meski wewangiannya terasa sejak berbulan sebelumnya, persiapan itu tak juga cukup menyambutnya. Takkan pernah.
Aku hambaMu yang hina ya Rabb, terlalu banyak jelaga dosa. Aku hambaMu yang kotor Duhai Pengasih, tak terhitung umur pergi sia-sia. Aku hambaMu yang dungu aduhai Tuhanku, tak terkira kejahilanku membelenggu. Aku hambaMu yang miskin, yang keterlaluan, yang melampaui batas, yang kurang bersyukur, yang pandai mengeluh, yang cerdik mencari pembenaran, yang cepat melihat kekurangan. Aku hambaMu aduhai Penciptaku, yang tak melihat keindahan pada ciptaanMu. Yang lisannya utarakan kata tentang sesama, padahal panahnya menukik ke dalam lebih kena. Aku hambaMu Ilahi, yang tak kuat lama membaca firmanMu, tapi tak pernah berhenti menggengam gawai itu.
Bulan suci menyambut, syukurku padaMu tak terkira. Aku awali hari pertama dengan sesal teramat besarnya. Niat awalku satu, dan aku sudah gagal di situ. Mungkin ketaatanku tak bertambah, tapi aku ingin mengurangi kelemahanku. Meski sesal takkan pernah habis membayangi. Menjauhkan diri dari dosa lebih utama dari menambah ibadah kepadaNya. Demikian Guru mengajarkanku. Tekadku di bulan ini, hindari tutur kata tak bermakna. Khidmatkan anggota tubuh dan panca indra untuk segala hal yang berguna. Bagi sahabat dan handai taulan, mohon bantu hamba Tuhan yang tak pernah berputus asa dari kasihNya ini. Bagiku, ini bulan tangisan. Ini bulan penyesalan. Bantu aku dengan perkenan keikhlasan, dari hak persaudaraan yang tak sempat dan tak mampu aku tunaikan. Doaku untuk saudara, keberkahan tak terkira di bulan ini. Penuh cinta, damai senantiasa bersama para terkasih dan keluarga.
Bila saudara bermohon yang sama padaku, maaf dan keikhlasanku. Permohonanku untukmu pendek saja. Aku tidak berkata, aku sudah memaafkan. Aku tidak berkata, apa yang mesti dimaafkan. Pintaku singkat saja. Usai membaca tulisan ini, mohon kirimkan sebaris doa, Al-Fatihah dan tiga shalawat Baginda, untuk saudara hadiahkan pada kedua orangtuaku, ayah dan ibu mertuaku, istri dan anak-anakku, keluarga besarku, dan setiap orang yang telah mengalirkan nikmat Tuhan sampai kepadaku. Merekalah orang-orang yang punya hak besar atas diriku. Dan saudara di antara mereka itu. Aku yakin dengan doa saudara, bebanku diringankan. Kepala yang tertunduk malu sedikit menitikan air mata pengharapan. Tangan yang terbelenggu memberanikan diri terangkat dalam ragu. Ilahi, telah kaupersaudarakan aku dengan mereka di dunia. Dengan perkenanmu, antarkan setiap pahala kebaikan yang kami lakukan dalam kebersamaan, untuk kedua orangtua kami, keluarga terkasih dan saudara seperjalanan. Hingga kauantarkan kami pada Kampung Keabadian. Berharap sebongkah hadiah sederhana hadir di hadapan. Dan tersungkur kami di haribaan para kekasih hati yang dirindukan. Tak mungkin aku sampai ke sana, tanpa saudara-saudara yang dihadirkan.
Saudara, izinkan aku menjalani bulan suci ini dengan mengajak untuk bersama-sama dalam perkhidmatan. Aku tak ingin doaku “aku”. Aku ingin doaku “kita”. Aku tak ingin amalku satu. Aku ingin amal bersama. Sekiranya ada kebaikan, aku niatkan semua kuhadiahkan, bagi mereka yang berserikat dalam kebaikan kebersamaan. Akan aku gumamkan setiap malam, “Ya Allah, semua yang kulakukan hari ini, hadiahkan juga pahalanya bagi mereka. Bagi kedua orangtua mereka. Bagi keluarga mereka. Hadiahkan juga bagi siapa saja yang menggumam doa yang sama. Hadiahkan pada guru-guru kebaikan yang telah kau hadirkan dalam hidupku.”
Barulah setelah itu, aku memberanikan membenam diri, dalam doa dan sesal tiada henti. Izinkan kumiliki tangisanku sendiri. Izinkan kukoyak batin, dalam rindu di malam sepi. Izinkan aku: wahdi ma’a Rabbi.
Selamat menyendiri di waktu dini hari bersama Dia yang merindukanmu tiada henti. Selamat menangis di bulan suci.
@miftahrakhmat
Note: tulisan ini terbit tahun 2018, kembali diposting untuk menyegarkan pikiran dan menyiapkan diri menyambut bulan suci Ramadhan.