Tema yang dibahas: Rekonstruksi Pemikiran Marjaiyyah, yang diangkat dari sebuah disertasi Dr Muhammad Zuhdi dengan judul “Rekonstruksi Pemikiran Marja Al-Taqlid Syiah Imamiyyah dan Implementasinya di Indonesia”. Disertasi tersebut sudah lulus uji di Program Doktor Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Pemaparan awal oleh Dr Zuhdi yang menyampaikan hasil penelitiannya bahwa marjaiyyah sebagai pemikiran dalam Syiah Imamiyyah tentang kemestian Muslim Syiah untuk merujuk dalam permasalahan agama kepada ulama Mujtahid. Zuhdi meneliti ormas IJABI, ABI, ICC, dan IKMAL dalam memahami konstruksi pemikiran marjaiyyah. Dalam penelitian itu, Zuhdi menyimpulkan IJABI berbeda dalam memahami marjaiyyah sekaligus menunjukkan identitas Syiah khas Indonesia.
Ustadz Miftah sebagai narasumber kedua, yang juga dijadikan narasumber dalam disertasi Dr Zuhdi, menyampaikan perkembangan pemikiran marjaiyyah kontemporer. Ustadz Miftah bercerita tentang pertemuan dengan Dr Zuhdi dan diskusi-diskusinya terkait dengan marjaiyyah, yang kemudian menjadi disertasi Dr Zuhdi.
Paparan yang menarik dari Ustadz Miftah, bahwa Sayyid Muhammad Husein Fadhlullah memperluas fungsi kemarjaan tidak hanya dalam fikih. Bahkan telah menyarankan kepada para ulama Syiah untuk membuat marjaiyyah kolektif yang didasarkan pada bidang-bidang keilmuan yang dibutuhkan umat Islam. Seseorang yang mempunyai permasalahan terkait ekonomi merujuk pada mujtahid yang memiliki keahlian dalam bidang ekonomi. Jika terkait dengan medis maka dirujuk pada mujtahid yang memiliki keahlian dalam kedokteran. Sehingga tidak terpusat pada satu mujtahid yang dirujuk.
Kemudian Ustadz Jalal (Dr KH Jalaluddin Rakhmat) sebagai narasumber ketiga memberikan ulasan dengan mengutip pemikiran Michel Foucault dan Ayatulloh Sabestari terkait dengan hierarki keilmuan dan otoritas agama dalam Mazhab Syiah Imamiyyah. Menurutnya, persoalan marjaiyyah ini ada dalam bidang ushul fiqih dan fiqih. Namun kemudian meluas pada politik dan kehidupan manusia secara umum. Asalnya sebagai kebutuhan untuk meminta pendapat dari ulama ketika seorang Muslim memilki masalah. Dengan mengutip Imam Jafar Shadiq as dan Imam Hasan Askari as yang menyatakan seseorang agar mengikuti pendapat ulama di tempatnya sekira jauh dari para Imam. Ustadz Jalal menyebutkan bahwa dirujuk oleh umat mesti (selain memiliki ilmu agama yang mendalam) adalah yang memahami keadaan zamannya.
Seperti paparan Ustadz Miftah, Ustadz Jalal pun memberikan apresiasi terhadap Sayyid Muhammad Husein Fadhlullah sebagai marja taqlid (ulama mujtahid) yang memiliki pemikiran dan fatwa keagamaan yang kadang bertentangan dengan ulama Syiah kebanyakan. Uraian lainnya yang disampaikan tentang landasan “fatwa” IJABI berkaitan dengan hari ramadhan dan idul fitri dan wilayah faqih. Yang terakhir ini Ustadz Jalal mengutip Sayyid Muhammad Husein Fadhlullah bahwa Iran bisa menerapkan wilayah faqih karena konstitusi negara mendukung. Sedangkan negara yang tidak memiliki konstitusi seperti di Iran maka (dengan mengutip Sayyid Fahlullah) tidak diperlukan wilayah faqih.
Demikian ringkasan dari diseminasi ilmiah LPII kali ini. Sekadar diketahui bahwa sebelum acara diseminasi diadakan pelantikan pengurus IJABI pusat, pengurus wilayah Jawa Barat, dan pengurus daerah Sukabumi.
Terima kasih untuk seluruh jamaah yang berkenan hadir. Terima kasih untuk aparat kepolisian yang telah berjaga-jaga selama kegiatan berlangsung. Selamat untuk para pengurus IJABI yang terpilih. Selamat berkhidmat dan berkontribusi. [ahsa/lpii]