Tahun 2000 berdiri satu organisasi sosial keagamaan yang menamakan diri Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) yang lahir di Bandung. Organisasi ini merupakan organisasi sosial-keagamaan non-sektarian yang dibangun berdasarkan pandangan keagamaan Shi’ah Ithna ‘Ashariyyah atau populer dikenal dengan sebutan Shi’ah Imamiyyah.

Mengkaji karakteristik gerakan keagamaan ini, Peneliti Muda Bidang Agama dan Masyarakat pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekjen DPR RI (Achmad Muchaddam Fahham, 41 tahun), melakukan riset yang kemudian diangkatnya menjadi karya disertasi untuk meraih gelar Doktor bidang Ilmu Agama Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Karya Doktoral putra kelahiran Surabaya berjudul “Gerakan Keagamaan Ikatan Jema’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) di Bandung Jawa Barat” ini, dipertahankan di hadapan Promotor dan Tim Penguji, Selasa, 9 Juli 2013.
Di hadapan Tim Penguji antara lain: Dr. Ahmad Yani Anshori, MA., Drs, H. Haedar Nashir, MA., Prof. Dr. Dudung Abdurrahman, M. Hum., Dr. Moch Nur Ichwan, MA., Prof. Dr. H. Iskandar Zulkarnaen (Promotor merangkap Penguji), Edi Suharto, Ph.D. (Promotor merangkap Penguji), Promovendus antara lain memaparkan dengan menggunakan pendekatan historis-sosiologis, metode kualitatif, pihaknya berupaya mendiskripsikan data seputar IJABI.
Menurut Achmad Muchaddam, hasil risetnya berhasil mengungkap bahwa IJABI merupakan gerakan keagamaan yang memperjuangkan Islam mazhab Ahlulbait. Gerakan keagamaan ini bertujuan untuk menghimpun pecinta ahl al-bayt dari mazhab mana pun berasal. Jadi, tidak hanya umat Islam yang berasal dari mazhab Shi’ah. Gerakan keagamaannya bersifat non-partisan, non-sektarian dan inklusif. Terpusat di Bandung, Jawa Barat, dan sampai saat ini masih terus berkembang di tengah masyarakat.
Dipaparkan, untuk mencapai tujuan gerakan keagamaannya, IJABI memobilisasi lembaga-lembaga formal (seperti PW IJABI Jabar, Devisi Fatimiyah PW IJABI Jabar, Yayasan Muthahhari, Yayasan al-Mukharromah dan sebagainya), maupun lembaga-lembaga non-formal yang dianggap bisa mendukung gerakan-gerakan IJABI (seperti individu-individu yang menganut mazhab ahl al-bayt yang aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan berupa kajian-kajian dan dakwah yang mendukung IJABI).
Dalam setiap kesempatan berdakwah, gerakan IJABI berupaya membangun pemahaman masyarakat Muslim Indonesia, bahwa mazhab ahl al-bayt merupakan mazhab keislaman yang benar dan sah disamping mazhab ahl al-sunnah. Mazhab IJABI lahir dari hadis Nabi yang memerintahkan umat Islam untuk menjaga al-Qur’an dan ahl al bayt. Perbedaan mazhab ini dengan ahl al-sunnah adalah keyakinannya bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, hak kepemimpinan politik maupun agama berada di pundak keluarga Nabi (Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, Husain dan keturunannya). Pasca keturunan Nabi, kepemimpinan politik dan agama jatuh pada imam yang berjumlah 12 orang.
Untuk mencapai tujuan gerakannya, IJABI melakukan pemberdayaan mustad’afin dan pencerahan intelektual. Saat ini gerakan IJABI sudah membuahkan hasil, yakni tumbuhnya kesadaran umat Muslim akan eksistensi penganut ajaran mazhab ahl al-bayt.
Saat ini, eksistensi pengikut IJABI semakin mendapat tempat sebagai bagian dari Islam yang berhak hidup nyaman di tengah-tengah Muslim Sunni dan diantara Muslim ahl al-sunnah. Seiring eksistensinya ini, dalam menjalim hubungan sosial dengan umat Muslim, berbagai gerakan Islam di luar IJABI dan dari umat beragama lainnya, IJABI menggunakan paradigma non-politik, non-sektarian, mazhab cinta, mendahulukan akhlak dari pada fikih, dan paradigma pluralisme agama.
Dari hasil riset doktoralnya tersebut, Achmad Muchaddam beranggapan bahwa gerakan IJABI di Bandung, Jawa Barat, dapat dikategorikan sebagai gerakan keagamaan reformatif-inklusif. Gerakan keagamaan tipe seperti ini berupaya mengubah persepsi dan pandangan masyarakat tentang mazhab Syiah yang selama ini banyak disalahpahami.
Sementara gerakan inklusif terlihat pada sikap toleran IJABI terhadap mazhab Sunni yang dipandangnya sebagai mazhab yang absah, karena itu perlu didekati dan diajak dialog dan kerjasama. Insklusifitas gerakan IJABI juga terlihat pada sikap IJABI yang non-sektarian dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tanpa melihat perbedaan keyakinan. Sementara dalam melihat agama-agama lain, IJABI bersikap pluralis bahkan berupaya menjalin kerjasama untuk mengatasi permasalahan-permasalahan kemanusiaan era kini. ***
Sumber MISYKAT
Di hadapan Tim Penguji antara lain: Dr. Ahmad Yani Anshori, MA., Drs, H. Haedar Nashir, MA., Prof. Dr. Dudung Abdurrahman, M. Hum., Dr. Moch Nur Ichwan, MA., Prof. Dr. H. Iskandar Zulkarnaen (Promotor merangkap Penguji), Edi Suharto, Ph.D. (Promotor merangkap Penguji), Promovendus antara lain memaparkan dengan menggunakan pendekatan historis-sosiologis, metode kualitatif, pihaknya berupaya mendiskripsikan data seputar IJABI.
Menurut Achmad Muchaddam, hasil risetnya berhasil mengungkap bahwa IJABI merupakan gerakan keagamaan yang memperjuangkan Islam mazhab Ahlulbait. Gerakan keagamaan ini bertujuan untuk menghimpun pecinta ahl al-bayt dari mazhab mana pun berasal. Jadi, tidak hanya umat Islam yang berasal dari mazhab Shi’ah. Gerakan keagamaannya bersifat non-partisan, non-sektarian dan inklusif. Terpusat di Bandung, Jawa Barat, dan sampai saat ini masih terus berkembang di tengah masyarakat.
Dipaparkan, untuk mencapai tujuan gerakan keagamaannya, IJABI memobilisasi lembaga-lembaga formal (seperti PW IJABI Jabar, Devisi Fatimiyah PW IJABI Jabar, Yayasan Muthahhari, Yayasan al-Mukharromah dan sebagainya), maupun lembaga-lembaga non-formal yang dianggap bisa mendukung gerakan-gerakan IJABI (seperti individu-individu yang menganut mazhab ahl al-bayt yang aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan berupa kajian-kajian dan dakwah yang mendukung IJABI).
Dalam setiap kesempatan berdakwah, gerakan IJABI berupaya membangun pemahaman masyarakat Muslim Indonesia, bahwa mazhab ahl al-bayt merupakan mazhab keislaman yang benar dan sah disamping mazhab ahl al-sunnah. Mazhab IJABI lahir dari hadis Nabi yang memerintahkan umat Islam untuk menjaga al-Qur’an dan ahl al bayt. Perbedaan mazhab ini dengan ahl al-sunnah adalah keyakinannya bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, hak kepemimpinan politik maupun agama berada di pundak keluarga Nabi (Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, Husain dan keturunannya). Pasca keturunan Nabi, kepemimpinan politik dan agama jatuh pada imam yang berjumlah 12 orang.
Untuk mencapai tujuan gerakannya, IJABI melakukan pemberdayaan mustad’afin dan pencerahan intelektual. Saat ini gerakan IJABI sudah membuahkan hasil, yakni tumbuhnya kesadaran umat Muslim akan eksistensi penganut ajaran mazhab ahl al-bayt.
Saat ini, eksistensi pengikut IJABI semakin mendapat tempat sebagai bagian dari Islam yang berhak hidup nyaman di tengah-tengah Muslim Sunni dan diantara Muslim ahl al-sunnah. Seiring eksistensinya ini, dalam menjalim hubungan sosial dengan umat Muslim, berbagai gerakan Islam di luar IJABI dan dari umat beragama lainnya, IJABI menggunakan paradigma non-politik, non-sektarian, mazhab cinta, mendahulukan akhlak dari pada fikih, dan paradigma pluralisme agama.
Dari hasil riset doktoralnya tersebut, Achmad Muchaddam beranggapan bahwa gerakan IJABI di Bandung, Jawa Barat, dapat dikategorikan sebagai gerakan keagamaan reformatif-inklusif. Gerakan keagamaan tipe seperti ini berupaya mengubah persepsi dan pandangan masyarakat tentang mazhab Syiah yang selama ini banyak disalahpahami.
Sementara gerakan inklusif terlihat pada sikap toleran IJABI terhadap mazhab Sunni yang dipandangnya sebagai mazhab yang absah, karena itu perlu didekati dan diajak dialog dan kerjasama. Insklusifitas gerakan IJABI juga terlihat pada sikap IJABI yang non-sektarian dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tanpa melihat perbedaan keyakinan. Sementara dalam melihat agama-agama lain, IJABI bersikap pluralis bahkan berupaya menjalin kerjasama untuk mengatasi permasalahan-permasalahan kemanusiaan era kini. ***
Sumber MISYKAT