Saya ingat waktu naik haji kebetulan saya bersama dengan Kiyai Syahid dari Cicalengka (Jawa Barat). Dia penganut mazhab Syafii. Pada waktu di Makkah kami dikumpulkan untuk mendapatkan bimbingan haji. Beliau termasuk yang membimbing haji. Jadi, kami mengadakan pengajian tentang cara-cara menunaikan haji oleh Pak Syahid. Salah satu bimbingan yang menarik adalah bahwa ketika thawaf, kita ini harus selalu dalam berwudhu. Menurut mazhab Syafii kalau kita bersentuhan dengan perempuan, wudhu kita batal. Padahal, nanti Anda ketika thawaf akan berdesak-desakan dan sudah pasti bersentuhan.
Jadi, kata Pak Syahid, untuk sementara dalam berthawaf kita mengikuti mazhab Hanafi karena menurut mazhab Hanafi tidak batal bersentuhan dengan perempuan. Nah, karena kita mengikuti mazhab Hanafi maka wudhunya pun harus mengikuti mazhab Hanafi. Pada waktu itu Pak Syahid mengajarkan kepada kami cara berwudhu mazhab Hanafi supaya tidak batal kalau bersentuhan. Kalau memakai wudhu menurut mazhab Syafii nanti batal kalau bersentuhan. Nah, itu namanya talfiq. Dan talfiq boleh dilakukan oleh seorang mujtahid. Yang bukan mujtahid tidak boleh melakukan talfiq karena dari mana dia tahu dalil yang lebih kuat.
(Jalaluddin Rakhmat, Menjawab Soal-soal Islam Kontemporer. Bandung: Mizan, 1999. Halaman 5-6).