Al-Tanwir
Hubungi Kami  >
  • Beranda
  • Berita
  • Buletin
  • LPII
  • Menjawab
  • Pustaka
  • Kontak

Tentang Anak yang Tidak Shalat

21/10/2017

0 Comments

 
Tanya: Maaf Ustadz, mau bertanya soal hadits ini. Rasulullah saw bersabda, “Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat bila mereka telah berusia tujuh tahun, dan pukullah jika meninggalkannya pada saat mereka berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur!" (Hadis ini sahih diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim). Mengikuti tulisan Ustadz Jalal di buku Al-Mushthafa, jika ada ada 'hadits' yang mencemari kemuliaan Nabi Muhammad saw, patut diragukan keshahihannya. Apakah anjuran 'pukul' anak yang belum shalat tidak bertentangan dengan sifat-sifat utama Nabi saw yang penuh rahmah, kasih sayang, santun dan penyayang pada anak-anak?
Jawab: Pertanyaan yang berat. Pertama, dalam Islam, dianjurkan memberikan nama anak-anak kita dengan nama yang baik, bukan hanya nama yang mengandung doa, tapi juga nama yang berharap keberkahan ’musamma’.

Karena itulah, anak-anak kita diberi nama dengan nama para Nabi, nama para washi dan wali. Agar kita berlaku baik kepada mereka. Kita berlindung pada Allah Ta’ala dari menyakiti, membentak, dan memukul ia yang pada namanya tersemat nama Baginda Nabi Saw, Sayyidah Azzahra sa, dan para Imam yang suci. Itulah mengapa, bila putra kita bernama para teladan suci, panggil mereka dengan nama teladan suci itu.

Dalam daftar absen, nama Baginda Saw bahkan disingkat. Kadang ‘Muh.’saja, bahkan kadang ‘M.’ saja. Karena itu saya panggil Muhammad Bhagas, bukan Bhagas saja.

Kedua, dalam Majmu’ah Warram 358, ada riwayat berikut ini:
أدب صغار أهل بیتک بلسانک علی الصلاه و الطهور، فاذا بلغوا عشر سنین، فاضرب و لا تجاوز ثلاثا

Bimbing adab anak-anak kecil di keluargamu dengan lisanmu agar mereka shalat dan (mengenal) kesucian. Dan kalau mereka sampai berusia sepuluh tahun, maka pukullah. Tapi jangan melewati tiga kali.

Menariknya, kata ‘pukul’ tidak harus selalu berarti memukul fisik. Itu pun tidak boleh melebihi tiga kali. Tiga pukulan, atau tiga kejadian?

Dalam ayat tentang  ‘memukul’ istri, Imam Ridha as menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah ‘pukulan tak berbekas.’ Bagaimana bentuknya? Kata ‘dharaba’ juga bermakna mengabaikan. Mendiamkan dan tidak mengajaknya bicara. Dalam riwayat yang lain, bila ada hadits yang tak sesuai dengan Al-Quran, fadhribuuhu ilal jidaar.  Pukulkan ia ke tembok. Tentu maksudnya bukan memukulkan lembaran hadits itu ke tembok, tapi: tinggalkan hadits itu. Jangan pedulikan ia.

Ketiga, riwayat tentang batasan usia ‘memukul’ itu bervariasi: ada tujuh, delapan, sembilan, bahkan enambelas. Bila dikaitkan dengan riwayat lain dari Imam Ja’far Shadiq as: mengingatkan anak itu terkait dengan pemahamannya tentang agama. Artinya, mungkin penyebutan ‘angka usia’ yang berbeda itu terkait dengan berbedanya pencapaian pemahaman anak-anak dalam keberagamaan mereka. Ada yang sampai cepat, ada yang lebih lambat. Bukankah demikian pula dalam pendidikan? Tidak semua menguasai materi yang sama bersamaan? Dan ‘pukulan’ diberikan sesuai kadar ‘pemahaman’. Bila orangtua tidak punya cara lain (setelah dengan adab dan lisan tadi), ia diizinkan untuk ‘memukul’ (perhatikan tanda kutip di antaranya). Singkatnya, dari banyak riwayat, memukul itu diperkenankan untuk mencegah anak-anak kita dari penyimpangan.

Artinya, upaya keras harus dilakukam agar anak kita tidak tersesat. Dan bila memukul fisik justru menjauhkan anak-anak kita dari kebenaran, maka memukul fisik itu terlarang karena ia menjauhkan anak-anak kita dari tujuan yang sebenarnya. Kita tidak pernah tahu, bila kita memukul fisik, apakah mendekatkan anak-anak pada kebenaran atau malah menjauhkan mereka. Seorang sahabat datang pada Imam Ja’far as dan bertanya tentang ‘memukul’ itu. Imam as menjawab: “Jangan lebih dari enam kali. Dan seperti (kau pukul dia), begitu pula kau tampakkan kelembutan dan sayangmu kepadanya.” Lihat, bagaimana Imam as menunjukkan kifarat dari perbuatan orangtua pada anak-anaknya. Kalau ‘terlanjur’ memukul, raih kembali kepercayaan anak-anak itu dengan kasih sayangmu pada mereka. Ini jauh lebih sulit.

Masih dalam Majmu’ah al-Warram, ada wasiat Baginda Nabi Saw kepada Imam Ali as:
عن النبی (صلی الله علیه و اله) فیما أوصی به أمیرالمؤمنین: «لا تضربن فوق ثلاث فانک ان فعلت فهؤ قصاص یوم القیامه

Jangan kaupukul lebih dari tiga kali. Karena kau akan diqisas di hari kiamat nanti. Siapa bilang anak ‘milik’ kita? Dia dan kita semua milik Tuhan, bukan? Menyakitinya (berarti) menyakiti hamba Tuhan.

Menyakitinya, menempatkannya pada hadits al-Ma’shumin as: “Berhati-hatilah (awas dari) berbuat zalim, pada ia yang tidak punya penolong selain Allah Swt.” Pandanglah wajah anak kita saat menerima pukulan, adakah pada tatapan matanya ada ketidakberdayaan? Ketidakmampuan untuk lari pada siapa pun. Ketiadaan tempat berlindung di mana pun. Di manakah Tuhan? Bersama ia yang melayangkan tamparan  atas namaNya, atau bersama ia yang menjerit dalam batin meneriakkan namaNya.

Dalam Tafsir al-Safi, atau Majma’ al-Bayan ada riwayat dari Imam Baqir as tentang ‘memukul’ itu. 

Tentang memukul tanpa bekas itu. Imam as menjawab, “Pukul ia dengan siwak.” Dengan sikat gigi. Kecil sekali. Hanya untuk memberinya peringatan. Itu pun mesti segera dibalas dengan ungkap kasih sayang yang setimpal.

Untuk para guru, Imam Ali as bahkan memberikan ancaman. Kurang lebih seperti ini maknanya:

“Kalau kau memukul anak muridmu untuk mendidiknya (ingat: mendidik untuk menyelamatkan dari penyimpangan) jangan lebih dari tiga kali. Karena kau akan diqisas.” Bahkan, pemaknaan terhadap riwayat lain mengesankan: Imam Ali as yang akan menuntut qisasnya. Aduhai, betapa malangnya.

Terakhir, Ayatullah Araki rahimahullah, marja’ pertama yang saya ikuti, dalam Tawdhih al-Masa’il (istifta’at 571) beliau menjelaskan (setelah menguraikan posisinya dalam hukum taklifi dan wadh’i): bila memukul anak itu menyebabkan lebam, merah, atau luka, maka orangtua WAJIB membayar diyah. Dosanya tidak hanya cukup dengan bertaubat, tetapi ada denda yang harus dibayarkan. Sama seperti denda menyakiti orang. Jarang diyah dibicarakan, kecuali ada kezaliman. Diyah juga muncul sebagai pengganti kehilangan bila ada korban, karena kecelakaan atau pembunuhan. Kesimpulan saya, Islam memberi ruang untuk belajar: baik pada anak dan orangtua. Bila harus kehilangan ‘kendali’, karena jalan mengingatkan dengan lisan dan adab yang baik tak mampu kita lakukan, jalan peringatan yang menunjukkan ketegasan boleh kita lakukan. 

Dengan syarat-syarat yang sangat sulit: tak meninggalkan bekas, dengan siwak, tak lebih dari tiga kali, dan harus—setelahnya—menggantinya dengan ungkap kasih sayang. Menutup peristiwa itu dengan laku lembut dan penuh kasih. Bahkan, bila melewati batas, meninggalkan bekas...ada kifarat dan diyah yang harus ditunaikan.

Semoga kita semua senantiasa dikuatkan dan diberi kesabaran dalam membimbing anak-anak kita semua. Allahumma jammilhum wa adim jamaalahum. Allahumma zakkihim wa adim zakaahum.

Semoga cukup menjawab, mohon banyak dimaafkan.
Berkurang umur ini bila lambat dalam perkhidmatan.
Mohon doa senantiasa untuk orangtua dan anak-anak kita semua.

Terima kasih.
@miftahrakhmat
0 Comments



Leave a Reply.

    Picture


    ​Arsip

    July 2022
    January 2021
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    March 2020
    January 2020
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    March 2018
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017


    Tema

    All
    Abdullah Bin Saba
    Abu Thalib
    Agama
    Ahlulbait
    Akhirat
    Akhlak
    Allah
    Alquran
    Anak
    Asyura
    Baligh
    Dakwah
    Doa
    Fanatik
    Fathimah
    Fidyah
    Fiqih
    Gaib
    Hadis
    Haid
    Husain
    Ibadah
    Ijtihad
    Ikhlas
    Ilmu
    Imam
    Imamah
    Indonesia
    Islam
    Isra Miraj
    Istihsan
    Jihad
    Judi
    Jumat
    Kafir
    Keluarga
    Khitan
    Khumus
    Kubur
    Kuis
    Mahdi
    Maksum
    Mazhab
    Media
    Menyogok
    Mubaligh
    Mushaf
    Musyrik
    Muthahhari
    Negeri
    Neurosains
    Orangtua
    Pahala
    Pejabat
    Pekerjaan
    Pendidikan
    Penyakit
    Perpustakaan
    Perubahan
    Puasa
    Pulang
    Qadha
    Qurban
    Rahmat
    Raj'ah
    Ramadhan
    Rasulullah
    Rokok
    Safar
    Sahabat
    Sejarah
    Setan
    Shalat
    Shalawat
    Siksa
    Sujud
    Sunni
    Surga
    Syaban
    Syiah
    Takbir
    Talfiq
    Taqlid
    Tawasul
    Ushul Al-Kafi
    Wajib
    Waktu
    Wanita
    Zakat

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.