Mushaf Fathimah dalam pengertian ini tidak hanya disebutkan dalam Ushul Al-Kafi, tetapi juga disebutkan oleh Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Berikut ini redaksi hadisnya menurut riwayat Muslim.
Diriwayatkan dari Ibrahim At-Tayim dan bapaknya bahwa Ali bin Abi Thalib berkhutbah kepada kami, “Barangsiapa menganggap bahwa di sisi kami ada sesuatu yang kami baca selain Kitab Allah dan Shahifah ini—dia mengatakan bahwa ketika itu shahifah tersebut tergantung pada sarung pedangnya—berarti ia telah berdusta” (Shahih Muslim, Kitab Al-Hajj, halaman 467; Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-I’tisham, bab v).
Sekali lagi, Mushaf Fathimah menurut riwayat adalah semacam catatan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Jadi, bukan Al-Quran. Menurut riwayat yang lain, Mushaf Fathimah itu berupa tafsir Al-Quran. Sampai sekarang tidak diketahui di mana Mushaf Fathimah itu berada. Waktu itu ada mushaf yang lain selain Mushaf Fathimah, seperti Mushaf Ibnu Masud atau Mushaf Ubay bin Kaab. Tapi kedua mushaf itu adalah Kitab Suci Al-Quran. Banyak Mushaf Al-Quran pada zaman Utsman bin Affan berkuasa dibakar. Untuk standardisasi dipilihlah Mushaf Utsmani. Karena itu, ada ahli sejarah yang menyebutkan bahwa salah satu gelar Utsman adalah hariqul mashahif (pembakar mushaf).
Al-Quran (yang digunakan) orang-orang Syiah itu sama saja dengan Al-Quran yang ada pada kita. Bedanya, cetakan mereka lebih bagus. Kita ini membuat Al-Quran tidak dengan rasa hormat yang luar biasa. Kita pilih untuk mencetak firman Allah itu kertas Koran, sedangkan kalau untuk mencetak nama kita dipilih kertas yang paling bagus.
[Jalaluddin Rakhmat, Menjawab Soal-soal Islam Kontemporer. Bandung: Mizan, 1999. Halaman 262-263]