Segala puji bagi Allah yang menguji rezeki dalam fakir dan kaya. Segala puji bagi Allah yang karenaNya hidup dan mati manusia. Segala puji bagi Allah yang menebarkan tawa dan menyempatkan duka. Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan pasangan pada manusia: laki-laki dan wanita, supaya Dia menguji siapa di antara kalian yang paling takwa.
Dahulu Nabi yang Mulia pernah bersabda, untuk menikah karena dasar agama. Bukanlah agama itu karena kita menilai ia sepaham dalam ibadah dan keyakinan. Kita mungkin berasal dari rumpun yang berbeda. Belajar dalam lingkungan yang tak sama. Berbeda pendapat karenanya adalah sarana untuk mencari ilmu yang berguna. Nikahilah karena dasar agama, sabda Nabi. Maka ucapkanlah ijab dan kabul dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Mintalah pasangan untuk berjanji, bahwa ia akan membantu sesungguh hati, mendekatkan kita pada Ilahi. Jadilah kita pengingat kala dia alpa, pencegah di waktu lupa, dan penyemangat di saat duka. Ingatlah bahwa dua kalimat yang sesaat lagi akan disampaikan, amat besar nilainya di mata Tuhan.
Kalimat itu hanya dua: ijab dan kabul. Dalam ijab terdapat penyerahan, dalam kabul penerimaan. Tapi dalam serah terima itu terdapat campur tangan Tuhan. Dialah kalimat yang dengannya ikrar diucapkan. Dengan dua kalimat yang sederhana terjadilah perubahan besar: yang haram menjadi halal, yang maksiat menjadi ibadat, kekejian menjadi kesucian, dan kebebasan menjadi tanggung jawab. Maka nafsu pun berubah menjadi cinta dan kasih sayang. Begitu besarnya perubahan ini, sehingga Al-Qur’an menyebut akad nikah sebagaimitsaqan ghalizha (perjanjian yang amat berat). Hanya tiga kali kata ini disebut dalam Al-Qur’an. Pertama, ketika Allah membuat perjanjian dengan para Nabi—dengan Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Rasulullah Saw (QS. 33:7) dan mengangkat derajat mereka lebih tinggi dari nabi yang lain. Kedua, ketika Allah mengangkat bukit Thur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di hadapan Allah (QS. 4:154), dan ketiga, ketika Allah menyatakan hubungan pernikahan. Seolah-olah, bila janji suci ini ditepati, Allah akan mengangkat derajat kita di antara para manusia. Tetapi bila kita mengingkarinya, Allah akan merendahkan kita sebagaimana Dia mengubah Bani Israil menjadi kera yang dihinakan karena melanggar perjanjiannya.
Saudaraku, perjanjian yang kalian ucapkan bukan saja disaksikan sanak saudara, tetapi Allah dan para malaikatNya. Tebarkan pandangan ke sekitar kalian. Tengok siapa yang terharu menahan isakan. Dengarkan ungkap syukur yang mereka lantunkan. Ingat siapa saja yang telah membantu kalian. Camkan petuah, nasihat, dan wejangan. Simak baik perkataan dan harapan. Kepada mereka kalian berhutang budi. Sejumput nikmat yang harus disyukuri. Untaian terima kasih yang tak pernah terperi.
Marilah kenang kedua orangtua kalian. Yang mengantarkan kalian hingga saat perjanjian Tuhan. Memelihara dengan kedua tangan penuh kasih mereka. Menjaga dan mengayomi tanpa pernah mengharap budi. Semoga Tuhan memberikan kepada kalian kemampuan, untuk berkhidmat kepada mereka, sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan. Mereka bersama yang hadir di tempat ini, menjadi saksi yang mengantarkan saudara berdua pada kehidupan dalam perjanjian kepada Tuhan. Sebagai suami dan istri yang dipertautkan dalam kecintaan. Atas istrinya suami beroleh hak dan kewajiban. Atas suaminya, istri mendapat penghormatan dan pengabdian. Dan dalam keduanya Allah simpan pahala yang tak terhingga.
Perkenankan saya mengutip wasiat Nabi pada Haji Perpisahan: Wahai manusia, takutlah kepada Allah akan urusan wanita. Sesungguhnya kamu telah mengambil mereka sebagai istri dengan amanat Allah. Kami halalkan kehormatan mereka dengan kalimah Allah. Sesungguhnya kamu mempunyai hak atas istrimu, dan istrimu pun mempunyai hak atas kamu. Ketahuilah, aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik terhadap istri kalian. Mereka adalah penolong kalian. Mereka tidak memilih apa-apa untuk dirinya, dan kamu pun tidak memilih apa-apa dari diri mereka selain itu. Jika mereka patuh kepadamu, janganlah kamu berbuat aniaya terhadap mereka.
Istri adalah wasiat Nabi terhadap para suami. Saudaraku, mulai hari ini Anda termasuk pengemban wasiat itu. Dengan nikmat dan inayah Allah, Anda sampai pada saat yang paling indah, paling bahagia, tapi juga paling mendebarkan dalam hidup Anda. Saat paling indah, sebab mulai hari ini cinta tidak lagi berbentuk impian dan khayalan. Saat yang paling bahagia, sebab akhirnya Anda berhasil mendampingi wanita yang Anda cintai. Saat yang paling mendebarkan, sebab mulai saat ini Anda memikul amanat Allah untuk menjadi pemimpin keluarga.
Kalau pada saat ini dada Anda berguncang, darah Anda berdebur, dan suara Anda bergetar, itu adalah pertanda Anda tengah memasuki babak baru dalam kehidupan Anda. Dahulu Anda adalah manusia bebas yang boleh pergi sesuka Anda. Tetapi sejak hari ini, bila Anda belum juga pulang setelah larut malam, di rumah Anda ada seorang wanita yang tidak bisa tidur karena mencemaskan Anda. Kini, bila berhari-hari Anda tidak pulang tanpa berita, di kamar Anda ada seorang perempuan lembut yang akan membasahi bantalnya dengan linangan air mata dan doa. Dahulu, bila Anda mendapat musibah, Anda hanya mendapat ucapan turut berduka cita dari sahabat-sahabat Anda. Tetapi kini, seorang istri akan bersedia mengorbankan apa saja agar Anda meraih kembali kebahagiaan Anda. Anda sekarang mempunyai kekasih yang diciptakan Allah untuk berbagi suka dan duka dengan Anda.
Karena itulah, perempuan di samping Anda adalah makhluk yang harus dihormati dan dimuliakan. Ialah amanat Allah yang diembankan di pundak Anda. Sungguh Nabi telah bersabda: Ma akraman nisaa illal kariim, wa ma ahaanahunna illal la`iim. Tidak memuliakan wanita kecuali lelaki yang mulia, dan tidak merendahkan wanita kecuali lelaki yang hina juga.
Penghormatan suami kepada istrinya beroleh penghormatan dan perkhidmatan. Maka saudariku, perkenankan saya menyampaikan wasiat Rasulullah Saw: wa law kuntu amira ahadan an yasjudu li ahadin la`amartun nisaa` an yasjudna li azwajihinna. Seandainya aku boleh memerintahkan manusia bersujud kepada manusia lain, akan aku perintahkan istri untuk bersujud kepada suaminya (karena besarnya hak suami yang dianugerahkan Allah atas mereka).
Saudariku, banyak istri menuntut agar suaminya membahagiakan mereka. Jarang terpikirkan bagaimana ia berusaha membahagiakan suami. Cinta dan kasih sayang tumbuh dalam suasana “memberi” bukan “mengambil”. Cinta adalah sharing, saling berbagi. Anda tidak akan memperoleh cinta kalau yang Anda tebarkan adalah kebencian. Anda tidak akan memetik kasih sayang kalau yang Anda tanam adalah kemarahan. Anda tidak akan meraih ketenangan bila yang Anda suburkan adalah dendam dan kekecewaan.
Saudariku, Anda boleh memberi apa saja yang Anda miliki. Tetapi, buat suami Anda, tidak ada pemberian istri yang paling membahagiakan selain hati yang selalu siap berbagi kesenangan dan penderitaan. Di luar rumah, suami Anda boleh jadi diguncangkan dengan berbagai kesulitan. Di luar, ia menemukan wajah-wajah tegar, mata-mata tajam, ucapan yang kasar, dan pergumulan hidup yang berat. Ia ingin ketika ia pulang ke rumah, di situ ditemukannya wajah yang ceria, mata yang sejuk, ucapan yang lembut dan berlindung di dalam keteduhan kasih sayang Anda. Seperti cerita Putri Salju-nya Andersen, suami Anda ingin mencairkan seluruh beban jiwanya dengan kehangatan air mata yang terbit dari samudra kasih sayang Anda. Rasul yang mulia bersabda: Istri yang paling baik ialah yang membahagiakanmu bila kamu memandangnya, yang mematuhimu bila kamu menyuruhnya, dan memelihara kehormatan dirinya dan hartamu bila kamu tidak ada.”
Rasul yang mulia bersabda bahwa surga terletak di bawah telapak kaki kaum ibu. Apakah rumah tangga yang Anda berdua bangun hari ini akan menjadi surga atau neraka, bergantung kepada Anda sebagai ibu rumah tangga. Rumah tangga akan menjadi surga bila di situ Anda hiaskan kesabaran, kesetiaan, dan kesucian. Hiaslah rumahmu dengan lantunan ayat-ayat Tuhan.
Maka jadilah saudara berdua saling berkhidmat satu pada yang lainnya. Bangunlah rumah tangga di atas dasar perkhidmatan, bukan menuntut hak dan kewajiban. Sinari keluarga dengan busana penghormatan, saling menutup aib dan memahami kekurangan. Hadapi tegarnya ujian dalam kesetiaan dan pengabdian. Bila pahala yang tinggi dijanjikan Allah bagi perkhidmatan dan penghormatan, maka siksaan yang pedih disiapkanNya bagi yang aniaya dan keterlaluan.
Izinkan saya menutup khotbah singkat ini dengan sebuah harapan semoga Allah memberikan kemampuan pada Saudaraku untuk memuliakan istri dan keluarganya. Jadikanlah Rasul tauladan, sebagaimana kisah yang disampaikan ‘Aisyah. “Di rumah,” kata Aisyah, “Rasulullah melayani keperluan istrinya, memasak, menyapu lantai, memerah susu, dan membersihkan pakaian.” Sehingga sepeninggal Nabi ‘Aisyah ditanya, beliau menjawab: Sungguh, semua perilaku Nabi itu indah.
Saudaraku, jadikanlah Nabi sebagai panutan. Berkhidmatlah pada perempuan di samping saudara. Sekiranya Tuhan menakdirkan Saudara kembali lebih dahulu, dan kami datang kepada istri saudara menanyakan saudara, ia akan berkata seperti A’isyah, sambil berderai air mata: sungguh, semua perilakunya indah.
Saudariku, pada saudari harapan saya yang sama. Bila kelak perahu rumah tangga Anda bertubrukan dengan kerikil tajam, bila impian remaja telah berganti menjadi kenyataan yang pahit, bila bukit-bukit harapan diguncang gemba cobaan, kami ingin melihat Anda tetap teguh di samping suami Anda. Anda tetap tersenyum walaupun langit makin mendung. Pada saat seperti itu, mungkin tidak ada yang paling menyejukkan suami Anda selain melihat pemandangan yang mengharukan. Ia bangun di malam hari. Didapatinya Anda tidak ada di sampingnya. Tetapi, kemudian ia dengar suara yang dikenalnya betul. Di atas sajadah atau di atas lantai yang dingin, ia menyaksikan seorang wanita bersujud. Suaranya gemetar. Ia sedang memohon agar Allah menganugerahkan pertolongan bagi suaminya. Pada saat seperti itu suami Anda akan mengangkat tangan ke langit, dan bersamaan dengan tetes-tetes airmatanya ia berdoa: Ya Allah, karuniakan kepada kami istri dan keturunan yang menenteramkan hati kami, dan jadikanlah kami penghulu orang-orang yang takwa.”
Saudaraku, tiada teladan pernikahan sebaik Rasulullah Saw dan Siti Khadijah sa. Tiada teladan keluarga seindah keluarga mereka. Seindah Imam Ali as dan Sayyidah Faathimah sa. Ketika Imam Ali datang hendak meminang putri baginda, Imam Ali telungkup haru. Tak sanggup ia angkat kepalanya. Tak berani ia menatap mata paduka. Nabi Saw mengangkatnya mesra: “Hai Ali, seolah ada burung bertengger di kepalamu.” Saudaraku, bagi saya, pada penggalan kisah itu ada penghormatan, ada takzim, ada perkhidmatan, penuh pengertian.
Kemudian ketika Rasulullah Saw yang mulia bertanya pada putrinya yang tercinta: “Sesungguhnya Ali datang hendak memintamu menjadi istri, bagaimana pendapatmu?” Sayyidah Fathimah menjawab: “Bagaimana menurutmu ya Abah...?” Nabi bersabda: “Ni’ma zawjin laki ‘Aliyyun” Sebaik-baiknya suami bagimu adalah Ali. Di sini terletak ketaatan, kepasrahan, dan hubungan yang penuh suri tauladan antara anak dan ayah, antara mertua dan menantu, antara suami dan istri.
Berangkatlah dalam akad pernikahan ini dengan niat berkhidmat satu sama lain. Mengantarkan bahtera ini sampai pada dermaga kasih Allah Swt. Sehingga bila kelak tiba saatnya, dan kami bertanya pada seorang di antara kalian, kalian akan berkata—sebagaimana Sayyidah Fathimah sa—“Sebaik-baik pasangan bagiku adalah suamiku.” “Sebaik-baik pasangan bagiku adalah istriku...”
Hadirin dan hadirat, para saksi sejarah akad yang khidmat ini. Marilah kita antarkan mereka berdua dengan harapan, cinta dan doa kita:
Ya Allah, Ya Tuhan Kami, kami bermohon kepadaMu demi kedua saudara yang kami cintai, agar Engkau ...kan niat mereka, sehatkan jasad mereka, luaskan rezeki mereka, dan kokohkan ikatan cinta mereka.
Ya Allah, sekiranya ada saat yang paling membahagiakan dalam hidup mereka, jadikanlah itu saat ketika mereka berdua bangun di tengah malam, bermunajat dan berdoa kepadaMu.
Ya Allah, sekiranya ada orang yang ingin mereka baktikan hidup mereka, jadikanlah itu kedua orangtua mereka, dan kerabat yang menyertai mereka dalam janji suci ini.
Ya Allah, sekiranya ada tempat yang ingin sering mereka datangi, jadikanlah itu tempat fuqara dan masakin. Dan sekiranya ada tempat yang ingin mereka ramaikan, jadikanlah itu tempat orang berilmu dan shalahin.
Ya Allah, karuniakan pada mereka keturunan yang membahagiakan hati. Yang menggabungkan mereka dan keluarga besar mereka, dalam silaturahmi ruhani pada jamuan surgawi di akhirat nanti.
Rabbana taqabbal minna. ***
Catatan: artikel di atas disarikan dari penggalan-penggalan khutbah nikah KH. Jalaluddin Rakhmat dan Miftah F. Rakhmat, sebagai kado bagi saudara-saudara yang melangsungkan syukuran pernikahan. Mabruk!