Mengenang Jalaluddin Rakhmat: Meraih Kebahagiaan ala Tafsir Kang Jalal [by Budhy Munawar Rachman]29/3/2021 Kehidupan manusia hari ini, yang akan datang dan yang telah lalu, selalu diwarnai dan dihiasi oleh bermacam-macam harapan dan tujuan. Salah satu dari harapan atau tujuan tersebut yaitu pencapaian kebahagiaan.
0 Comments
Apa yang bisa mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan itu? Kalau kita membandingkan binatang yang satu dengan yang lain yang sejenis, kita hanya bisa membedakan dalam segi jasmaniah. Antara kambing yang satu dengan kambing yang lain tidak begitu berbeda nilainya. Paling-paling hanya berbeda beberapa kilogram saja. Namun manusia yang satu dengan manusia yang lain nilainya bukan beberapa kilogram, nilainya kadang-kadang jauh seperti jauhnya langit dan bumi. Misalnya Abu Jahal dengan Rasulullah. Dari segi hayawaniyah, kedua manusia itu nilainya sama -mungkin lebih tinggi Abu Jahal beberapa kilogram- tetapi dari segi insaniyah, nilai Abu Jahal itu jauh lebih rendah daripada nilai Rasulullah saw.
Menurut Ibnu Katsir, surat Al-’Ashr merupakan surat yang sangat populer di kalangan para sahabat. Setiap kali para sahabat mengakhiri suatu pertemuan, mereka menutupnya dengan surat Al-’Ashr. Imam Syafi’i dan juga Tafsir Mizan menyatakan bahwa walaupun surat Al-’Ashr pendek, tapi ia menghimpun hampir seluruh isi Al-Qur’an. Kalau Al-Qur’an tidak diturunkan seluruhnya dan yang turun itu hanya surat Al-’Ashr saja, maka itu sudah cukup untuk menjadi pedoman umat manusia.
Berkaitan dengan metode tafsir kita sekarang, atau metode mengajarkan tafsir kita sekarang, beberapa waktu yang lalu di UIN diadakan seminar dan training untuk para dosen tafsir seluruh Indonesia. Mengenai metode pengajaran tafsir. Dan yang diundang untuk berbicara di situ adalah Ustadz Quraish Shihab, dan saya sendiri.
Bapak-bapak dan ibu-ibu, sebenarnya agak berat saya memikul amanah untuk menjelaskan tafsir Al-Quran karya Sayyid Hussain Fadhlullah, terutama di hadapan para habaib dan kawan-kawan yang mungkin lebih mendalam pengetahuannya tentang tafsir ketimbang saya. Tetapi karena ini adalah sebuah amanah yang diberikan kepada saya, maka saya jalankan. Oleh karena itu saya ingin sebagian besar dari pengajian kita sekarang ini dikhususkan bagi bapak-bapak dan ibu-ibu. Kita akan belajar bersama-sama.
Di antara tokoh tafsir yang berbicara secara panjang lebar tentang tafsir batini adalah Al-`Allâmah Al-Sayyid Muhammad Husain Al-Thabâthabâ`î (selanjutnya ditulis Al-Thabâthabâ'î) (1321—1401 H/1903-1981 M). Ia, sebagaimana dilansir Nasr, adalah tokoh Syiah yang mengusung tafsir batini di samping teosofis. Penilaian serupa dilontarkan `Alî Al-Ausî dan Pihak Penerbit Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur'ân (selanjutnya ditulis Al-Mîzân). Kajian terhadap tokoh ini kaitannya dengan wacana tafsir batini jarang—jika tidak dikatakan belum—dilakukan. Padahal, pandangan-pandangannya tentang persoalan ini menarik dikaji tidak saja karena ia mewakili mufasir Syi`ah modern abad ke-20, tetapi juga berbeda dengan mufasir-mufasir lain yang merumuskan atau mempraktekkan tafsir batini.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kitab-kitab tafsir dari yang klasik sampai modern menggunakan dua pendekatan. Pertama, pendekatan eksoterik, yakni tafsir yang lebih menitikberatkan pada sisi lahir teks-teks Al-Qur'an. Kedua, pendekatan esoterik, yakni tafsir yang lebih menitikberatkan pada sisi isyarat atau pesan batin yang secara implisit terkandung di balik lahir teks-teks Al-Qur'an. Mengingat bahwa kedua sisi penafsiran di atas memiliki urgenitas yang sama, maka pengkajian elaboratif tentang penafsiran esoterik dirasakan sangat mendesak.
Peristiwa besar yang setiap tahun dikenang oleh kaum Muslimin pada bulan Dzulhijah ini adalah pengorban-an Nabi Ibrahin (as) akan putranya, Ismail simbol kepatuhan mutlak seorang hamba terhadap Tuhan-Nya yang kemudian diganti-kan dengan domba itu. secara simbolik, kaum Muslimin setiap tahun melakukan pengorban-an yang serupa agar bisa mengikuti jejak Bapak Monoteisme. Mereka menyelenggara-kan acara korban beramai-ramai di tempatnya masing-masing, dan kemudian membagikan daging korban tersebut ke masyarakat dhu’afa yang ada di sekitarnya. Suatu ibadah atau kebiasaan yang sangat luhur.
Islam adalah agama yang istimewa. Islam punya kitab suci yang terpelihara. Jutaan orang menghafal dan menghafalkannya. Islam punya seruan adzan yang tak pernah berhenti berkumandang. Islam punya Ka’bah Baitullah yang jantungnya tidak pernah berhenti berdetak. Selalu ada yang tawaf dan beribadah di sekitarnya. Islam punya Rasulullah Saw yang menjadi pengikat silsilah sejak Nabi Adam as hingga manusia akhir zaman. Dan Islam punya haji. Ibadah setahun sekali yang memberikan dampak besar bagi kemanusiaan.
Allamah Thabarsi adalah seorang mufassir. Ia menulis kitab tafsir Majma’ al-Bayan. Konon, tafsir itu ditulis karena nazar yang ia lakukan. Satu saat, ia ditemukan tak bernafas, tak bergerak. Keluarganya mengira ia sudah meninggal dunia. Maka, jasad dimandikan, dishalatkan, dikafani dan dimakamkan. Setelah dikuburkan itulah, Allamah terbangun. Ia mengalami apa yang sering disebut orang dengan mati suri. Ia tahu apa yang terjadi. Dalam kegelapan kuburan, dalam keadaan terikat kain kafan ia berdoa pada Allah Ta’ala. Ia bernazar, sekiranya Allah Ta’ala mengeluarkannya dari kuburan, ia akan menulis tafsir Al-Qur’an.
|
Rasulullah saw bersabda:“Ketahuilah, aku kabarkan kepadamu perihal Mukmin. Mukmin ialah orang yang karena dia jiwa dan harta manusia terlindungi (aman). Muslim ialah yang selamat orang lain dari gangguan lidah dan tangannya. Mujahid ialah orang yang berjihad melawan nafsunya ketika mentaati Allah. Muhajir ialah yang menjauhi kesalahan dan dosa.” Tema
All
Arsip
April 2024
|