Al-Tanwir
Hubungi Kami  >
  • Beranda
  • Berita
  • Buletin
  • LPII
  • Menjawab
  • Pustaka
  • Kontak

Benturan Nilai-nilai Islam dan Globalisasi (1) [by KH Jalaluddin Rakhmat]

14/7/2020

0 Comments

 
Filsuf Jerman, Immanuel Kant, berpendapat bahwa agak sulit mengukur baik dan buruk berdasarkan agama, karena umumnya agama itu sangat sektarian. Apa yang dipandang baik oleh Islam belum tentu dipandang baik oleh agama lain. Kita juga tidak bisa mencari kebenaran etika berdasarkan norma-norma tradisional. Masyarakat Eskimo memiliki kebiasaan menjamu tamu yang dihormati dengan cara menyerahkan istri sebagai teman tidur. Bagi mereka, nilai itu sangat baik. Tentu saja, yang disebut baik oleh masyarakat Eskimo akan dipandang sebagai kemaksiatan besar oleh bangsa Indonesia. Jadi, kita tak bisa mengandalkan etika pada tradisi-tradisi dan pada pada norma-norma budaya.​
Berikutnya, kita juga tidak bisa menyandarkan kebenaran pada peraturan dan undang-undang, karena aturannya akan berbeda di setiap negeri. Di Indonesia, kita dilarang keluar rumah dalam keadaan telanjang bulat. Orang gila yang berkeliaran tanpa pakaian pun akan segera ditangkap. Ternyata, di Los Angeles, ada satu daerah khusus untuk orang-orang nudis. Mereka bebas beraktivitas dalam keadan telanjang, dan ini dijamin oleh undang-undang.
 
Lantas, apakah ada pedoman yang berlaku universal? Pedoman ini dirumuskan oleh para filsuf, salah satunya adalah Kant. Menurut Kant, perbuatan itu disebut baik jika kita membayangkan apa yang akan terjadi ketika seluruh manusia di dunia ini bersama-sama melakukan perbuatan itu. Dia menyebutnya sebagai categorical imperative.
 
Contoh
Dalam urusan utang piutang kita dihadapkan pada pilihan untuk bayar utang atau tidak bayar utang. Menurut Kant, apa yang terjadi jika semua manusia yang berutang tidak mau membayar utang. Yang akan terjadi adalah kehancuran seluruh sistem sosial.  Sebaliknya, jika semua orang membayar utangnya, kita akan menikmati sistem sosial yang nyaman dan menyenangkan.

Untuk menemukan nilai-nilai Islam yang yang berlaku umum, yang universal, saya menggunakan kaidah Kant ini. Dalam Islam, ada nilai yang sifatnya partikular—misalnya kewajiban berpuasa—ada juga nilai yang universal, misalnya menyambungkan kasih sayang antar manusia.
 
Saya menemukan bahwa ayat-ayat Alquran yang partikular menggunakan kalimat panggilan yaa ayyuhalladzina amanu. Jika dimulai dengan panggilan itu, maka seruan itu berlaku khusus untuk orang-orang Islam saja. Coba kita lihat ayat-ayat yang dimulai dengan kalimat tersebut, misalnya dalam QS Al Baqarah: 183,
 
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Puasa di bulan Ramadhan itu hanya khusus untuk orang Islam. Perintah untuk mendirikan salat dan membayar zakat juga ditujukan kepada orang-orang Islam saja. Tetapi, ketika Alquran mengawalinya dengan seruan yaa ayyuhannas—wahai manusia, artinya Alquran sedang mengajarka nilai-nilai universal. Alquran menyampaikan nilai yang berlaku umum, berlaku untuk seluruh manusia di seluruh dunia. Nilai inilah yang menurut Kant termasuk dalam categorical imperative, yang jika tidak dijalankan, maka dunia akan kacau.
 
Contohnya adalah QS Annisa: 1,

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
 
Kita lihat pada ayat ini Allah mengawali seruan dengan wahai manusia. Allah sedang mengajarkan nilai-nilai universal, agar manusia menjaga hubungan kasih sayang dengan sesama. Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bergolong-golongan. Nilai yang diajarkan Islam sebagai misi hidup kita di dunia adalah bertakwa kepada Allah dan memelihara silaturahmi dan memelihara hubungan kasih sayang antar manusia.
 
Ayat yang lain bisa Anda simak dalam Qs Al-Hujuraat: 13,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
 
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa di sisi Allah."
 
Ayat tersebut saya ajarkan dalam kuliah filsafat komunikasi. Yang perlu kita pahami, komunikasi adalah jalan untuk saling memahami, bukan saling menghakimi. Di Barat, lahir sebuah jenis komunikasi yang disebut non violent communication—komunikasi tanpa kekerasan. Komunikasi seperti ini ditandai dengan kemauan untuk saling memahami.
 
Jika Anda mengetikkan nama saya di Google, 90%  artikel yang Anda temukan adalah yang berisi caci maki, seperti Jalaluddin Rakhmat itu Syiah, sesat, masuk neraka, dan yang sejenisnya. Ketik “kesesatan Jalaluddin Rakhmat” atau “kebohongan Jalaluddin Rakhmat”, Anda akan dapatkan banyak sekali tulisan.
 
Lantas orang bertanya, mengapa saya tidak menjawab? Saya katakan tak perlu menjawab, karena komunikasi yang terjadi bukan untuk saling memahami. Yang terjadi adalah komunikasi untuk menghakimi saya. Posisi saya sudah jadi terdakwa, jadi tak ada lagi yang harus saya lakukan. Orang-orang seperti itu sudah tidak memakai kekuatan logika, yang mereka pakai adalah logika kekuatan. Siapa yang kuat dia yang menang.
 
Banyak rumah tangga hancur karena suami istri meninggalkan filsafat komunikasi Alquran ini. Ketika sedang diskusi untuk memutuskan masalah rumah tangga, suami istri terlihat sedang berdialog. Tapi jika diperhatikan dengan seksama, sebenarnya mereka saling ber-monolog. Masing-masing saling menghakimi. Istri membawa seluruh amunisinya untuk menghukum suaminya, dan suaminya adalah hakim yang menjadikan istrinya terdakwa. Komunikasi yang terjadi adalah komunikasi yang sangat keras, violent communication.
 
Islam mengajarkan kepada manusia untuk berkomunikasi dengan penuh kasih sayang. Dan inilah yang saya sebut dengan nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Alquran, oleh Islam.
 
Jika saya harus berbicara tentang benturan antara nilai-nilai globalisasi dan nilai Islam, saya akan membatasinya pada nilai-nilai yang universal saja. Saya tidak akan membahas nilai-nilai yang partikular, tidak pula pada nilai-nilai yang diyakini golongan tertentu. Saya berlepas diri dari bahasan seperti itu. Jadi kita akan membahas nilai yang universal saja.
 
Nilai global yang kita kenal sekarang ini dikenal dengan nilai materialis hedonis. Nilai itu juga yang jadi dasar filsafat dunia ilmu modern. Kita mengenalnya sebagai positivisme, aliran yang menganggap yang ada, atau pernyataan yang benar adalah pernyataan yang bisa dibuktikan secara empiris. Misalnya ada kalimat there is a snake in the grass. Pernyataan itu baru benar ketika kita bisa memastikan bahwa ada ular di rerumputan. Jika ularnya tidak ada, maka pernyataan itu tidak benar. Jadi, kebenaran harus dibuktikan secara empiris.
 
Postivisme lahir karena materialisme, yang menganggap bahwa di dunia ini yang ada hanya materi. Hanya materi yang bisa diukur. Bersamaan dengan berkembangnya positivisme itu, muncul kecenderungan untuk menggunakan angka ketika menilai sesuatu yang abstrak. Yang abstrak pun harus dimaterikan agar bisa dilihat.
 
Dulu, ketika saya mengambil mata kuliah metode penelitian, saya ingin meneliti hubungan antara jurusan diambil dengan rasa kesepian yang dialami oleh mahasiswa internasional. Hipotesis saya ialah, jurusan sosial lebih tidak kesepian dibandingkan dengan jurusan engineering atau teknik, karena yang mereka pelajari adalah ilmu-ilmu sosial.
 
Dosen saya bertanya, “Anda mau meneliti kesepian? Bagaimana Anda mengukurnya?”
 
Rasa kesepian itu pun harus diukur dengan angka. Kebetulan dalam psikologi dunia Barat sudah ada kuesioner untuk mengukur kesepian, misalnya: berapa jumlah sahabat Anda di sini? Berapa kali dalam seminggu Anda menemukan teman baru?
Kuesioner itu memiliki ukuran, sehingga skornya kita bisa hitung. Misalnya, jika mendapatkan skor 10 dari 100, berarti Anda kesepian. Skor 90 menandakan bahwa Anda tidak kesepian.
 
Berdasarkan kuesioner yang saya olah, ternyata mahasiswa sosial jauh lebih kesepian daripada mahasiswa teknik. Saya tidak tahu mengapa, tapi hasilnya seperti itu. Saya juga menemukan bahwa mahasiswa internasional yang laki-laki lebih kesepian daripada yang perempuan. Mungkin, walaupun tidak mencari sahabat, perempuan internasional itu selalu dicari orang. Jadi, mereka tidak pernah kehilangan sahabat.
 
Kembali pada kecenderungan penggunaan angka tadi, salah satu ciri utama materialisme adalah mereduksi apa pun yang ada di dunia ini pada benda-benda. Yang kedua adalah kuantifikasi, semua gejala diukur secara kuantitatif.  (bersambung)

Artikel transkrip dari Eminent Lecture KH Jalaluddin Rakhmat di Universitas Pendidikan Indonesia, 26 Maret 2013.

0 Comments

Your comment will be posted after it is approved.


Leave a Reply.

    Rasulullah saw bersabda:

    “Ketahuilah, aku kabarkan kepadamu perihal Mukmin. Mukmin ialah orang yang karena dia jiwa dan harta manusia terlindungi (aman). Muslim ialah yang selamat orang lain dari gangguan lidah dan tangannya. Mujahid ialah orang yang berjihad melawan nafsunya ketika mentaati Allah. Muhajir ialah yang menjauhi kesalahan dan dosa.”
    ​
    ​ 
    (HR Al-Hakim dan Al-Thabrani)
    ​


    Picture

    Tema

    All
    Abu Nawas
    Adam
    Agama
    Ahlulbait
    Akal
    Akhlak
    Albirr
    Al-Husayn
    Ali Bin Abi Thalib
    Ali Bin Abu Thalib
    Al-Mizan
    Alquran
    Amal
    Anak
    Arafah
    Arbain Walk
    Asep Salahudin
    Asyura
    Babul
    Bahasa
    Bahjah
    Bahlul
    Bangsa
    Barzakh
    Berkah
    Bicara
    Bidadari
    Bubur Suro
    Bukhari
    Buku
    Bulan Suci
    Cerita
    Cinta
    Covid 19
    Covid-19
    Depresi
    Doa
    Dogma
    Dosa
    Dua Belas Imam
    Dunia
    Emas
    Empati
    Epistemologi
    Fatwa
    Fidyah
    Fikih
    Filsafat
    Fitrah
    Gaya Menulis
    Gender
    Gereja
    Ghuraba
    Globalisasi
    Guru
    Hadiah
    Hadis
    Haji
    Happy Birthday
    Hari Anak Nasional
    Hasan
    Hasan Bashri
    Hermeneutika
    Hitler
    Husain
    Ibadah
    Identitas Arab Itu Ilusi
    Ideologi
    Idul Fitri
    Ihsan
    IJABI
    Ilmu
    Ilmu Kalam
    Imam
    Imam Ali
    Imam Ali Zainal Abidin
    Imam Husain
    Imam Mahdi
    Iman
    Imsak
    Indonesia
    Islam
    Islam Ilmiah
    Islam Madani
    Isra Mikraj
    Jalaluddin
    Jalaluddin Rakhmat
    Jihad
    Jiwa
    Jumat
    Kafir
    Kajian
    Kaki
    Kang Jalal
    Karbala
    Keadilan
    Kebahagiaan
    Kebangkitan Nasional
    Keluarga
    Kemanusiaan
    Kematian
    Kesehatan
    Khadijah
    Khalifah
    Khotbah Nabi
    Khutbah
    Kisah Sufi
    Kitab
    Kitab Sulaim
    Konflik
    Kurban Kolektif
    Lembah Abu Thalib
    Madrasah
    Makanan
    Malaikat
    Manasik
    Manusia
    Maqtal
    Marhaban
    Marjaiyyah
    Marxisme
    Masjid
    Mawla
    Mazhab
    Media
    Miftah
    Mohammad Hussain Fadhullah
    Mubaligh
    Muhammad Babul Ulum
    Muharram
    Mujtahid
    Mukmin
    Munggahan
    Murid
    Muslim
    Muslimin
    Musuh
    Muthahhari
    Myanmar
    Nabi
    Najaf
    Nano Warno
    Negara
    Neurotheology
    Nikah
    Nilai Islam
    Nusantara
    Orangtua
    Otak
    Palestina
    Pancasila
    Pandemi
    Pendidikan
    Penyintas
    Perampok
    Pernikahan
    Pesantren
    Politik
    Post Truth
    Pseudosufisme
    Puasa
    Pulang
    Qanaah
    Racun
    Rakhnie
    Ramadhan
    Rasulullah
    Revisionis
    Rezeki
    Rindu
    Rumah
    Rumah Tangga
    Sahabat
    Sahur
    Saqifah
    Sastra
    Saudara
    Sayyidah Aminah
    Sayyidah Fatimah
    Sayyid Muhammad Hussein Fadhlullah
    Sejarah
    Sekolah
    Shahibah
    Shalat
    Shalawat
    Sidang Itsbat
    Silaturahmi
    Silsilah
    Sosial
    Spiritual
    Suami
    Suci
    Sufi
    Sunnah
    Sunni
    Surga
    Syahadah
    Syawal
    Syiah
    Tafsir
    Tajil
    Takfirisme
    Taklid
    Tanah
    Tarawih
    Tasawuf
    Tauhid
    Tsaqalayn
    Tuhan
    Ukhuwah
    Ulama
    Umat
    Umrah
    Waktu
    Waliyyul Amri
    Wasiat
    Wiladah
    Yatim
    Zawjah
    Ziarah

    Arsip

    April 2024
    March 2024
    November 2023
    October 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    July 2022
    June 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    March 2021
    January 2021
    December 2020
    November 2020
    September 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    May 2020
    March 2020
    January 2020
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    September 2018
    July 2018
    May 2018
    February 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.