الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
“Mereka mencoba menimbulkan perbaikan ketika manusia sudah rusak.”
Dalam hadis lain disebutkan:
نَاسٌ سَالِحُوْنَ قَلِيْلٌ فِى نَاسٍ كَثِيْرٍ
“Mereka itu manusia-manusia yang saleh, yang jumlahnya sedikit, di tengah-tengah manusia yang durhaka.”
Pada hari ini kita memerlukan ghuraba, orang-orang asing yang ingin memperbaiki masyarakat di sekitarnya ketika orang lain datang dan mengatakan bahwa korupsi sekarang merupakan kebudayaan masyarakat. Kita memerlukan orang-orang yang tabah untuk hidup tanpa melakukan korupsi sama sekali. Para ahli fikih menyebut dengan satu istilah yang bagus sekali:
طَاهِرٌ فِى نَفْسِهِ مُطَهِّرُ لِغَيْرِهِ
“Dia suci dalam dirinya, dan dia juga berusaha menyucikan orang lain.”
Pribadinya bersih, dan dia berusaha membersihkan orang lain. Tingkah lakunya indah, dan dia berusaha mengindahkan tingkah laku orang lain.
Di tengah-tengah orang yang sudah menganggap moralitas yang rusak sebagai ciri modern, orang yang mempertahankan moralitasnya merupakan orang yang dianggap aneh. Di tengah-tengah kebiasaan melanggar norma-norma yang berlaku, orang yang kelihatan bertahan kepada norma dengan seluruh keyakinannya akan dianggap aneh. Orang berlomba-lomba menumpuk-numpuk kekayaan, sementara ia mempertahankan kesederhanaannya karena ingin memelihara kebersihan dirinya, maka sering ia dianggap aneh oleh orang sekitarnya. Tetapi, marilah kita ingatkan kembali:
طُوْبَى لِلْغُرَبآءِ
“Bahagia benar orang-orang yang aneh seperti itu.”
Kedua, Rasulullah Saw bersabda:
اَلَّذِيْنَ يَزِيْدُوْنَ إِذْنَقَصَ النَّاسُ
“Mereka mengisi apa yang hilang; mereka melengkapi apa yang ganjil; mereka memenuhi apa yang kosong.”
Di dalam masyarakat, kita sering mencari orang yang kuat keyakinannya. Kadang-kadang kita meraba-raba, siapa orang yang patut dijadikan contoh dalam kehidupan ini. Ghuraba biasanya tampil sebagai manusia model, manusia yang bisa dicontoh karena kebersihan dan kesucian pribadinya, di tengah-tengah berkecamuknya kemunafikan, di tengah-tengah usaha untuk menjilat ke atas dan memeras ke bawah. Kalau kita melihat ada orang berjalan di atas rel yang benar, yang tetap menyampaikan apa yang benar itu benar, dan apa yang salah itu salah, tanpa mempedulikan risiko yang dihadapinya, rasanya ada semacam kekuatan di tengah-tengah kehausan bimbingan dalam diri kita. Masih ada bintang di tengah-tengah gelapnya malam. Orang itu biasanya mengisi apa yang hilang di tengah-tengah masyarakat. Ketika orang kehilangan identitas, mereka menunjukkan, beginilah identitas Islam. Ketika orang kebingungan tidak mempunyai pedoman, pribadi mereka menunjukkan tuntunan yang jelas.
Rasulullah Saw bersabda bahwa al-ghuraba itu adalah:
اَلَّذِيْنَ يَزِيْدُوْنَ إِذْنَقَصَ النَّاسُ
“Mereka yang menambah sesuatu yang tidak dimiliki kebanyakan manusia yang lain.”
Ketiga, sabda Rasulullah Saw:
الَّذِيْنَ يُحْيُوْنَ سُنَّتِى بَعْدَماَ أَمَاتَهَا النَّاسُ
“Mereka menghidupkan kembali Sunnahku setelah sunnah itu dimatikan oleh manusia.”
Ketika bid’ah menyebar ke tengah-tengah masyarakat, mereka mengajak umat kembali kepada Al-Quran dan Sunnah. Ketika beberapa ajaran Rasulullah sudah ditinggalkan, mereka tampilkan kembali ajaran Rasulullah itu.
Dalam hubungan ini, saya ingin membacakan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Turmudzi:
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلّم عَنْ هَذِهِ الأيَةِ : يَآيُّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لاَيَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ .
“Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang ayat ini, ‘Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu; tidak akan memadharatkan kamu orang yang sesat apabila kamu berada dalam petunjuk.’”
Sahabat ini bertanya karena sebagian orang menganggap bahwa tidak usah memperhatikan orang lain, perhatikan sajalah diri kita sendiri. Asal kita berada dalam petunjuk, tidak ada yang akan menyengsarakan kita.
بَلِ ائْتَمِرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنَاهَوْاعَنِ الْمُنْكَرِ . حَتَّى إِذَارَأَيْتَ شُحّاَمُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا , وَدُنْيَا مُؤَثَرَةً وَإِعْجَابُ كُلِّ ذِى رَأْي بِرَأْيِهِ . فَعَلَيْكَ بِخَاصَّةِ نَفْسِكَ وَدَعْ عَنْكَ الْعَوَّامَ فَإِنَّ مِنْ وَلاَئِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ . الصَّبْرُ فِيْهِنَّ مِثْلَ قَبْضِ عَلىَ الْجَمَرِ . لِلْعَامِلِ فِيْهِنَّ أَجْرُخَمْسِيْنَ رَجُلاً يَعْمَلُوْنَ مِثْلَ عَمَلِهِ . قُلْتُ : يَارَسُوْلَ اللهِ , أَجْرُخَمْسِيْنَ مِنْهُمْ قَالَ : أَجْرُ خَمْسِيْنَ مِنْكُمْ . (أبوداود والترمذى)
“Maka berkatalah Rasulullah Saw: Suruhlah orang berbuat ma'ruf dan laranglah orang berbuat jahat sampai aku nanti mengalami satu zaman ketika ke-bakhil-an diperturutkan orang, ketika hawa nafsu diikuti orang, dan ketika dunia dilebihkan atas akhirat, dan setiap orang merasa kagum dengan pendapatnya sendiri. Maka peliharalah keistimewaan dirimu, jauhilah apa yang terbiasa dilakukan oleh orang-orang awam, sebab dibelakang kamu itu akan ada zaman-zaman yang memerlukan kesabaran bagimu. Orang yang berpegang teguh kepada agamanya di zaman itu seperti orang yang memegang bara. Orang yang beramal pada zaman itu akan diberi ganjaran seperti ganjaran lima puluh orang yang beramal seperti dia.” Aku bertanya, “Hai Rasulullah, apakah mereka mempunyai ganjaran lima puluh kali ganjaran orang di zaman mereka?” “Tidak.” jawab Rasulullah, “mereka memperoleh ganjaran lima puluh kali ganjaran kamu yang ada sekarang ini.”
Di sini Rasulullah Saw menunjukkan bahwa akan datang satu zaman ketika orang yang memegang agama dianggap aneh, dianggap ghuraba, sehingga lantaran keanehannya, dia seperti memegang bara di tangannya. Bila dilepaskan, baru itu padam; bila dipegang, bara itu menyengat dirinya. Orang yang mempertahankan keyakinannya, orang yang ingin memelihara kebersihan kepribadiannya, orang yang ingin memelihara Sunnah Rasulullah yang sudah mati, dia hidup seperti memegang bara, dia selalau dalam keadaan panas. Karena itu, pantaslah kalau kata Rasulullah, amal orang-orang seperti itu dilipatkan ganjarannya seperti lima puluh kali ganjaran sahabat-sahabat Rasulullah saw.
Islam memanggil umatnya sekarang ini untuk tampil sebagai ghuraba, untuk menjadi para pembaru, untuk menjadi orang yang memperbaiki masyarakat ketika masyarakat sudah rusak, orang yang mau memelihara kebersihan dirinya ketika kekotoran sudah dianggap sebagai kebudayaan, orang yang melengkapi yang kurang; memenuhi yang hilang, yang mau memelihara agamanya walaupun ia harus merasa seperti memegang bara di tangannya. Sebab, walaupun kelompok ghuraba ini kecil, dia akan berpengaruh besar terhadap masyarakat di sekitarnya. Kalau kelompok ghuraba ini sudah hilang, hilanglah sudah peluang bagi masyarakat untuk memperbaharui dirinya.
Allah Swt berfirman: “Andaikan dahulu pada umat sebelum kamu ada orang-orang yang memiliki keistimewaan, yang berani mencegah umat dari kerusakan di bumi, tentu tidak akan terjadi kebinasaan kepada umat yang terdahulu. Sayang, “firman Allah,” hanya sedikit saja orang yang mau berbuat seperti itu, yaitu golongan yang Kami selamatkan di antara mereka. Adapun orang-orang yang zalim hanya mengikuti orang-orang yang berbuat kemewahan di bumi, dan mereka berbuat dosa. Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan satu negeri dengan kezaliman, padahal di tengah-tengah masyarakat itu ada kelompok yang memperbaiki masyarakat itu” (Qs. Hud/11:116-117).
Allah tidak akan menghancurkan suatu negeri apabila di negeri itu masih tampil kelompok ghuraba, kelompok orang asing, kelompok orang yang berbeda dengan kabilahnya, kelompok orang yang membawakan keyakinannya dengan bersedia memikul risiko apa pun yang dihadapinya. Rasulullah Saw bersabda: “Berbahagialah orang-orang asing semacam itu.”
Kalau kita tidak sanggup menjadi ghuraba, maka berilah kesempatan kepada orang lain untuk menjadi ghuraba. Kalau kita tidak sanggup menjadi orang yang mempertahankan keyakinan, belajarlah memberi toleransi kepada mereka yang mau menyatakan keyakinannya. Kalau kita tidak sanggup mengemukakan pendapat yang berbeda dengan kebanyakan orang, berilah kesempatan kepada orang lain untuk menyatakan pendapatnya yang berbeda, kalau kita tidak sanggup memberikan manfaat kepada orang lain, maka paling tidak, kita tidak menjadi orang yang menimbulkan mudarat bagi orang lain. ***
KH Jalaluddin Rakhmat, Dewan Pembina Yayasan Muthahhari Bandung
Catatan: sebuah riwayat dari Rasulullah Saw menyebutkan, “Islam mulai dengan aneh dan kembali lagi dengan aneh seperti permulaannya. Berbahagialah orang-orang yang aneh itu!” Berbagai sanad dan matan hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jawhiyah dalam Madarij al-Salikin, juz 3 dan al-Rasyad al-Haditsah, hal. 194-198.
Sumber artikel dari buku Khotbah-khotbah di Amerika karya Jalaluddin Rakhmat. Penerbit Remaja Rosdakarya Bandung, tahun 1993.