Secara singkat, ada tiga macam kehidupan. Pertama, kehidupan kita di dunia. Kedua, kehidupan di alam barzakh. Dan ketiga, kehidupan akhirat.
Ada sebuah buku yang menghimpun hadis-hadis tentang apa yang akan kita alami di alam barzakh, yaitu Journey to Unseen (Perjalanan ke Alam Ghaib). Buku itu juga memaparkan hidup kita mulai dari menghembuskan nafas kita yang terakhir. Tergantung orang saleh atau fasik, mereka akan mengalami sakratul maut yang berbeda. Orang-orang saleh tidak mengalami sakaratul maut yang berkepanjangan sebagaimana orang fasik. Setelah itu kita dijemput para malaikat berangkat menuju Allah Swt. Bagi orang-orang yang baik-baik Allah perintahkan, "Tempat dia di 'Illiyyin". Dalam hadis disebutkan bahwa ruh yang meninggal itu masih bisa menyaksikan jenazahnya. Dia tahu siapa saja yang memandikannya. Dia menyaksikan orang-orang yang mengantarkannya.
Kemudian, ketika jenazahnya hendak di bawa pergi--semacam upacara perpisahan--ruh itu dipertemukan dengan seluruh kekayaannya. Kita tidak tahu persis bentuk upacara itu, tetapi Tuhan Mahakuasa. Segala sesuatu di alam semesta ini mempunyai dua bentuk: bentuk di alam dunia dan bentuk di alam malakut. Orang Jawa menyebutnya: kita punya kembaran. Tidak hanya kita yang punya kembaran, tetapi seluruh benda-benda di alam semesta ini. Di akhir surah Yasin ditegaskan, "Mahamulia Allah, yang pada Tangan-Nya ada malakut dari segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan," (QS Yasin [36]: 83). Tulisan yang Anda baca sekarang ini (di alam mulk) punya kembarannya di alam malakut. Amal saleh juga punya wujud di alam malakut.
Ruh kita berada di alam malakut, sementara tubuh kita berada di alam mulk. Ruh kita akan dipertemukan dengan seluruh malakut kekayaan. Ruh yang meninggal itu berkata, "Dahulu aku mengumpulkan kamu dengan susah payah, sekarang apa yang kamu bekalkan di akhir hidupku ini?" Kekayaan itu menjawab, "Ambilah dariku kain kafanmu!" Jadi, kita kumpulkan seluruh kekayaan, hanya kain kafan yang ikut bersama kita. Kemudian dipertemukan pula dengan malakut keluarganya. "Dahulu aku pelihara kalian dengan susah payah. Aku mencintai dan menyayangi kalian, apa yang kalian antarkan kepadaku pada perjalanan terakhir ini?" Keluarganya berkata, "Kuantarkan kamu pulang, dan akan aku injak-injak tanah dimana kamu dikuburkan."
Kemudian ruh itu berjumpa dengan makhluk yang berwujud bagus. Wajahnya indah ceria. Melihatnya saja sudah menentramkan hati. Harumnya semerbak. Mayit itu bertanya, "Siapakah Anda ini?" "Aku adakah amal salehmu dan akulah yang akan mengantarkan kamu dalam perjalanan kedua ini." Mendengar itu, ruh itu ingin segera jenazahnya dibawa, agar jangan lagi berada di tengah keluarganya.
Namun, ada juga ruh yang disambut dengan wajah-wajah yang menakutkan. Buruk dan baunya bukan main. "Siapa kamu?" "Aku adalah wujud amal-amal burukmu dan akulah yang menyertaimu dalam perjalanan ini." Dalam hadis ini ditampakkan secara ekstrim: wajah yang bagus dan wajah yang mengerikan. Banyak di antara kita yang dijemput kedua-keduanya. Amal saleh dan amal salah mewujud dalam bentuknya di alam malakut. Al-Quran menyatakan: "Mereka dapatkan apa yang mereka amalkan hadir (di hadapan mereka) dan Tuhanmu tidak menzalimi Seorang pun" (QS al-Kahfi [18]: 49). Kedua makhluk ini nanti akan saling mengusir dan memperebutkan tempat di samping kita. Kalau keburukan kita yang dominan, makhluk-makhluk wujud kebaikan itu akan tersingkir. Makhluk-makhluk yang baik itu jauh di sudut, sedangkan makhluk-makhluk yang jelek mengerumuni kita. Semua itu berdasarkan ayat-ayat al-Quran: "Sesungguhnya kebaikan itu akan mengusir keburukan," (QS Hud [11]:114). Dan keburukan itu bisa mengusir kebaikan. Pertarungan antara yang baik dan yang buruk terjadi di sana. Perjalanan di alam kubur itu tergantung pada pertarungan kedua makhluk itu.
Lama atau tidaknya perjalanan kita di sana, tidak dihitung berdasarkan putaran matahari. Perjalanan kita dihitung berdasarkan amal-amal yang kita lakukan. Makin banyak dosa, makin jauh perjalanan yang kita tempuh sampai pada tempat peristirahatan kita yang terakhir. Di situ mereka tidur sampai Hari kebangkitan. Pada hari kiamat nanti, orang-orang akan berkata," Siapa gerangan yang membangunkan kami dari tidur kami? Inilah yang dijanjikan Yang Maha Pengasih dan benarlah para Rasul-nya." (QS Yasin [36]: 52). Akan tetapi perjalanan dari menghembuskan nafas terakhir, sampai tidur panjang, sampai bangkit kembali itu lama sekali. Lama tidak diukur oleh perjalanan hari, tapi diukur oleh dosa-dosa yang dilakukan. Semakin banyak dosa, karena dosa harus dibersihkan, makin lama perjalanan kita dan makin banyak penderitaan di sana.
Malam pertama setelah mati itu adalah malam yang mencekam. Kita tiba-tiba dilemparkan pada satu alam yang tidak kita kenal, sendirian. Penderitaan pertama di alam kubur adalah kesepian. Karena itu, di antara doa yang disunnahkan dibaca pada waktu berziarah kubur adalah: Allahummar ham ghurbatahu wa shil wahdatahu wa aanis wahsyatahu wa aamin raw'atahu wa askin ilayhi min rahmatika rahmatan yastaghnii bihaa 'an rahmati man siwaaka wa ahliqhu bi man kaana yatawallaah (Ya Allah, sayangilah keterasingannya, sertailah kesendiriannya, temani kesepiannya, tentramkan keresahannya, curahkan kepadanya kasih-Mu dengan kasih yang membuatnya tidak memerlukan kasih siapa pun selain Engkau dan gabungkan dia dengan orang yang sebelumnya ia ikuti (sayang)."
Kesepian itu sebuah penderitaan yang luar biasa. Sudah sedemikian sepi, didatangkan kawan-kawan yang mengerikan. Dalam buku Journey to the Unseen setelah jenazah dibaringkan di lubang kubur, ia menyaksikan siapa yang menguburkannya. Dan dia heran, di antara pengantar jenazah itu banyak sekali binatang buas. Dan anehnya, pengantar yang lain itu seperti acuh saja, seakan tak takut pada binatang-binatang buas itu bersama mereka. Sebetulnya binatang-binatang itu para pengantar jenazah juga. Bisa jadi itu wujud amal-amal buruk atau bentuk malakut dari orang-orang yang me ngantarkan jenazah. Kita pun mempunyai bentuk-bentuk tertentu di alam malakut. Bentuk itu bergantung kepada amal-amal yang kita lakukan atau tergantung pada diri kita. Kalau kita rakus , hanya mengejar-ngejar kenikmatan sensual (jaamaniah), bentuk kita di alam malakut adalah babi--khanaazir, kalau kita pendendam, suka iri hati, senang menyerang dan menyakiti orang lain, insya Allah bentuk kita di alam malakut itu berwujud binatang buas seperti serigala. Karena itulah kita dianjurkan berwudhu sebelum mengantar jenazah, supaya tidak membuat ruh itu takut melihat kita.
Kita bisa melihat wajah kita di alam mulk itu lewat cermin, tapi kita tidak pernah mendapat kesempatan melihat bentuk kita di alam malakut, kecuali nanti setelah menghembuskan nafas terakhir. Yang pertama kali kita lihat adalah diri kita sendiri. Firman Tuhan, "Kami singkapkan tirai yang menutupmu, tiba-tiba pandangan kamu menjadi tajam." (QS Qaaf [50]: 22). Setelah itu, kita akan melihat keluarga kita di alam malakut yang sebenarnya.
Dalam buku itu, yang didasarkan pada ayat-ayat al-Quran dan hadis, dikisahkan seorang bapak yang sudah menempuh perjalanan panjang. Ia sampai pada suatu kemah. Anaknya sudah lama menunggunya di situ. Ia kebetulan mati dalam usia muda. Karena dosanya tidak terlalu banyak, ia cepat menempuh perjalanan itu. Bapaknya yang lebih lama di dunia ini, lebih lama juga perjalanannya. Sekali lagi, yang menentukan lama tidaknya di alam barzakh itu amal-amal kita di dunia. Di alam barzakh itu satuan waktunya adalah dosa-dosa kita. Makin banyak dosa, makin lama pula perjalanan yang kita tempuh.
Tidak benarlah orang yang mengatakan Allah itu tidak adil. orang yang sudah mati sejak ribuan tahun yang lalu berada di alam barzakh lebih lama dari orang yang mati semenit sebelum kiamat. Menurut mereka, Allah tidak adil karena menahan orang-orang purba lebih lama dari orang-orang yang paling terakhir mati . Pemikiran seperti itu muncul karena mereka menggunakan ukuran lama di bumi untuk mengukur lama di alam kubur.
Wamaa taufiqii illa billah, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib (Hud [11]: 88). Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali. ***
Sumber dari buku Memaknai Kematian karya Jalaluddin Rakhmat