وَمَن يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
Pada hari ini, Allah yang Mahakasih mengantarkan kita kembali pada Lebaran lagi, pada hari Raya Idul Fitri lagi. Lebaran ini adalah Lebaran yang kedua puluh kali, ketiga puluh kali, keempat puluh kali, kelima puluh kali, keenam puluh kali, atau ketujuh puluh kali dalam perjalanan hidup kita. Tengoklah ke kanan dan kiri kita.
Kenangkan orang-orang yang tahun atau beberapa tahun yang lalu berlebaran bersama kita, menghamparkan sajadahnya di samping kita, atau mengumandangkan takbirnya bersama kita. Tapi Lebaran ini mereka tidak lagi bersama kita.
Tahun yang lalu atau beberapa tahun yang lalu adalah Lebaran terakhir bagi mereka. Mereka tidak lagi hadir di tempat ini. Tidak kita lihat lagi senyum bahagia mereka. Tidak kita dengar lagi tawa dan canda mereka. Tidak kita cium lagi wewangian mereka. Tidak kita rasakan lagi sentuhan tangan mereka. Mereka telah kembali ke pangkuan kasih Yang Mahasuci.
Pada pagi yang penuh berkah ini, marilah kita hantarkan kepada mereka doa kita yang tulus, lembutkan hatimu dan biarkan air matamu mengalir, karena pada kelembutan hatimu, Allah swt membuka pintu ijabah-Nya. Gumamkan dari kedalaman hatimu:
Allahumma adkhil ‘ala ahlil quburis surur! Ya Allah, antarkan kebahagiaan kepada para penghuni kubur.
As-Salamu ‘alaikum ya Ahlal Qubur. Antum lanaa salaf wa inna insya Allah bikum laahiquun. Salam sejahtera bagi kalian wahai para penghuni kubur. Kalian telah mendahului kami dan insya Allah kami akan menyusul kalian.
Hari ini kita menangisi mereka. Pada tahun ini atau tahun-tahun mendatang kita yang akan ditangisi. Hari ini kita kehilangan mereka. Pada tahun ini atau tahun-tahun mendatang sanak saudara dan handai taulan akan kehilangan kita. Lebaran yang akan datang boleh jadi kita tidak lagi berlebaran bersama mereka.
نفس المرء خطاه الي اجله- نهج البلاغة الحكمة 74
“Setiap tarikan nafasmu adalah ayunan langkah kakimu ke kuburanmu,” kata Imam Ali as.
Hadirin dan hadirat, ‘Aidin dan ‘Aidat
Ujung hidup kita adalah kematian. Kita adalah buah-buah yang siap dipetik Malakal Maut. Giliran berikutnya bukanlah mereka yang sudah mendahului kita. Giliran berikutnya adalah kita semua. Dan maut tidak membeda-bedakan usia. Tua muda, laki perempuan, dewasa atau anak kecil.
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ
عَلَىٰ أَن نُّبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ وَنُنشِئَكُمْ فِي مَا لَا تَعْلَمُونَ
Kami telah menentukan kematian untuk kalian dan Kami tidak bisa dilawan,
Untuk menggantikan orang-orang seperti kalian (di dunia) dan menciptakan kalian (kelak di hari akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.
Hadirin dan hadirat
Setiap kali kita disentakkan oleh berita orang yang meninggal dunia, kita ucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”, kita semua kepunyaan Allah dan kita semua akan kembali kepada-Nya. Kita semua dikirim ke dunia dengan membawa tugas yang mulia; menanggung missi yang suci. Kita tidak dihadirkan ke bumi untuk sesuatu yang sia-sia; bukan sekedar bermain-main tanpa tujuan. Kita semua hadir di sini dengan membawa amanah yang agung.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalnya. Dialah yang Maha Santun dan Maha Pengampun.
Nanti kita kembali lagi kepada-Nya. Seperti anak-anak yang kembali kepada ibu-Nya, insya Allah kita kembali ke dalam pelukan kasih-sayang-Nya.
Kita boleh jadi meninggal dalam berbagai tempat dan berbeda waktu. Setelah kita meninggal, kita akan dibangkitkan pada tempat yang sama dan waktu yang sama.
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُم مِّنَ الْأَجْدَاثِ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يَنسِلُونَ
Dan ditiuplah sangkakala. Lalu mereka berhamburan dari kuburannya menuju Tuhannya.
Hanya satu teriakan dahsyat, maka mereka semua secara serentak akan dihadapkan kepada Kami.
إِن كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُونَ
Hadirin dan hadirat
Bayangkan kalian baru dibangkitkan dari kuburan kalian. Kalian menjerit ketakutan: Siapa yang membangunkan kami dari tidur panjang kami? Inilah yang telah dijanjikan Tuhan yang Mahakasih dan benarlah para utusan. Kalian berada di padang mahsyar yang tidak terhingga. Kalian dihempaskan dalam pengadilan Yang Mahakuasa. Hamparan bumi diterangi cahaya Tuhan dan malaikat dengan muka-muka yang garang berdiri dalam barisan-barisan. Tiba-tiba seperti gelegar halilintar, disampaikan firman Tuhan yang Mahaakbar:
فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ
فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيْهِم بِعِلْمٍ ۖ وَمَا كُنَّا غَائِبِينَ
Kami sungguh akan memeriksa orang-orang yang didatangi para utusan, dan sungguh akan Kami tanya juga para utusan. Akan Kami ungkapkan di hadapan mereka apa yang mereka lakukan dengan pengetahuan, dan Kami tidak pernah kehilangan perhatian.
Hatta para Rasul pun ketika ditanya Tuhan, karena dahsyatnya pertanyaan Tuhan, hati mereka berguncang dan seluruh ilmu mereka hilang. Mereka hanya berkata pelan. Mereka hanya berkata: “Kami tidak memiliki pengetahuan apa pun. Engkau sajalah yang Maha Mengetahui yang Gaib. “
قَالُوا لَا عِلْمَ لَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
Jika para Rasul, kekasih Tuhan saja, tidak sanggup menjawab pertanyaan Tuhan, bagaimana jawaban kalian yang setiap jam menambah dosa dan kemaksiatan.
Apa yang akan ditanyakan Allah swt pada kalian?
وروى باسناده عن أبي برزة قال: «قال رسول الله صلّى الله عليه وآله وسلّم ونحن جلوس ذات يوم: والذي نفسي بيده لا تزول قدم عبد يوم القيامة حتى يسأله الله تبارك وتعالى عن أربع: عن عمره فيما أفناه، وعن جسده فميا أبلاه، وعن ماله فيما اكتسبه وفيما أنفقه، وعن حبنا أهل البيت
Menurut sahabat Abu Barzah, “Rasulullah saw bersabda ketika kami duduk pada suatu hari di hadapannya: Demi yang jiwaku ada di Tangannya, tidak akan bergeser telapak kaki seorang manusia pada hari kiamat sampai ia ditanya Allah tabaraka wa ta’ala tentang empat hal: Dari umurnya, untuk apa ia habiskan; dari tubuhnya untuk apa ia gunakan; dari hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan; dan terakhir, dari kecintaannya kepada kami, keluarga Nabi saw?“
Mungkin kalian bisa menjawab tiga pertanyaan pertama: kalian telah menghabiskan umur kalian untuk mensyukuri anugrah Tuhan dan bersabar atas ujian-Nya; kalian telah gunakan tubuh kalian untuk mengabdi kepada Tuhan dan melayani sesama; kalian telah berusaha mencari nafkah yang halal dan membiayai keluarga atau menginfakkannya di jalan Allah. Tetapi apa yang akan kalian jawab terhadap pertanyaan: Apakah kalian telah mencintai keluarga Nabi saw? Apakah kalian telah menegakkan agama kalian di atas kecintaan kepada Ahlul Bait?
Tapi sebelum itu semua. Jawablah pertanyaaan yang paling penting: Apakah kalian kenal Ahlul Bait? Siapa Keluarga Nabi saw yang harus diikuti itu?
فقال له عمر بن الخطاب: فما آية حبّكم من بعدكم؟ قال: فوضع يده على رأس علي وهو الى جانبه. وقال: ان حبّي من بعدي حب هذا، وطاعته طاعتي ومخالفته مخالفتي . . »
Sesudah Nabi saw menyampaikan kewajiban untuk mencintai Nabi saw, kewajiban yang akan diminta pertanggunganjawabnya pada hari kiamat, Umar bin Khatab bertanya: Apa tanda kecintaan kepadamu sepeninggalmu? Rasulullah saw meletakkan tangannya yang mulia di atas kepala Ali bin Abi Thalib, yang berada di sampingnya: “Mencintai aku ialah mencintai orang ini. Mentaatinya sama dengan mentaatiku dan menentangnya sama dengan menentang aku.”
Hadirin dan hadirat
Kita tidak bisa menghapalkan jawaban soal itu sekarang. Pada hari akhirat nanti semua mulut terkunci.
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Kita harus membuktikan kecintaan kita kepada Nabi saw dan Keluarganya tidak dengan mulut-mulut kita, tetapi dengan tangan dan kaki kita. Kita harus menutup rapat mulut-mulut kita ketika “mereka bermaksud untuk memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, karena Allah akan menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya.”
Karena itu, mulai hari ini julurkan tangan kita untuk menarik tangan-tangan kaum muslimin agar berpegang teguh pada tangan Amirul Mukminin, kepada tangan yang diangkat Nabi saw pada hari al-Ghadir: Man kuntu mawlaah fahaza ‘Aliyyun mawlah! Mari kita gunakan tangan kita untuk mengayuh Perahu Keselamatan, Safinatun Najah, perahu keluarga Nabi saw, menuju tepian samudra kasih sayang Tuhan. Mari kita siapkan tangan kita untuk membantu dan melindungi para pecinta Ahlul Bait as. Mari kita salami orang-orang yang menyebarkan senyuman Sang Nabi saw. Sehingga tangan kita menjadi saksi di hadapan Nabi saw bahwa kita mencintainya dan mencintai keluarganya.
Mulai hari ini mari kita ayunkan langkah kita, bersama para imam, di jalan Cinta Nabi saw. Ayunan langkah kaki kita bukan saja menuju ajal kita, tetapi nun jauh di ufuk kerinduan, kita menuju senyuman al-Mushtafa. Pada hembusan nafas kita yang terakhir, kita berdoa mudah-mudahan Nabi saw yang mulia memberikan kita cawan minuman dari telaga al-Kautsar, sehingga kita tidak lagi kehausan selama-lamanya.