Jawabannya: pertanyaan itu keliru. Mengapa? Karena Imam afs tidak pernah pergi. Imam mendengar setiap kata. Sebelum kita merindu, Imam afs telah jauh terlebih dulu. Sebelum kita bertanya ‘di mana’, Imam afs telah memberi jawabannya. Imam berada pada hati yang tanpa dosa, pada mereka yang berusaha menjaga akhlak mulia.
Ya Allah, setiap nishfu menjelang, setiap bulan suci datang, kami memohon maaf sesama. Bagaimana kami memohon maaf kepadamu Ya Imam. Bagaimana mungkin kami menebus kesalahan kami. Kifarat apa yang harus kami lakukan? Alih-alih merindukan, kami memperlambat kehadiran. Dosa kami berlipat-lipat karenanya.
AmpunanMu...
perkenanmu...
maafkan kami wahai tercinta
maafkan kami membuatmu menunda
karena kami, Mawla menunggu lebih lama.
Bukan di mana sekarang Imam afs berada, melainkan “di mana sekarang kau berada? Sehingga Imam tak hadir di ujung mata. Sehingga Imam tak hadir di relung jiwa.
Di manakah sekarang, kau berada?
Dua
Izinkan kusampaikan padamu sesuatu tentang dosa. Tentang perilaku yang membuat bentang melebar dengan Mawla. Tahukah kita teladan tercinta merintih, di sayup dini hari melantun untaian pedih: “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mengubah karunia...”
Ampuni dosa-dosaku yang mengubah karunia. Demikian Imam Ali as berdoa. Dosa yang bagaimana Ya Imam? Pada hal seperti apakah tanganmu tengadah, memohon ampunan Mahasuci yang disembah, sedangkan semua perilakumu indah?
Sebagian berkata: Imam sedang mengajarkan adab berdoa pada kita. Ya, benar setiap jengkal kehidupan Imam as memang adalah teladan teramat luhurnya. Akan tetapi, bagaimana dengan tangis itu? Mengapa merintih pilu seperti itu? Jawabannya: karena ada yang Imam tangisi. Karena ada ‘dosa’ yang mohon diampuni. Karena ada sesal. Karena ada rasa yang tertinggal. Bagaimana mungkin?
Saudara, yang disebut dosa itu bertingkat macamnya. Dosa pertama, meninggalkan perintah. Tidak shalat, maka dihukumi dosa. Tingkat berikutnya: meninggalkan yang lebih utama. Tidak shalat di awal waktu, maka jatuh pada ‘dosa’. Tidak menggemarkan berjamaah, maka jatuh pada ‘dosa’. Perhatikan bagaimana ada tanda kutip pada dosa. Permohonan ampunan kita pada Dia, bertingkat setiap saatnya. Takkan pernah habis, takkan pernah usai. Selamanya.
Lalu, dosa apakah yang Imam as tangisi. Kedua dosa di atas, jauhlah Imam as dari melakukannya. Ada dosa ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Dan seterusnya.
Dosa ketiga, ketika akhlak baik tak menjelma. Bukan karena berakhlak buruk, melainkan hati yang tak cukup peka. Manakala kita nikmat tertawa, dan lupa pada mereka yang menderita. Saat ketika dalam doa, yang teraniaya tak terucap serta. Atau makanan yang tidak kita habiskan, padahal tak jauh dari tempat kita ada yang kelaparan...
Ya Allah, bagaimana kami memohon ampun dari semua dosa itu...bagaimana kami bisa selamat, di hari penuh pertanggungjawaban itu...?
AmpunanMu Ya Allah
AmpunanMu.
AmpunanMu...
Makkah, mawlid al-Hujjah afs, 1439 H.
@miftahrakhmat