Ceritanya ada seorang pedagang yang merasa heran karena dagangannya bangkrut, padahal seluruh kewajiban sudah dipenuhinya. Ia sudah membayar zakat, infak, dan seluruh kewajiban-kewajiban yang dibrikan Allah kepadanya sebagai orang kaya sudah ia penuhi. Maka tidak ada jalan keluar ini dari kebangkrutan dagangannya kecuali bertanya. Ia datang ke Konya dan ia mencari-cari ulama yang kira-kira punya makrifat dan bisa memberikan nasihat untuk mengobati gangguan ekonominya.
Mula-mula ia dibawa kepada seorang ulama yang sangat dekat dengan raja. Ia mempersiapkan hadiah yang besar untuk ulama itu. Dahulu ada kebiasaan kalau orang mau bertemu ulama mereka kirimkan hadiah sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Quran kepada sahabat kalau mereka mau berjumpa dengan Rasulullah Saw. Mereka harus bersedekah lebih dahulu. Jadi, ulama dahulu biasanya menerima tamunya dan sekaligus hadiahnya.
Ulama sekarang kalau saya menyebut diri saya ulama, kalau ada tamu saya harus mempersiapkan hadiah buat mereka. Hampir setiap tamu yang datang kepada saya ujung-ujungnya ialah memohonkan hadiah. Saya tidak bermaksud menggerutu, tapi tampaknya ada perbedaan sikap ulama dari dulu sampai sekarang. Ulama dahulu memang didatangi untuk memecahkan persoalan-persoalan kehidupan sesuai dengan tuntunan agama.
Jadi, ia dibawa ke rumah ulama. Rumah ulama itu sangat besar dan ia melewati lorong-lorong yang sempit sampai ketemu ulamanya di ujung lorong. Kata pedagang dari Tabriz itu, “apa kamu tidak salah bawa? Aku minta dibawa kepada ulama kamu bawa ini kepada pejabat.” Dahulu rumah ulama yang dekat dengan pejabat atau penguasa rata-rata rumahnya besar.
Pedagang dari Tabriz itu tidak percaya. “Saya mau balik lagi. Tolong carikan yang benar-benar ulama,” ujarnya.
“Kalau begitu,” kata sang pengantar, “besok kita temui Jalaluddin Rumi.” Rumi merupakan seorang ulama yang zuhud. Esoknya pedagang dari Tabriz itu datang membawa 200 keping emas sebagai hadiah. Ketika tiba di rumah yang dituju, Jalaluddin Rumi sedang baca kitab menghadap ke tembok. Pedagang itu datang melewati pintu kemudian mengucapkan salam. Jalaluddin Rumi menjawab salam sambil tidak berbalik dari tembok karena sedang membaca bukunya. Rumi langsung berkata: “Uang yang 200 keping itu kau berikan kepada fakir miskin di tempat-tempat sekitar ini. Aku tahu kau datang ke sini karena yang hilang berkali-kali dari 200 keping yang kau mau sedekahkan itu.”
Dia tercengang bahwa ternyata Rumi telah mengetahuinya. Kemudian Rumi berbalik dan berkata kepadanya, “Usaha kamu terhambat karena dahulu engkau pernah datang ke negeri Farangi (Perancis) dan kau melewati seorang darwis yang beragama Nasrani dalam keadaan penuh debu berbaring di pinggir jalan. Kau melewatinya dan meludahinya. Kalau kamu tidak percaya, kamu lihat ke tembok itu.”
Jalaluddin Rumi mengusapkan tangannya ke tembok dan betul ia melihat waktu itu ia melangkah di sebuah pasar menemukan seorang fakir yang tidur dalam keadaan penuh debu dan bau sehingga dia kepaksa meludahnya.
“Engkau sudah meludahi salah seorang di antara waliyullah. Kamu hanya bisa menyelesaikan persoalan kamu kalau kamu balik lagi ke situ dan turunlah dari kendaraanmu kau peluk dia. Kau minta maaf kepadanya dan bersihkan tubuh dia yang penuh debu dengan linangan air matamu,” kata Rumi.
Singkat cerita, pedagang itu datang menemui darwis. Anehnya, ketika tiba darwis itu berkata, “Sampaikan salamku kepada Jalal.” Kemudian darwis itu berdiri dan menari seperti tarian tarekat Maulawi.
Dari kisah tersebut menunjukkan beberapa hal. Pertama, mungkin yang menyenangkan kita ialah bahwa di antara para waliyullah ada hubungan telekomunikasi melalui alam malakut. Untuk saudara ketahui waktu itu belum ada SMS dan belum ada telepon.
Kedua, bahwa dosa yang kita lakukan di dunia ini akan berpengaruh kepada kehidupan kita di dunia. Kalau kita menyakiti hati orang lain dan kalau berbuat zalim kepada orang lain maka kezaliman yang kita lakukan itu akan menimpa kepada kita.
Dahulu ada orang yang rada sotoy berdebat. Orang itu berkata bahwa tidak mungkin ada adzab kubur. Tidak benar itu doa Allahumma inni ‘audzubika min ‘adzabil qabri. Tidak ada adzab kubur itu karena adzab dan pahala ada nanti pada hari akhirat. Jadi, di dunia dan alam kubur belum masuk akhirat maka tidak ada ‘adzabul qabri. Itu pernyataan seorang kawan yang kalau bertemu saya selalu berkata: audzubika min ‘adzabil korpri. Waktu itu saya menjadi pegawai negeri dan beliau menolak untuk menjadi pegawai negeri sampai akhir hayatnya.
Saya percaya bahwa adzab Allah itu sudah ada sejak di dunia ini juga sampai hari akhirat nanti. Apa dalilnya bahwa di dunia juga sudah ada adzab Allah? Apalagi di alam kubur nanti. Di dunia juga sudah ada adzab. Allah Swt berfirman: dhaharal fasaadu fil barri wal bahri bimaa kasabat aidinnaas. Telah terjadi kerusakan di daratan dan lautan karena dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia. Ini pertama.
Yang kedua dalam surah Asyuuraa [42] ayat 40: wajaazau sayyiatin sayyiatun mitsluha fain ‘afaa wa ashlaha fa ajruhuu ‘alallahi innahuu laa yuhibbudzaalimiin; dan balasan keburukan itu keburukan juga. Kalau kamu berbuat buruk dibalas dengan keburukan juga yang seperti itu. Namun, barangsiapa yang memaafkan dan mensalehkan, memperbaikinya mengishlahkan, maka pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim. Ayat ini sebetulnya berkaitan dengan masalah qishas. Qishas itu hukum abadi sejak perjanjian lama; hukum Taurat ditegaskan kalau kita melukai orang pada matanya itu harus dibalas dengan mata lagi. Tapi kalau dimaafkan dan kemudian kalau kita perbaiki maka ia akan memperoleh pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim. Memang boleh membalas dengan balasan yang setimpal. Itu hukum Tuhan yang dikenakan juga kepada kita. Tapi hukum alam semesta juga sama bahwa alam semesta juga diatur. Jadi, kalau kita berbuat buruk dia akan menuai keburukan itu.
Kata orang Sunda: lamun urang melak cabe, cabe deui hasilna; lamun urang melak bonteng, bonteng deui hasilna. Lamun urang melak hade, hade deui hasilna; lamun urang melak goreng, goreng deui hasilna. Maksudnya, apa yang kita tanam itulah yang kita petik. Kalau kita memetik cabe, cabe juga yang kita peroleh. Kalu kita memetik mentimun, mentimun juga kita peroleh. Kalau kita menanam keburukan juga akan kita peroleh keburukan. Kalau kita berbuat baik, kita akan mendapat kebaikan juga.
Padanan pepatah orang Sunda itu sesuai dengan ayat dalam surah Ar-Rahman yang berbunyi: hal jazaaul ihsaan illal ihsaan, apalagi balasan kebaikan kecuali kebaikan lagi.
Cuma balasannya untuk dosa itu tidak selalu seperti itu. Jadi, kalau kita mencubit orang lain tidak selalu kita dicubit lagi. Mungkin balasannya ditempeleng. Macam-macam balasannya.
Kemudian ayat yang kedua yang menjadi dalil bahwa kalau kita berbuat buruk di dunia ini kita akan dibalas juga dengan keburukan: laisa bia amaniyyikum walaa amaniyyi ahlil kitaabi man ya’mal suuan yujza bihii walaa yazid lahu minduunillaahi waliyyan walaa nasiira. Ayat ini sebelumnya bercerita tentang kebanggaan orang-orang Yahudi bahwa hanya orang Yahudi saja yang masuk surga. Orang-orang Nasrani juga bangga bahwa hanya orang Nasrani saja yang masuk surga dan orang-orang di antara kamu, maksudnya di antara orang-orang Islam yang tidak punya ilmu juga berkata bahwa hanya kamilah yang masuk surga.
Dalam al-Quran masuk surga atau tidak itu laisa bi amaniyyikum, bukan angan-angan kamu, walaa amaaniyyi ahlil kitaab, dan juga bukan angan-angan ahli kitab.
Saya kutip Tafsir Mafaatihul Ghaib dari Al-Fakhrurrazi ketika menjelaskan ayat itu. Dari Aisyah ra bahwa seorang lelaki membacakan ayat ini, apakah kita akan dibalas semua yang kita lakukan? Kalau begitu laqad halaknaa, sekiranya kita dibalas atas dosa-dosa yang kita lakukan kita semua pasti sudah binasa. Maka sampailah pembicaraan itu pada Nabi Muhammad Saw dan beliau berkata: Yujzal mu’minu fiddunya bimusiibatihii fii jasadihii wamaa yu-dziihi. Jadi, kalau orang mukmin berbuat dosa di dunia ini, juga dia dibalas. Dia diberi balasan dengan musibah di dalam tubuhnya dan apa-apa yang menyakitkan dia.
Dari Abu Hurairah, ketika turun ayat ini kami menangis dan kami merasa sedih sekali lalu kami berkata ya Rasulallah kalau mendengar ayat ini tidak ada yang bakal selamat di antara kita seorangpun juga sedikit pun. Maksudnya, mereka takut kalau seluruh keburukan itu dibalas pada hari kiamat mereka celaka semua. Maka Nabi Muhammad saw menghiburnya dengan berkata: berbahagialah kamu karena tidak menimpa musibah yang menimpa kepada kamu di dunia ini kecualai Allah jadikan itu sebagai kifarat terhadap dosa-dosanya sampai duri yang menusuk telapak kakinya.
Dalam kitab Ghurur al-Hikam no. 406, dari Amiiril Mukminiin Ali bin Abi Thalib salamullahi alaihi, ia berkata: aqbaahul ma’ashii qatiiatirrahimi wal ‘uquuqu. Maksiat yang paling buruk ialah maksiat memutuskan silaturahmi dan durhaka kepada orang tua. Dalam riwayat lain disebutkan, ada dua dosa yang Allah segerakan siksanya di dunia ini, yaitu memutuskan silaturahmi dan durhaka kepada kedua orang tua. Itu Allah dahulukan di dunia ini.
Dan dari Imam Ali kita diajarkan doa yang menunjukkan akibat-akibat dosa di dunia ini. Doa ini adalah permulaan doa Kumayl, yaitu Allahummaghfir liadzunuuballati tughayyirunni’am, ya Allah ampuni dosa-dosaku yang mengubah kenikmatan. Asalnya diberi nikmat Allah ambil kembali nikmat itu. Allahummaghfir liayadzunuuballatii tunzilul balaa, ya Allah ampuni dosa-dosaku yang menyebabkan turunnya bala (bencana). Apa saja dosa yang menyebabkan turunnya bencana? Apa saja dosa-dosa yang menyebabkan mempercepat kematian kita? Apa saja sosa-dosa yang menyebabkan Allah menurunkan bala kepada kita?
Suatu saat Imam Ali membaca doa: Audzubillahi minadzunuubillati tu’ajjilul fanaa, ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari dosa-dosa yang mempercepat kematian.
Berdirilah Abdullah bin Al-Kawwad Asysyukri dan berkata: Wahai Amiril Mukminiin, apa ada dosa yang mempercepat kematian?
Yang ditanya menjawab: Benar. Celakalah kamu yang memutuskan persaudaraan, memecah belah persatuan, menimbulkan permusuhan di antara orang-orang yang bersahabat, itu akan mempercepat kematian.
Ada satu keluarga. Mereka berkumpul dan saling membantu. Saling memberi. Saling menyapa. Saling menghargai, padahal mereka itu orang-orang fasik. Walau pun fasik, tetapi dia senang menjalin silaturahmi di antara keluarganya. Lalu, Allah anugerahkan rizki kepada mereka.
Ada juga sebuah keluarga mereka cerai berai dan saling memutuskan persaudaraan di antara mereka. Lalu, Allah haramkan anugerah Allah kepadanya. Rizki itu di dalam bahasa al-Quran itu bukan hanya duit, termasuk juga tanah kalau kita diberi tanah. Dalam agama Islam, rizki itu termasuk ilmu. Sehingga kita berdoa: Tuhan tambahkan kepadaku pengetahuan dan anugerahkan kepadaku pemahaman.
Ini satu hadis lagi kita kutip dari kitab Biharul Anwar bahwa ada orang yang menyambungkan silaturahminya, padahal sisa umurnya tinggal tiga tahun lagi. Kemudian Allah ubah usianya menjadi tiga puluh tahun lagi. Ada orang yang memutuskan silaturahmi, yang dalam catatan ajalnya dia ada sisa umur tiga puluh tahun lagi, kemudian Allah mengurangi usianya menjadi tiga tahun.
Mungkin ada orang bertanya, bukankah ajal itu sudah ditentukan? Masih dalam hadis, Rasulullah saw bersabda: Allah itu menghapus ketentuan-Nya dan menetapkan ketentuan-Nya seperti yang dia kehendaki. Jadi, yang disebut menghapus, itu berarti sudah ditetapkan sebelumnya karena kita tidak pernah mengahapus yang tidak pernah dituliskan. Yang ini sudah dituliskan usianya tinggal tigapuluh tahun lagi dalam lauhil mahfudh.Namun karena dia memutuskan silaturahmi, maka Allah kurangi menjadi tinggal tiga tahun lagi.
Karen itu, sekarang saatnya untuk rajin menyambungkan silaturahim. Bukan hanya berkunjung, tetapi juga saling memberikan bantuan dan saling memberikan hadiah. Nabi Muhammad saw bersabda: kamu tidak akan masuk surga sampai kamu saling mencintai. Saling memberi hadiahlah kamu, supaya kamu saling mencintai.
Apa saja yang memutuskan silaturahmi? Memutuskan silaturahmi, yaitu mencaci maki orang, marah-marah atau menahan harta untuk tidak kita berikan untuk membantu dia. Itu akan mempercepat kematian. Penelitian ilmiah membuktikan kalau saudara marah maka akan cepat mati, kalau tidak percaya saudara di bulan Ramadahan biasanya rada sensitif. Setiap hari saudara marah dan insya Allah sebelum habis Ramadhan kami akan mengantarkan jenazah saudara karena marah-marah akan mempercepat kematian.
Saya menemukan kutipan: kalau kamu marah, satu menit kemarahan itu menghancurkan 60 detik kebahagiaan. Boleh dihitung satu menit kemarahan itu menghancurkan 60 detik kebahagiaan, detik-detik kebahagiaan akan hancur. Bayangkan kalau marahnya satu jam berarti Anda menghancurkan 3600 kebahagiaan.
Di bulan ini kita usahakan untuk menahan marah pada saat kita secara fisik memang sangat sensitif dan mudah marah. Sekarang kalau Anda mau marah, ingat nyawa Anda terancam. Termasuk juga orang yang memelihara permusuhan juga akan cepat mati.
Saya punya sebuah buku yang menceritakan bagaimana kemarahan kebencian mempercepat kematian kita. Tergantung bagaimana kematian juga ukurannya. Ini kita akan bicarakan pada waktu yang akan datang.
Rincian dosa-dosa yang ada dalam doa Kumayl, kita kutip dari Imam Ja’far Ash-Shadiq as dari kitab Ma’anil Akhbar Asyaikh Ashaduq (halaman 269-271).
Adzdzunuubu Alladzi tughayyirun ni’am, albaghyu. Dosa-dosa yang akan mengubah kesenangan kita jadi penderitaan, mengubah nikmat Allah menjadi nikmat, menjadi bencana, adalah al-baghyu. Definisi al-baghyi, dalam kamus-kamus disebutkan bisa berbuat aniaya, berbuat dzalim. Tapi karena nanti ada kata dzalim juga di sini pada nomor tiga ini, maka al-baghyu, di sini itu ialah menganiaya atau menyakiti hati orang atau tingkah laku yang melanggar batas. Kata al-baghyu sendiri artinya melanggar batas.
Fa in baghat ihdaahumaa alal ukhra faqaatilullatii tabghi hatta tafiia ilaa amrillah. Kalau ada satu kelompok Islam bertempur. Bisa saja dua orang Islam itu berkelahi, tapi tetap al-Quran menyebutnya mukmin. Al-Quran tidak menyebutnya kafir. Kita saja kalau kita sebut orang Islam yang tidak sepaham kita sebut kafir, tapi al-Quran menyebutnya mukmin.
Wa in thaaifataani minal mu’miniinaqtataluu fa ashlihuu bainahuma, fa in baghat. Dan kalau salah satu di antaranya melanggar batas. Perbuatan melanggar batas itu akan menyebabkan berubahnya nikmat.
Dosa-dosa yang menimbulkan penyesalan terus-menerus adalah membunuh. Dosa-dosa yang menyebabkan turunya bencana adalah kedzaliman. Dosa yang meruntuhkan penjagaan kita. Kita ini sebetulnya dijaga oleh Allah. Katanya ada 70 kali penjagaan, kalau sekali minum khamar runtulah seluruh penjagaan itu. Dosa-dosa yang menghambat rizki, yang mengurangi rizki itu zinah. Dosa-dosa yang mempercepat kematian adalah memutuskan silaturahmi. Dosa-dosa yang menghambat sampainya doa dan menjerumuskan dalam jurang hawa nafsu ialah durhaka kepada orangtua.
[Naskah ditranskrip oleh Ade Saepulloh dari Kajian Islam setiap Selasa Malam Rabu bersama Dr. KH. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc]