“Betulkah hadis yang menyatakan bahwa barangsiapa melakukan Shalat Tarawih dan Puasa dengan iman dan ikhlas ia akan diampuni dari dosa-dosanya yang lalu dan yang kemudian.”
Aku menjawab: Betul.
“Alhamdulillah, Ustadz, betapa besarnya kasih sayang Allah. Saya berharap karena sekarang saya taraweh dan berpuasa sambil umrah, Tuhan akan memutihkan semua dosa saya. Pengadilan mungkin masih akan menuntut saya, tapi Tuhan sudah mengampuni. Itu yang penting bagi saya.”
Aku melaporkan percakapan ini verbatim. Aku hanya menyampaikan maknanya. Hal yang sama mungkin diyakini oleh banyak koruptor dalam hatinya; tapi ia tidak menyampaikannya pada orang lain. Mereka yakin bahwa semua kemaksiatan mereka, termasuk merampas hak rakyat atau berbuat zalim akan dibersihkan dengan ibadah-ibadah ritual seperti Shalat, puasa, haji dan umrah.
Tiba-tiba aku tersentak. Seperti sebuah epifani. Mungkin hadis-hadis seperti itulah yang membuat kita menjadi sangat mudah berbuat dosa. Sebarkan fitnah tentang orang yang kita benci karena iri hati. Sakiti hati orang dengan sumpah serapah kita. Atur pengadilan supaya kita bisa mengambil milik orang lain. Buat kerjasama dengan berbagai pihak untuk memperoleh keuntungan besar, walaupun menyengsarakan rakyat banyak. Lakukan “mark up” dalam anggaran dan “mark down” dalam pelaksanaan. Sesudah itu semua, setahun sekali kerjakan puasa dan taraweh, haji dan umrah. Anda kembali suci!
Enak betul, aku pikir. Koruptor bisa membersihkan uang kotornya dengan cara murah meriah; yakni, umrah di bulan Ramadhan bersama Ustadz yang menghapal puluhan hadis fadhilah atau hadis-hadis penghapus dosa. Tetangga yang menyebarkan gosip dapat mensucikan dirinya dengan shalat lima waktu dan setelah shalat membaca wirid tertentu. “Allah akan mengampuni dosa-dosanya walaupun banyaknya seperti buih di lautan”.
Aku terkejut. Aku juga bingung. Mungkinkah agama yang missi utama Nabinya adalah menyempurnakan kemuliaan akhlak memberikan peluang tindakan imoral dengan pembersihan ritual? Shalat tidak lagi menjadi kekuatan untuk mencegah kekejian dan kemungkaran. Shalat malah menjadi teknik pembenaran. Puasa bukan lagi latihan mengendalikan hawa nafsu. Puasa bahkan menjadi strategi sementara untuk mengerem nafsu sebelum meluncurkannya dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Aku gelisah. Untungnya segera aku ketahui bahwa sandaran para pelaku dosa “laundering” hanyalah hadis-hadis, kebanyakan lemah. Al-Quran tidak pernah menyebut ritus tertentu sebagai penebusan dosa. Al-Quran menerangkan penghapusan dosa sebagai “pahala” dari perjuangan panjang menegakkan ketakwaan. Sebagai misal, “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanKu, yang berperang dan diperangi pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala…” (Ali Imran 195).
Selanjutnya Al-Quran bahkan menyebutkan perbuatan dosa yang dapat menghapuskan dan menghilangkan pahala amal saleh, termasuk sedekah dan haji. Perbuatan ini juga menyebabkan pelakunya dilaknat Allah di dunia dan di akhirat. Perbuatan itu ialah menyakiti manusia. “Janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahkamu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti…” (Al-Baqarah 264); “Barangsiapa berniat melakukan haji di dalamnya maka janganlah ia berkata kotor, berbuat fasik, dan bertengkar pada waktu melakukan haji” (Al-Baqarah 197); “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat dan menyediakan bagi mereka siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (Al-Ahzab 57-58).
Walhasil, bukan umrah bulan Ramadhan yang menghapuskan dosa korupsi, tapi korupsi itu menghapuskan semua pahala umrahnya. Bukan shalat yang menghilangkan dosa gosip, tapi dosa gosiplah yang menghilangkan pahala shalatnya. Bukan puasa yang menebus dosa perbuatan menyakiti hati, tapi perbuatan menyakiti itulah yang meniadakan semua pahala puasa.[]
KH DR Jalaluddin Rakhmat, Ketua Dewan Syura IJABI