(Doa Iftitah)
Allahu akbar 7 x wa lillahi al-hamd.
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang memperedarkan malam dan siang. Segala puji bagi Dia yang menciptakan terang. Segala puji bagi Dia yang dari terang itu memancar segenap kasih sayang. Segala puji bagi Dia yang menghadirkan dari kasih itu, bulan suci Ramadhan. Bulan penuh berkah, rahmah dan ampunan.
Shalawat serta salam terhatur untuk junjungan semua alam, Baginda Nabi besar Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, serta keluarganya yang disucikan dan para sahabat yang beroleh keutamaan.
Hadirin wal hadirat, ‘aidin wal ‘aidat, faaizin wal faaizat.
Pagi ini Idul Fitri menyambut kita dalam penuh rasa syukur. Baru saja di hadapan Yang Maha Kuasa kita tersungkur. Merebahkan dahi kita, dan mengucap takbir kemenangan. Takbir yang disertai keharuan. Takbir yang memekik dalam semangat kasih sayang. Takbir yang kita iringi dengan senyuman.
Tetapi Dialah Allah Ta’ala,
الذي امات و احيىٰ و الذي اضحك و ابكىٰ و الذي اغنيٰ و اقنىٰ
yang menghidupkan dan mematikan kita; yang membuat kita tertawa dan berduka; yang mencukupkan dan membuat kita kaya. Dialah Allah Ta’ala yang menguji kita dalam segala perkara.
Kita bahagia dengan datangnya hari raya. Kita berduka dengan berakhirnya hari-hari puasa. Kita bersyukur sampai pada hari kemenangan. Kita kembali merindukan waktu-waktu sahur yang penuh dengan rintihan. Dalam setiap nikmat, selalu ada ujian.
Khalifah Rasulillah Saw, Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw pernah berkata:
ما رايت نعمة موفورة الا بجانبها حق مضيع
Tidaklah aku lihat ada nikmat yang berkelimpahan, kecuali di sampingnya ada hak yang tidak ditunaikan.
Hari raya ini, di saat bersuka cita, mari mengingat hak sesama saudara yang tersisa.
Di antara ayat yang terakhir turun pada Baginda Nabi Rasulillah Saw adalah Al-Quran Surat az-Zumar ayat 30-31:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ
ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِندَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ
[الجزء: ٢٣ | الزمر ٣٩ | الآية: ٣٠-٣١]
Sesungguhnya engkau (Ya Rasulallah Saw) adalah mayyit dan mereka adalah mayyit pula. Dan sesungguhnya kalian (seluruhnya) pada hari kiamat di sisi Allah akan saling berbantah-bantahan.
Diriwayatkan setelah turun ayat ini, raut muka Baginda Nabi Saw berubah. Rasulullah Saw tampak berbeda. Seakan-akan ada beban berat yang tersisa. Bila ayat itu mengabarkan akan datangnya ketentuan Tuhan, waktu Sang Nabi untuk berpulang ke haribaan, bukankah pertemuan dengan Kekasih Sejati teramat dirindukan? Tetapi mengapa raut muka Baginda Saw seakan menyimpan duka?
Barangkali jawabannya ada pada ayat yang kedua: kelak di hari akhir, semua kita akan saling berbantah-bantahan. Takhtashimun.
Terjemahan Indonesia memilih satu kata untuk itu: berbantah-bantahan. Dari akar katanya dalam Bahasa Arab, takhtashimun punya banyak makna: saling menuntut, saling mengurangi, saling menyudutkan, saling menuntaskan. Apa yang dituntaskan? Hak terhadap sesama.
Bayangkan pengadilan Allah Swt dan setiap orang berusaha beroleh keselamatan. Setiap orang mengadukan setiap kezaliman. Setiap orang mencari setiap peluang kesempatan.
Maka satu sama lain akan saling menuntut. Akan saling menuntaskan.
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ
وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ
وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ
لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
[الجزء: ٣٠ | عبس ٨٠ | الآية: ٣٤-٣٧]
Pada hari ketika lari seseorang dari saudaranya, dari ibunya dan ayahnya, dari (istri), sahabat dan anak-anaknya. Setiap orang hari itu sibuk dengan urusannya.
Bayangkan pengadilan hari akhir dan kita berdiri mempertanggungjawabkan. Ada hak sesama yang tidak kita tunaikan. Ada hak sesama yang tidak kita berikan. Bayangkan pengadilan hari akhir, dan orang-orang terdekat kita menuntut keadilan, mereka mengadukan perbuatan kita di hadapan Tuhan.
Inilah barangkali yang membuat raut Baginda Nabi Saw berbeda. Di hari akhir, manusia akan saling menuntaskan. Dan bukankah Rasulullah Saw teramat pengasih terhadap umatnya dan semesta seluruhnya? Akar kata takhtashimun ke dalam Bahasa Indonesia menjadi kesumat. Untuk menjelaskannya disandingkan kata berikutnya: dendam kesumat.
Maka di hari akhir, segala dendam kesumat itu akan dituntaskan. Segala ganjalan hati akan dibersihkan. Segala perbuatan akan ditampakkan.
Kita bergembira berhari raya. Adakah hak sesama sudah kita tunaikan? Hak orangtua, hak keluarga, hak kerabat dan tetangga, hak anak-anak yatim dan fuqara? Hak para pengungsi yang teraniaya? Hak sesama saudara yang menderita...? Hak guru-guru kita...?
Dalam sukacita lebaran, mari ingat hak sesama yang belum kita tunaikan.
Astaghfirullah al-‘azhim. Astaghfirullah min kulli zhulmi wa jauri wa ishrafii ‘alaa nafsii wa atuubu ilaih. Astaghfirullaha lii wa lakum.
KHUTBAH KEDUA
(Doa pembuka)
Allahu akbar 5 x wa lillahi al-Hamd
Hadirin dan hadirat, ‘aaidin dan ‘aaidat, faaizin dan faaizat.
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ
[الجزء: ١٧ | الأنبياء ٢١ | الآية: ٤٧]
47. Dan Kami akan letakkan timbangan-timbangan keadilan pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (akibat) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.
[Juz 17 | Al-Anbiya (21) | Ayat: 47]
Alkisah, Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw sedang berjalan di sudut kota Kufah. Dari kejauhan tampak olehnya seorang perempuan yang kesulitan membawa kantung air. Ali bergegas menuju, perempuan itu terhuyung dan kantung air itu ia jatuhkan. Ali membantunya. Memintanya beristirahat sejenak. Ali bertanya di mana rumahnya. Perempuan itu memberitahukan alamatnya. Izinkan aku membantumu, ujar Pemimpin Kaum Muslimin itu. Maka kantung air berpindah pundak. Perempuan yang tak mengenali siapa orang yang membantunya itu pun melangkah bersama.
Sesampainya di rumah, anak-anak kecil menyambut ibu mereka. Ali bertanya: di mana suamimu? Perempuan itu menjawab: ia gugur di medan perang. Ali bin Abi Thalib telah membuat anak-anak kami yatim.
Ali terkejut. Ia ketahui kemudian bahwa suami perempuan itu, ayah dari anak-anak itu pernah bergabung dalam pasukannya, berperang untuk Islam bersama dirinya. Raut muka Ali berubah. Ia pamit dan permisi.
Malam itu, Ali menghabiskan waktu dalam ibadah. Semalam suntuk ia menangis. Ia memohon ampunan Allah.
Esok harinya, Ali memikul sekantung gandum, membawanya ke rumah perempuan itu. Para sahabat menawarkan bantuan, tetapi Amirul Mukminin itu berkata: “Siapa yang akan memikulkan bekalku untuk hari akhir nanti?” Ali sendiri yang membawanya.
Di rumah perempuan itu, Ali berkata: ini gandum untukmu. Kau buatkan roti dan aku bermain dengan anak-anakmu, atau aku yang buatkan roti dan kau bermain dengan anak-anakmu. Ia menjawab: aku lebih baik mengolah gandum itu daripadamu. Maka Ali pun bermain dengan anak-anak yatim itu. Ali membawa beberapa butir kurma, melembutkannya, dan mencampurkannya dengan segenggam adonan daging yang dibawanya. Ia sendiri yang menyuapi mereka. Untuk setiap suapan itu Ali berkata: mohonkan ampun pada Allah Ta’ala untuk seorang Ali bin Abi Thalib. Mohonkan ampun pada Allah Ta’ala untuk seorang Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib, pemimpin kaum Mukminin itu, memohon ampun pada Allah Ta’ala atas nasib anak-anak yatim itu. Atas hak yang tidak ditunaikannya. Ia menebusnya dengan kifarat, dengan beristighfar semalam suntuk. Ia menggantinya dengan mengantarkan kantung gandum pada dini hari, menyimpannya di pintu rumah anak-anak yatim itu. Ia lakukan terus menerus hingga akhir hayatnya pada malam 21 bulan suci Ramadhan.
Itu yang dilakukan Ali. Lalu apa yang akan kita lakukan? Teramat banyak hak yang tidak kita tunaikan. Hak orangtua, hak ayah dan bunda. Aduhai bagaimana mungkin membalas semua kebaikan mereka. Hak keluarga, hak kerabat dan tetangga. Baginda Nabi Saw bersabda: tidak henti-hentinya malaikat Jibril as turun kepadaku menceritakan berbuat baik pada tetangga, hatta azhunna annahum minal mawaarits. Seakan-akan tetangga berhak atas hak waris.
Bagaimana mungkin kita menunaikan hak mereka? Yang sakit di antara mereka tidak kita kunjungi. Yang memerlukan di antara mereka tidak kita ketahui. Yang kekurangan di antara mereka tidak kita bantu. Bahkan tegur sapa tidak kita berikan.
Lalu ada hak guru-guru, yang dari mereka kita beroleh ilmu. Hak setiap orang, yang melalui mereka kenikmatan Tuhan alirkan. Hak sesama saudara, hak kaum Muslimin yang menderita, hak para pengungsi di tanah air sendiri...ah, sedikit bekal yang dimiliki, akan dituntut di hari akhir nanti. Ampuni kami ya Allah, ya Tuhan kami.
Maka Allah Ta’ala hadirkan hari Raya. Kita berlebaran dengan mengunjungi handai taulan. Dengan memohon maaf mereka dan perkenan. Kembalilah ke tengah-tengah mereka, yang selama ini kita lupakan karena kesibukan; yang selama ini hak mereka tidak kita berikan.
Tersungkurlah di hadapan orangtua. Mohonkan keikhlasan mereka. Tanpa ridho mereka, berat kaki melangkah di hari kemudian. Bila mereka sudah berpulang, antarkan doa di depan makam mereka dan mohonkan pemaafan. Peluk erat pasangan, anak-anak dan keluarga. Mohon dari mereka kerelaan. Agar kita tidak jadi hamba merugi yang Baginda Nabi Saw sampaikan: yang berdiri di hadapan pengadilan Tuhan, dan anak istri mengadukan kezaliman.
Berlepaslah dari tempat hari raya ini, setelah mengagungkan Dia dan memuji karuniaNya. Temui sanak saudara, sahabat, rekan kerja, guru-guru, mereka yang sering kita lupakan. Yang hadir dalam keseharian. Yang membersihkan sampah yang kita tinggalkan. Yang menjaga keamanan sehingga kita tidur penuh ketenangan. Yang membantu kita. Para petugas yang berjaga. Termasuk pada mereka yang tak berhari raya. Karena terbaring sakit atau menderita. Ingatlah anak-anak yatim, fakir miskin, anak-anak jalanan, para pengungsi yang terusir dari kampung halaman. Mari kita tebarkan kasih sayang dengan saling merelakan.
Meski setelah semua hak itu kita tunaikan, lalu bagaimana menunaikan kewajiban terhadap Sang Utusan? Bagaimana bila Baginda menuntut kita dan tak mampu kita tunaikan? Bagaimana mungkin dengan kekasih akan saling menuntaskan? Akankah raut muka kita tetap sama setelah itu?
Selamat berhari raya dengan saling menuntaskan hak sesama.
Ya Allah, masukkan rasa bahagia pada para penghuni kubur Cukupkan setiap yang fakir
Kenyangkan mereka yang kelaparan
Beri pakaian mereka yang tak punya
Bayarkan utang mereka yang berutang
Beri jalan keluar mereka yang berada dalam kesulitan
Kembalikan setiap yang terasing ke kampung halaman
Bebaskan setiap tawanan
Allahumma Ya Allah, perbaiki yang rusak dari urusan Kaum Muslimin Sembuhkan setiap yang sakit di antara kami
Tutup kefakiran kami dengan kekayaanMu
Ubahlah keadaan kami yang tidak baik dengan kebaikanMu Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu
🏡دعوات العشر الأواخر من شّهر رمضان المبارك🏡
🌱عن الصادق (ع) قال: «تقول في العشر الأواخر من شهر رمضان كلّ ليلة:-
أعوذُ بِجَلالِ وَجهِكَ الكَريمِ أن يَنقَضيَ عَنّي شَهرُ رَمَضانَ أو يَطلُعَ الفَجرُ مِن لَيلَتي هذِهِ وَلَكَ قِبَلي ذَنبٌ أو تَبِعَةٌ تُعَذِّبُني عَلَيهِ »
🌱أنّ الصادق (ع) كان يقول في كلّ ليلة من العشر الاواخر بعد الفرائض والنوافل:-
«اللَّهُمَّ أدِّ عَنّا حَقَّ ما مَضى مِن شَهرِ رَمَضانَ وَاغفِر لَنا تَقصيرَنا فيهِ، وَتَسَلَّمهُ مِنّا مَقبولاً، وَلا تُؤاخِذنا بِإسرافِنا عَلى أنفُسِنا، وَاجعَلنا مِنَ المَرحومينَ وَلا تَجعَلنا مِنَ المَحرومينَ»
🌱وقال: «من قاله غفر الله له ما صدر عنه فيما سلف من هذا الشهر وعصمه من المعاصي فيما بقي منه»
🌱كان الصادق (ع) يقول في كلّ ليلة من العشر الاواخر:-
اللَّهُمَّ إنَّكَ قُلتَ في كِتابِكَ المُنزَلِ شَهرُ رَمَضانَ الَّذي اُنزِلَ فيهِ القُرآنَ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّناتٍ مِنَ الهُدى وَالفُرقانِ فَعَظَّمتَ حُرمَةَ شَهرِ رَمَضانَ بِما أنزَلتَ فيهِ مِنَ القُرآنِ وَخَصَصتَهُ بِلَيلَةِ القَدرِ وَجَعَلتَها خَيراً مِن ألف شَهرٍ. اللَّهُمَّ وَهذِهِ أيامُ شَهرِ رَمَضانَ قَد انقَضَت وَلياليهِ قَد تَصَرَّمَت، وَقَد صِرتُ يا إلهي مِنهُ إلى ما أنتَ أعلَمُ بِهِ مِنّي وَأحصى لِعَدَدِهِ مِنَ الخَلقِ أجمَعينَ فأسألُكَ بما سألَكَ بِهِ مَلائِكَتُكَ المُقَرَّبونَ، وَأنبياؤُكَ المُرسَلونَ، وَعِبادُكَ الصّالِحونَ أن تُصَلّي عَلى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَأن تَفُكَّ رَقَبَتي مِنَ النّارِ، وَتُدخِلَني الجَنَّةَ بِرَحمَتِكَ، وَأن تَتَفَضَّلَ عَلَيَّ بِعَفوِكَ وَكَرَمِكَ، وَتَتَقَبَّلَ تَقَرُّبي، وَتَستَجيبَ دُعائي، وَتَمُنَّ عَلَيَّ بِالأمنِ يَومَ الخَوفِ مِن كُلِّ هَولٍ أعدَدتَهُ ليَومِ القيامة. إلهي وَأعوذُ بِوَجهِكَ الكَريمِ، وَبِجَلالِكَ العَظيمِ أن يَنقَضيَ أيامُ شَهرِ رَمَضانَ وَلياليهِ وَلَكَ قِبَلي تَبِعَةٌ أو ذَنبٌ تُؤاخِذُني بِهِ، أو خَطيئَةٌ تُريدُ أن تَقتَصَّها مِنّي لَم تَغفِرها لي سَيِّدي سَيِّدي سَيِّدي أسألُكَ يا لا إلهَ إلاّ أنتَ إذ لا إلهَ إلاّ أنتَ إن كُنتَ رَضيتَ عَنّي في هذا الشَّهرِ فَازدَد عَنّي رِضىً، وَإن لَم تَكُن رَضيتَ عَنّي فَمِن الآنَ فَارضَ عَنّي يا أرحَمَ الرَّاحِمينَ، يا اللهُ يا أحَدُ يا صَمَدُ يا مَن لَم يَلِد وَلَم يولَد وَلَم يَكُن لَهُ كُفواً أحَدٌ
🌱الأكثار من قول:-
يا مُلَيِّنَ الحَديدِ لِداوُدَ (ع)، يا كاشِفَ الضُّرِّ وَالكُرَبِ العِظامِ عَن أيّوبَ (ع) ، أي مُفَرِّجَ هَمِّ يَعقوبَ (ع) ، أي مُنَفِّسَ غَمِّ يوسُفَ (ع) ، صَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ كَما أنتَ أهلُهُ أن تُصَلّيَ عَلَيهِم أجمَعينَ، وَافعَل بي ما أنتَ أهلُهُ، وَلا تَفعَل بي ما أنا أهلُهُ
@miftahrakhmat