Hingga suatu ketika, saat ibu Si Fulan mendapat giliran jaga di rumah sakit, dia kaget begitu masuk ruang perawatan anaknya. Fulan tampak sedang bersujud khusyu dan menangis sesenggukan. Sebuah pemandangan yang hampir tidak dipercayainya. Di tengah rasa syukur, dia menyimpan pertanyaan: apa gerangan yang telah mengubah anaknya sedemikian rupa?
Sambil berurai air mata, Fulan pun bercerita pada ibunya. Di saat pergantian tugas, sebuah buku milik perawat tertinggal di meja. Kemudian Fulan membukanya. Semula hanya iseng. Namun setelah halaman demi halaman dia baca, Fulan tidak mampu menghentikannya. Bahkan tumbuh dorongan kuat untuk mengakhiri semua hal buruk yang selama ini dilakukannya.
Buku yang dibaca Fulan berjudul “Rindu Rasul” karya Dr. Jalaluddin Rakhmat yang terbit tahun 2002. Buku setebal 261 halaman itu berisi kisah-kisah sederhana tentang kecintaan terhadap Rasululullah. Rasa cinta itu telah mampu menggerakan sekian banyak manusia untuk melakukan hal-hal positif dalam kehidupan sehari-hari. Rasa cinta itu pula yang memenuhi dada Fulan.
Dari hari ke hari kehidupan Fulan benar-benar berubah semakin baik. Sebagai ucapan terimakasih, Si Ibu mengundang Kang Jalal –sapaan akrab Jalaluddin Rakhmat- bersama istrinya untuk terbang ke Bangka Belitung. Dia ingin mempertemukan sang anak dengan penulis buku yang telah “menyelamatkan” hidupnya.
Kisah itu dituturkan kembali Kang Jalal di depan hadirin yang memenuhi Aula Muthahhari di Jalan Kampus I Kiaracondong Bandung, Minggu (27/9/2015). Acara Kajian Kang Jalal (KKJ) kemarin memang mengupas tentang buku-buku karya cendekiawan tersebut. Hadir sebagai pembicara Ir. Hernowo Hashim (Penerbit Mizan) dan Dra. Rema Karyanti Soenendar (Direktur Simbiosa Rekatama).
Kang Jalal adalah penulis produktif. Tidak kurang dari 40-an judul buku telah ditulisnya. Seluruh buku karyanya senantiasa disertai semangat menggebu, ingin mengubah hidup pembacanya. “Sebab itulah saya selalu menulis buku dengan sungguh-sungguh, bekerja keras agar bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi pembaca,” kata penulis bukuPsikologi Komunikasi yang fenomenal itu.
Tentang buku yang mengubah hidup, Kang Jalal berterus terang terinspirasi penulis Perancis bernama Gustave Flaubert yang hidup pada awal abad 19. Novel perdananya Madame Bovary (terbit 1857) menjadi best seller dan membuat heboh. Dia diadili karena karyanya dianggap telah melanggar norma-norma masyarakat. Terlalu realistis dan dianggap tidak senonoh untuk dijadikan sebuah buku. Gustave telah mempengaruhi para penulis dunia.
Dari Gustave Flaubert juga Kang Jalal mendapatkan sebuah nasihat dalam membaca buku. Katanya, “Janganlah membaca buku seperti anak kecil yang membaca semata-mata untuk hiburan. Jangan pula membaca seperti seorang kutu buku untuk kepentingan pelajaran. Tetapi bacalah buku untuk hidupmu”.
Diakui Kang Jalal, perjumpaannya dengan Madame Bovary, tidak lain karena hobinya membaca novel. Jika ada kesempatan ke luar negeri, sejumlah novel karya penulis terkenal dibawa serta sebagai oleh-oleh. Seperti halnya novel-novel karya Sidney Sheldon atau Stephen King. Baginya, membaca novel merupakan pengantar yang baik untuk membaca buku serius. Novel juga telah menjadi ilham bagi tulisan-tulisannya.
Ketinggalan zaman
Kang Jalal tidak bisa dijauhkan dari buku. Karena itulah, dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR dia antusias untuk terlibat dalam penyusunan RUU Perbukuan. “Saya amat concern dengan dunia perbukuan. Saya ini penulis, penerjemah, penerbit, juga pencetak buku. Buku adalah bagian penting dalam hidup saya” kata anggota Fraksi PDIP DPR ini.
Dia prihatin dengan draf RUU Perbukuan yang dinilainya sudah ketinggalan zaman. Misalnya ketika mendefinisikan buku disebutkan, adalah karya tulisan atau gambar yang terdiri dari sekurang-kurangnya 50 lembar dan dicetak dalam bentuk kertas. Definsi itu sudah tidak cocok lagi untuk zaman sekarang. Kini yang disebut buku bukan hanya tulisan dan gambar saja, tapi sudah berkembang dalam bentuk video dan audio.
Akhirnya, penulis buku Islam Alternatif dan Islam Aktual itu, diminta memperbaiki naskah RUU tersebut sebelum dibahas di panitia kerja. Melalui UU Perbukuan nanti, Kang Jalal menargetkan, suatu saat nanti pemerintah membeli hak cipta buku-buku bagus dengan harga mahal. Kemudian pemerintah mempersilakan para penerbit untuk bersaing menerbitkannya. Di Amerika Serikat, misalmua, satu judul buku bisa diterbitkan oleh beberapa penerbit.
“Lewat UU itu nanti saya berharap, hak penulis dipenuhi sebaik-baiknya oleh penerbit. Penerbit bisa dikenakana hukuman pidana jika tidak melaporkan secara transparan tentang penjualan buku kepada penulis,” tegasnya.
Sementara itu Hernowo menilai, dalam setiap buku yang ditulis Kang Jalal selalu ditemukan kekayaan yang luar biasa. Kang Jalal senantiasa berusaha untuk memberikan alternatif dan mengajak pembacanya untuk memilih sendiri. Tentu saja sesuai kemampuan yang dimiliki, setelah memahami dan menimbang sudut pandang yang diberikannya.
“Buku yang ditulisnya penuh dengan kekayaan sumber bacaan. Kang Jalal memang menekuni ilmu komunikasi dan psikologi, tetapi dia juga menguasai ilmu-ilmu Islam. Bahkan buku karyanya lebih banyak yang membahas ilmu-ilmi Islam ketimbang ilmu komunikasi dan psikologi,” ujarnya. (Enton Supriyatna Sind/Harian Umum Galamedia, 28 September 2015)