“Pada suatu hari datanglah kepada Rasulullah saw dua orang, satu dari anshar, satu dari Safiq (dusun yang agak jauh dari Madinah). Berkata orang dari Safiq: “Ya Rasulullah saya punya keperluan.”Rasulullah berkata: “Sudah lebih dulu datang ke sini saudaramu orang Anshar”. Ia berkata: “Ya Rasulullah, saya ini sedang dalam perjalanan dan saya dalam keadaan tergesa-gesa”. Berkata orang Anshar: “Ya Rasulullah aku sudah izinkan dia untuk bertanya.” Rasulullah saw berkata kepada orang Safiq itu: “Jika kamu mau silahkan kamu bertanya kepadaku, jika kamu tidak mau aku akan kabarkan permohonan kamu itu.” “Ya Rasulullah kabarkanlah kepadaku dari engkau sendiri” Lalu Rasulullah saw berkata: “Engkau bertanya kepadaku tentang shalat, tentang wudhu, dan tentang sujud”. Berkata orang itu: “Memang benar begitu, demi yang mengutus engkau dengan kebenaran.” Kemudian Rasulullah berkata: “Sempurnakanlah wudhu kamu dan kalau engkau ruku, penuhkan tanganmu dengan kedua lututmu dan kalau engkau sujud, ratakan dahimu di atas tanah dan shalatlah, seperti shalat yang terakhir (perpisahan)”.
Setelah itu orang itu berkata: “Ya Rasulullah ini keperluanku sekarang.” Rasulullah berkata: “Kalau kamu mau, boleh kamu bertanya kepadaku, kalau kamu tidak mau aku akan kabarkan juga kepada kamu”. “Ya Rasulullah kabarkanlah kepadaku”, “Kamu mau bertanya kepadaku tentang haji, thawaf, sa’i melempar jumrah, mencukur rambut dan hari Arafah”. Berkata orang itu: “Benar demi yang mengutus kamu dengan kebenaran”. Rasulullah berkata: “Ketahuilah, setiap kali unta kamu mengangkat kakinya, Allah tuliskan kebaikan bagi kamu dan setiap kali unta itu meletakan kakinya, Allah hapuskan dari kamu satu keburukan dan thawaf di Baitullah dan Sa’i antara Safa dan Marwah, menyebabkan kamu keluar dari dosa-dosamu, seperti ketika ibumu melahirkan kamu. Kalau kamu melempar jumrah, lemparan jumrah itu, jadi tabungan kamu untuk hari kiamat. Kalau kamu mencukur rambut, maka bagi setiap lembar rambut yang jatuh, akan menjadi cahaya pada hari kiamat, dan hari Arafah adalah hari ketika Allah Azza wa jalla membanggakan para jamaah di antara para malaikatnya. Kalau kamu hadir pada hari itu dengan membawa dosa sebanyak butir-butir pasir di Sahara atau sebanyak butir-butir hujan dari langit atau sebanyak hari-hari di dalam dunia ini. Semua itu akan menghapus-kan seluruh dosa itu”.
Itu salah satu keutamaan ibadah haji, tentu saja sekarang tidak akan dihitungkan dari langkah unta, boleh jadi dihitungnya oleh putaran ban, naik mobil. Karena Nabi berbicara kepada orang yang sezaman dengan Nabi Muhammad SAW.
Hadis Kedua
Kalau seorang mu’min masuk ke dalam kuburnya, masuk juga bersama dia enam makhluk. Di antara makhluk itu ada yang paling bagus wajahnya, paling cerah penampilannya, paling semerbak harumnya, paling bersih keadaannya. Maka berhentilah, yang bagus di sebelah kanannya, dan yang lain disebelah kirinya, ada yang dihadapannya dan ada yang dibelakangnya, ada yang di dekat kedua kakinya dan yang paling bagus duduk di dekat kepalanya. Kemudian berkata yang paling bagus wajahnya “Siapa kalian ini? Semoga Allah memberikan balasan kepada kamu semua”. Maka berkatalah orang yang di sebelah kanannya “Sayalah shalat yang dia lakukan” Berkata yang di sebelah kirinya: “Saya Zakat”. Berkata yang dihadapannya: “Saya shaum dia”. Berkata yang di belakang-nya: ”Saya haji dan umrah dia”. Berkatalah yang dekat kedua kakinya “Sayalah silaturahmi yang dia sambungkan dengan saudara-saudaranya.” Kemudian mereka yang ditanya itu, serempak bertanya lagi: “Siapa anda? wajahmu adalah yang paling baik dan paling indah di antara kami semua, harummu yang paling semerbak dan penampilanmu yang paling cemerlang”. Maka berkatalah dia: “Sayalah kecintaan dia kepada keluarga Muhammad.”
Hadis tersebut sebetulnya menjelaskan ayat Al-Quran yang berbunyi: “Barang siapa yang melakukan kebaikan walaupun sedikit, dia akan melihatnya”. Allah akan mengubah seluruh kebaikan itu, dari sesuatu yang abstrak menjadi bentuk yang konkrit yang akan anda saksikan nanti, kalau anda masuk ke alam kubur. Semua amal yang kita lakukan itu akan kita saksikan di alam kubur. Amal-amal shaleh kita akan membantu kita, menemani kita di alam kubur. Di antara wasiat Rasulullah saw kepada Abu Dzar adalah agar Abu Dzar selalu memelihara shalat malamnya karena shalat malamnya akan menghilangkan kesepian dia di alam kuburnya nanti, kesunyian dia di alam kubur nanti.
Hadis Ketiga
Hadis yang lain: diriwayatkan oleh Ibrahim bin Maimun (sanadnya panjang) dia berkata: “Aku ini berhaji satu tahun, kemudian satu tahun lagi sahabatku saja yang haji”. ”Mengapa engkau tidak melakukan haji, hai Ibrahim”. Ibrahim berkata: “Aku tidak punya kesempatan untuk itu, tapi aku bersedekah sebesar ongkos haji itu, 500 dirham”. Abu Abdillah berkata: Haji itu lebih utama” Ibrahim berkata: “Bagaimana kalau aku keluarkan 1000 dirham”. “Haji masih lebih utama” Ibrahim berkata: “Bagaimana kalau aku keluarkan 1500 dirham?”. “Haji lebih utama”, “2000 dirham”? Kemudian Abu Abdillah berkata: “Apakah dalam 2000 dirham yang engkau sedekahkan itu, ada thawaf di Baitullah? “Tidak” “Apakah di dalam 2000 dirham itu ada Sa’i di antara shafa dan marwah? “Tidak”. Apakah dalam 2000 dirham itu ada wukuf di Arafah? “Tidak” Apakah dalam 2000 dirham itu ada melempar jumrah?” “Tidak” Apakah dalam 2000 dirham itu ada manasik? “Tidak”, “Haji lebih utama”.
Pernah terjadi perdebatan di antara para ulama, di antara rukun-rukun Islam itu, mana yang paling utama shalat, shaum, zakat dan haji. Sebagian jumhur ulama ber-pendapat, haji yang paling utama. Alasannya di dalam shalat tidak ada ibadah hajinya, tetapi di dalam haji ada shalatnya, dalam thawaf anda wajib melakukan shalat sunat thawaf. Sebelum berangkat anda dianjurkan shalat safar. Anda dianjurkan shalat di masjidil Haram. Jadi dalam haji ada shalatnya. Di dalam haji juga ada shaumnya. Kalau orang yang tidak bisa membayar dam, harus melakukan shaum 10 hari (3 hari pada musim haji dan 7 hari ketika dia pulang). Orang yang sedang berada dalam perjalanan tidak boleh berpuasa, kecuali orang yang sedang melakukan haji.
Jadi ketika berada di Madinah, dianjurkan untuk banyak berpuasa. Ketika berziarah ke makam Rasulullah Saw, amal-amal yang paling utama di Madinah adalah berpuasa, walaupun sedang dalam perjalanan.
Hadis Keempat
Kepada Abu Abdillah ditanyakan juga keutamaan haji, dibandingkan dengan ibadah yang lain. Beliau berkata: “Haji itu lebih utama daripada shalat dan shaum, karena kalau seorang itu shalat, dia meninggalkan keluarganya sebentar saja, kalau dia berpuasa dia meninggalkan keluarga pada waktu siang saja dan kalau dia haji, dia melelahkan badan-nya, merepotkan dirinya, menginfakkan hartanya dan melamakan perpisahan dari kelurganya, bukan karena harta yang diingin-kannya, bukan karena perdagangan”. Jadi haji adalah ibadah yang paling baik dibandingkan dengan ibadah yang lain. Pernah ditanyakan juga kepada para Imam, tentang hal yang baik, apakah haji yang berkendaraan atau haji yang berjalan? dan beliau mengatakan: “Tidak pernah Allah disembah dengan sesuatu yang lebih utama daripada Haji dalam keadaan berjalan dan tidak ada yang lebih utama dari itu semua”.
Karena itu, kita saksikan sepanjang sejarah sampai sekarang, ada puluhan ribu kaum muslimin yang berangkat melakukan ibadah Haji dengan berjalan. Dari sudut negeri Afrika yang jauh, menyusuri jalan, mungkin hanya di laut saja mereka berkendaraan, setelah itu mereka berjalan lagi. Nanti kalau sampai di Masjidil Haram mereka tidak tinggal di hotel, mereka berkumpul di sekitar halaman Masjidil Haram, dengan langit sebagai atapnya dan tanah sebagai tempat tidurnya. Tapi ditemani oleh burung-burung merpati yang biasanya sering thawaf di sekeliling Ka’bah. Ketika mereka thawaf di sekeliling Ka’bah burung-burung merpatipun ikut thawaf bersama mereka dan burung-burung merpati itu menyertai mereka di tempat tidur mereka. Saya ingin sekali berhaji seperti mereka, berbaring ditemani burung-burung merpati. Imam Al Ghazali dalam Adab Al Hajj berkata, kalaupun kita punya duit, kita memperbanyak berjalan di tanah suci itu, dan duitnya daripada dipakai untuk membayar kendaraan, pakailah untuk bersedekah kepada kaum muslimin.
Sebetulnya, paling tidak untuk beberapa ibadah Haji, kita harus berjalan atau lebih baik berjalan. Misalnya dari Arafah ke Mudzdalifah ke Mina, dari Mina ke Mekkah. Ada usul dari Ziauddin Sardar, ketika terjadi kemacetan di terowongan Mina, Ziauddin Sardar mengusulkan agar di daerah di tempat melakukan ibadah Haji yaitu: Arafah, Mudzdalifah, Mina dan Mekkah dilarang ada kendaraan bermotor. Kalaupun berkendaraan pakai unta lagi, supaya memenuhi hadits itu, tapi yang paling penting sebetulnya untuk menjaga kekhusukan Haji itu. Bagaimana anda bisa khusuk pada Haji, kalau anda dengar suara klakson yang keras, kalau macet, kalau anda disesakkan oleh asap yang keluar dari kendaraan bermotor.
Pada Haji sekarang ini banyak yang tidak persis dengan Haji Rasulullah saw, misalnya orang dianjurkan bubar dari Arafah bersama-sama, tetapi sekarang tidak bisa bareng-bareng, karena kendaraan, giliran, sampai ada yang baru bubar dari Arafah tengah malam. Yang kedua, dalam Haji Rasulullah saw, kalau sampai di Mudzdalifah kita harus shalat Jama’ dan qashar, maghrib dan isya di Mudzdalifah. Sekarang kebanyak-an jemaah Haji tidak shalat jama’ dan qashar di Mudzdalifah karena kendaraan juga. Mereka akhirnya shalat jama’ dan qashar itu di Arafah. Kemudian dalam Haji Rasulullah saw, di Mudzdalifah beliau tidur di bukit-bukit itu, di Masy’aril Haram. Kemudian beliau shalat subuh dan setelah shalat subuh beliau berangkat bersama-sama, berdzikir, sesuai ayat Al-Quran: “Fadzkurullaha ‘indal masyaril Haram”. Itu tidak pernah dilakukan oleh jemaah Haji Indonesia. Jadi Haji dengan berjalan lebih utama.
Hadis Kelima
Kita teruskan dengan hadits-hadits tentang pahala Haji. Dari Ali bin Husain as: “Haji dan umrahlah kamu, nanti Allah sehatkan badan kamu, Allah luaskan rizqi kamu dan Allah cukupkan keperluan keluarga kamu”. Orang yang Haji diampuni dosanya, diwajibkan baginya surga, dibimbing di dalam amal-amal sesudahnya dan dipelihara keluarganya dan hartanya. Orang Haji itu dijaminkan kepada Allah, jika Allah memanjangkan usianya, Allah kembalikan dia kepada keluarganya, jika Allah matikan dia, Allah masukan dia ke surga. Kalau seseorang itu melakukan Haji, paling tidak dia akan mendapat tiga hal: Pertama, dikatakan kepadanya “Allah ampuni dosa-dosamu yang lalu dan dosa-dosamu yang kemudian” atau dikatakan kepadanya: “Allah akan ampuni dosa-dosamu yang lalu dan perbaikilah amal kamu sesudahnya” Atau dikatakan kepada-nya: “Dipelihara keluargamu dan hartamu”.
Dalam riwayat yang lain, semua yang beribadah Haji akan memperoleh pahala, yang tidak sah pun mendapat pahala, yaitu dipelihara keluarganya dan hartanya dan digantikan nafkah yang pernah dikeluarkannya. Di dalam sebuah hadis disebutkan kalau orang sudah tiga kali haji, Allah lepaskan dia dari kemiskinan. Kalau orang sudah Thawaf Ifadhah, thawaf yang terakhir dari ibadah haji, malaikat akan menepuk bahunya seraya berkata: “Jangan risaukan dosa-dosamu yang telah lalu karena Allah telah ampuni semua, sekarang perbaikilah amalmu yang akan datang.” Barang siapa yang Haji satu kali, Allah lepaskan belenggunya dari api neraka, dua kali, Allah ampuni dosa-dosanya, kalau tiga kali, Allah menghitungnya sebagi orang yang terus-menerus melakukan ibadah haji. Barang siapa yang membiayai atau membekali orang yang naik Haji, maka pahalanya sama dengan orang yang melakukan ibadah haji itu, tidak dikurangi sedikit pun. Sama seperti orang yang memberi buka kepada orang yang berpuasa.
Karena itu disunahkan, kalau ada orang yang mau naik Haji, bekali dia semampu kamu. Jangan malu memberi sedikit, karena kata Sayyidina Ali, “Berilah walaupun sedikit, karena tidak memberi itu lebih memalukan lagi”. Atau kalau tidak, peliharalah keluarga yang ditinggalkannya, dan menurut Nabi saw: “Barang siapa yang menjaga kepentingan keluarga yang haji dalam hartanya, dalam keluarganya, maka baginya pahala seakan-akan dia ikut mencium Hajar Aswad”. Dan terakhir sekali, ketika orang yang Haji itu pulang, bersegera-lah anda mengucapkan salam kepadanya dan menyalami dia. “Hai orang-orang yang tidak haji, sambutlah dengan gembira kedatangan orang yang haji, salami mereka, muliakan mereka supaya disaksikan kalian juga berserikat dengan mereka dalam pahala haji mereka. ***
Dr KH Jalaluddin Rakhmat, Dewan Pembina Yayasan Muthahhari Bandung
(Artikel ini pernah dimuat dalam Buletin Al-Tanwir, Nomor 113 Edisi 15 April 1998)