Al-Tanwir
Hubungi Kami  >
  • Beranda
  • Berita
  • Buletin
  • LPII
  • Menjawab
  • Pustaka
  • Kontak

Maqtal Asyura 2012 di Makassar (3)

6/9/2020

0 Comments

 
Saudara-saudaraku....
Malam ini kita meninggalkan rumah kita, kesibukan kita, dunia kita, untuk memasuki rumah baru, kesibukan baru dan dunia baru. Malam ini kita campakkan pakaian kita yang lusuh dan kotor, untuk kita kenakan busana yang baru dan bersih. Malam ini kita pusatkan pandangan kita pada berkas-berkas cahaya di ufuk jauh sejarah. ​
Kita arahkan penciuman kita pada semerbak wewangian surgawi manusia-manusia suci dari Madinah al-Munawwarah. Kita curahkan perhatian kita kepada darah-darah hangat yang mengalir di jantung para penegak keadilan. Biarkan dunia baru kita dipenuhi cahaya mereka. Biarkan pakaian kita disiram wewangian mereka. Biarkan kehangatan darah mereka mengalir dalam seluruh jaringan urat nadi kita. sekarang ini kita bukan lagi kita yang kemaren.

Saat ini ini kita tidak berada di Makassar. Saat ini adalah bakda Ashar menjelang magrib, tanggal 9 Muharram Malam ini malam sepuluh Muharram, tahun 6I Hijriyah. Kita berada di tengah-tengah padang pasir, di puing-puing peradaban Babilonia. Karbala.
 
MATAHARI di ufuk Barat sebentar lagi terbenam. Cahayanya yang merah menyapu p adang pasir. Dari sebelah utara bergerak gunung hitam seperti badai gurun, yang menggulung makin lama makin besar. Badai itu bergerak menuju kemah-kemah kecil yang bertebaran di sebuah sudut sahara. Kita sekarang mendekati kemah-kemah itu. Dalam salah satu kemah, kita lihat tubuh Ali bin Husain berguncang keras karena demam. Perjalanan yang melelahkan dan udara yang membakar terik telah meruntuhkan hampir seluruh kekuatannya. Zainab membaringkan keponakannya di atas tanah yang digersang yang hanya berlapiskan debu. Gemuruh sura manusia dan gemerincing besi membuat Zainab terperanjat. Di luar, ia terpana melihat padang pasir dipenuhi oleh puluhan ribu tentara dan kuda.
 
Segera ia teringat saudaranya belahan nyawanya al-Husain. Di manakah ia gerangan? Tahukan ia bahwa telah datang ribuan manusia yang siap meluluh lantakkan segelintir orang yang berada di situ. Sampailah ia di kemah al-Husain. Ia dapatkan kakaknya sedang memeluk kedua lututnya dan menyandarkan kepalanya di atasnya. Rupanya ia tertidur.
 
“Ya Husainah, Ya Husainah”, suara yang penuh ketakutan dan kecemasan membangunkan cucu Nabi saw. “Kakak, apakah tidak kaudengar gemuruh apsukan musuh yang makin mendekat.”
 
Al-Husain mengangkat kepalanya dan berkata, “Ukhayyah, adikku tersayang, baru saja aku tertidur dan aku melihat kakekku Rasulullah saw, ayahku Ali, dan iubuku Fathimah, dan kakakku al-Hasan dalam mimpiku. Mereka berkata kepadaku, “Ya Husayn innaka raaihun ilayna min qariib, kamu sebentar lagi pulang kepada kami”. Dada Zainab terguncang. Apa yang beberapa saat terakhir ini terselak di tenggorokkannya sekarang menghambur ke luar. “Duhai malangnya, wa waylaah!”
 
“Ini bukan kemalangan, wahai adikku tersayang. Tenanglah, semoga Allah mangasihi kamu,” Imam bangkit dan menyuruh Abul Fadhl Abbas, adiknya seibu, pemegang bendera Imam, untuk menanyakan maksud kefatangan pasukan itu.
 
“Mereka datang untuk atas perintah Ibn Ziyad untuk memaksa kamu tunduk kepada aturannya, untuk berbaiat kepada Yazid.” lapor Abbas.
 
“Sampaikan kepada mereka, kalau mungkin menangguhkannya sampai besok. Supaya malam ini kita habiskan waktu untuk salat dan berdoa kepadaNya. Orang tahu bahwa aku sangat senang salat dan membaca al-Quran dalam keheningan malam.”
 
Malam ini, 9 Muharram 61 Hijriyah, kita melihat Imam keluar dari kemahnya, menaiki kudanya, dan memeriksa gundukan-gundukan tanah di sekitar perkemahan keluarganya. Ia kuatir musuh bersembunyi di situ dan menyerang tiba-tiba. Ada bayanganberkelebat.
 
“Sipakah kamu? Nafi’”
“Na’am, biarlah aku jadi tebusanmu! Aku kuatir melihat engkau keluar malam-malam ke arah musuh yang durhaka”
“Aku keluar untuk meeriksa bukit-bukit kecil ini, kuatir ada musuh yang bersembunyi.”
 
Ia kembali, memegang tangan kiti Nafi’. Hi,hi, wallah, janji Allah pasti terjadi Hai Nafi’, menyelunduplah lewat dua bukit ini, hai Nafi’. Sekarng juga. Selamatkan dirimu!
 
Nabi merebahkan dirinya, menciumi kaki Imam Husain. “Kalau begitu, sial—sialah ibuku melahirkan aku. Sayyidii, junjunganku, padaku sekarang ada pedang dan ada kuda. Demi Dia yang telah memberikan kepadaku anugrah untuk bisa berjumpa denganmu. Aku tidak akan meninggalkanmu, sampai pedangku gtidak bisa menebas, sampai kudaku tidak bisa bergerak.”
 
Sekarang dengarkan apa yang terjadi malam itu dari mulut Aqilah Bani Hasyim, perempuan Bani Hasyim yang paling fasih:
 
“Pada malam kesepuluh, aku keluar dari kemahku, mencari akakku al-Husain dan para pembelanya. Aku dapatkan kakakku duduk sendirian, merintih berdoa di hadapan Tuhan seraya membaca al-Quran.
 
Mengapa pada malam seperti ini ia ditinggalklan sendirian. Aku akan menegur, wallah, semua anggota keluargaku. lalu aku mendatangi kemah Abbas. Aku mendengar gumamam yang tidak jelas. Aku dekatkan telingaku. Aku dapatkan saudara-saudaraku, keponakanku, anak-anak saudaraku berkumpul membentuk majlis. Aku lihat Abbas putra Amirul Mukminin menekukkan lututnya seperti seekor singa yang sedang menelungkup. Ia menyampaikan khotbah yang keindahannya hanya bisa ditandingial-Husain. Pada akhir khuthbahnya ia berkata:
 
“Saudara-saudaraku, anak-anak saudaraku dan anak-anak pamanku! Apa yang akan kalian lakukan esok hari.”
“Kami serahkan urusan ini kepadamu. Kami tidak akan membantah perintahmu”
 
“Sahabat-sahabat kita yang ikut bersama kita itu orang asing. Beban yang harus kita tanggung itu berat kecuali ahlinya. Pagi hari besok orang yang harus mulai bertempur adalah kalian. Jangan sampai orang-orang berkata bahwa kita mendahulukan sahabat-sahabat kita pada kematian untuk menyelamatkan diri kita.
Semua Bani Hasyim meloncat di hadapan saudaraku Abbas, menghunus pedangnya dan serempak berkata: Kami yang akan berperang duluan sperti saranmu, saudaraku!”
 
Kita masih mendengarkan Sayyidah Zainab: “Mendengar kesungguhan dan tekad mereka, senanglah hatiku walaupun air mata tertahan dalam pelupuk mataku. Aku bermaksud untuk menyampaikan berita itu kepada Al-Husain, tapi tiba-tiba aku dengar suara-suara pembicaraan di kemah Habib bin Mazhahir. Aku lihat dari luar kemah mereka membentuk majlis sama seperti Bani Hasyim. Aku mendengar Habib berkata: Untuk apa kalian berada di sini? jelaskan, semoga Allah merahmati kalianj.
 
“Untuk membela keluarga Fathimah?”
“Kenapa kalian tinggalkan keluarga kalian”?
“untuk alasan yang sama!”
Besok pagi bagaimana pendapat kalian?
Kami ikuti pendapatmu!
Besok pagi orang yang pertama menghadapi usuh itu harus kalian. Jangan sampai Bani Hasyim bersimbah darah dan darah kita masih mengalir dalam pembuluh-pembuluh darah kita, jangan sampai orang-orang berkata bahwa kita bakhil dengan nyawa kita dan mengorbankan para pemimpin kita.
 
Semua sahabat itu meloncat di depan Habib bin Mazhahir, dengan menghunuskan pedangnya: Kami akan mengikuti perintahmu.
 
Ketika Zainab menemui kakanya, senyuman tersungging di bibirnya. “Sejak kita berangkat dari Madinah, aku tidak pernah melihat engkau tersenyum kecuali malam ibni, ya Ukhayyah”
“Marilah kita lihat keteguhan dan kekompakkan saudaramu dan sahabatmu.”
 
Di depan kemah, pada malam Sepuluh Muharram, Imam Husain memanggil mereka: Di mana saudara-saudaraku dan anak-anak paman-pamanku? Di mana Habib, Zuhair, Nafi? “ Dari dalam kemah segera berloncatan singa-singa Ilahi sambil berteriak: Labbaik ya Aba Abdillah! Labbaik ya Aba Abdillah.
 
Dalam akhir khuthbahnya Imam berkata: Barangsiapa yang datang ke sini bersama istrinya, kembalikanlah dan titipkan kepada Bani Asad. Mengapa ya Sayyidi.
Karena setelah aku dibunuh, keluargaku yang perempuan akan diseret sebagai tawanan. Aku tidak ingin keluarga perempuan kalian diseret sebagai tawanan pula.
 
Ali bin Mazhahir kembali ke kemahnya. Ia disambut isterinya dengan penuh penghormatan dan senyuman
 
Tinggalkan senyuman itu. Hai Ibn Mazhahir, aku mendengar putra Fathimah berbicara pada kalian. Tapi aku tidak mendengar jelas bagian akhirnya. Imam berkata kepadaku, supaya orang yang membawa istrinya mengembalikannya kepada pamannya, karena besok aku akan dibunuh dan istriku akan dijadikan tawanan. Terus, apa yang akan kamu lakukan. Bangunlah, aku akan kembalikan kamu pada pamanmu.
 
Istri ibn Mazhahir bangun dan membenturkan kepalanya ke tiang.
 
“Hai anak Mazhahir, kenapa kamu tidak menghargai aku. Apakah kamu senang para putri Rasulullah dijadikan tawanan dan aku hidup dalam kebebasan dan ketenangan? Apakah kamu senang kerudung Zainab disingkapkan dan aku berlindung dalam jilbabku. Apakah kamu senang mukamu putih di depan Rasulullah saw dan mukaku hitan di hadapan S Fathimah. Sebagaimana kamu bergabung dengan laki-laki keluarga Rasulullah saw kami pin akan bergabung denga kelurga wanitanya. Ibn Mazhahir datang menemui Imam Husain sambil menangis. Mengapa kamu menangis. Perempuan Bani Asad menolak untuk tidak bergabung dengan keluarga Tuan.”
 
Juzitum ‘an ahlil bayt a.s khayran. ***
0 Comments

Your comment will be posted after it is approved.


Leave a Reply.

    Rasulullah saw bersabda:

    “Ketahuilah, aku kabarkan kepadamu perihal Mukmin. Mukmin ialah orang yang karena dia jiwa dan harta manusia terlindungi (aman). Muslim ialah yang selamat orang lain dari gangguan lidah dan tangannya. Mujahid ialah orang yang berjihad melawan nafsunya ketika mentaati Allah. Muhajir ialah yang menjauhi kesalahan dan dosa.”
    ​
    ​ 
    (HR Al-Hakim dan Al-Thabrani)
    ​


    Picture

    Tema

    All
    Abu Nawas
    Adam
    Agama
    Ahlulbait
    Akal
    Akhlak
    Albirr
    Al-Husayn
    Ali Bin Abi Thalib
    Ali Bin Abu Thalib
    Al-Mizan
    Alquran
    Amal
    Anak
    Arafah
    Arbain Walk
    Asep Salahudin
    Asyura
    Babul
    Bahasa
    Bahjah
    Bahlul
    Bangsa
    Barzakh
    Berkah
    Bicara
    Bidadari
    Bubur Suro
    Bukhari
    Buku
    Bulan Suci
    Cerita
    Cinta
    Covid 19
    Covid-19
    Depresi
    Doa
    Dogma
    Dosa
    Dua Belas Imam
    Dunia
    Emas
    Empati
    Epistemologi
    Fatwa
    Fidyah
    Fikih
    Filsafat
    Fitrah
    Gaya Menulis
    Gender
    Gereja
    Ghuraba
    Globalisasi
    Guru
    Hadiah
    Hadis
    Haji
    Happy Birthday
    Hari Anak Nasional
    Hasan
    Hasan Bashri
    Hermeneutika
    Hitler
    Husain
    Ibadah
    Identitas Arab Itu Ilusi
    Ideologi
    Idul Fitri
    Ihsan
    IJABI
    Ilmu
    Ilmu Kalam
    Imam
    Imam Ali
    Imam Ali Zainal Abidin
    Imam Husain
    Imam Mahdi
    Iman
    Imsak
    Indonesia
    Islam
    Islam Ilmiah
    Islam Madani
    Isra Mikraj
    Jalaluddin
    Jalaluddin Rakhmat
    Jihad
    Jiwa
    Jumat
    Kafir
    Kajian
    Kaki
    Kang Jalal
    Karbala
    Keadilan
    Kebahagiaan
    Kebangkitan Nasional
    Keluarga
    Kemanusiaan
    Kematian
    Kesehatan
    Khadijah
    Khalifah
    Khotbah Nabi
    Khutbah
    Kisah Sufi
    Kitab
    Kitab Sulaim
    Konflik
    Kurban Kolektif
    Lembah Abu Thalib
    Madrasah
    Makanan
    Malaikat
    Manasik
    Manusia
    Maqtal
    Marhaban
    Marjaiyyah
    Marxisme
    Masjid
    Mawla
    Mazhab
    Media
    Miftah
    Mohammad Hussain Fadhullah
    Mubaligh
    Muhammad Babul Ulum
    Muharram
    Mujtahid
    Mukmin
    Munggahan
    Murid
    Muslim
    Muslimin
    Musuh
    Muthahhari
    Myanmar
    Nabi
    Najaf
    Nano Warno
    Negara
    Neurotheology
    Nikah
    Nilai Islam
    Nusantara
    Orangtua
    Otak
    Palestina
    Pancasila
    Pandemi
    Pendidikan
    Penyintas
    Perampok
    Pernikahan
    Pesantren
    Politik
    Post Truth
    Pseudosufisme
    Puasa
    Pulang
    Qanaah
    Racun
    Rakhnie
    Ramadhan
    Rasulullah
    Revisionis
    Rezeki
    Rindu
    Rumah
    Rumah Tangga
    Sahabat
    Sahur
    Saqifah
    Sastra
    Saudara
    Sayyidah Aminah
    Sayyidah Fatimah
    Sayyid Muhammad Hussein Fadhlullah
    Sejarah
    Sekolah
    Shahibah
    Shalat
    Shalawat
    Sidang Itsbat
    Silaturahmi
    Silsilah
    Sosial
    Spiritual
    Suami
    Suci
    Sufi
    Sunnah
    Sunni
    Surga
    Syahadah
    Syawal
    Syiah
    Tafsir
    Tajil
    Takfirisme
    Taklid
    Tanah
    Tarawih
    Tasawuf
    Tauhid
    Tsaqalayn
    Tuhan
    Ukhuwah
    Ulama
    Umat
    Umrah
    Waktu
    Waliyyul Amri
    Wasiat
    Wiladah
    Yatim
    Zawjah
    Ziarah

    Arsip

    April 2024
    March 2024
    November 2023
    October 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    July 2022
    June 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    March 2021
    January 2021
    December 2020
    November 2020
    September 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    May 2020
    March 2020
    January 2020
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    September 2018
    July 2018
    May 2018
    February 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.