Al-Tanwir
Hubungi Kami  >
  • Beranda
  • Berita
  • Buletin
  • LPII
  • Menjawab
  • Pustaka
  • Kontak

Mari Jelajah Sejarah (3) [by KH Dr Jalaluddin Rakhmat]

28/6/2020

0 Comments

 
Kita datang ke Madinah untuk berziarah kepada Rasul yang agung. Tapi masih sanggupkah kita mengucapkan shalawat dan salam kepadanya, sedangkan duka nestapa mengiris-iris jantung kita. Masih mungkinkah kita tertawa, padahal putri Rasul tidak pernah tersenyum lagi setelah itu.
Dalam jelajah waktu, kafilah kita dihadapkan lagi kepada hari-hari sepeninggal Rasul saw. Kita melihat Imam Husain menghardik orang tua yang berdiri di mimbar ayahnya. Kita juga melihat orang bergerombol di depan pintu rumah Fathimah. Ke arah pintu rumah itulah dahulu, Rasulullah membukakan jendelanya dan mendendang-kan kalimat suci, “Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlal bayti wa yuthahhirukum tathhîrâ.” (Al-Ahzab 33). Kini di depan rumah itu, berkumpul wajah-wajah garang dan bengis. Tidak henti-hentinya mereka berteriak memerintahkan Imam Ali untuk keluar. Seseorang yang terkenal berhati kasar memerintahkan agar rumah Fathimah dibakar. Tapi, bukankah di situ ada putri Rasulullah? Walaupun di situ ada putri Rasulullah.
 
Api diletakkan di depan pintu rumah putri Nabi saw. Lewat pintu itulah, dulu Rasulullah menjenguk keluarga tersayang. Lewat pintu itulah, dulu Nabi datang menemui keluarga yang dicintainya. Pernah lewat pintu itu, ia datang dan menemukan Ali sedang tertidur. Fathimah ingin membangunkan suaminya, tapi Nabi yang mulia berkata: “Biarkan, jangan ganggu Ali. Karena sepeninggalku, Ali hampir tidak ada waktu untuk tidur lagi.”
 
Kini mereka datang seperti diramal-kan Rasulullah saw, menyalakan api di depan keluarga suci itu. Di balik pintu, Sayyidah Fathimah tidak henti-hentinya merintih dan memanggil Rasulullah, ”Ya Abatah, Ya Rasulullah”. Pintu dibanting, manusia berhati kasar itu mendorong putri Rasulullah dengan sarung pedangnya. Ia terjatuh, “Ya Abatah, Ya Rasulullah”. Lalu cemeti diayunkan dan menyobekkan luka besar di tangan Qurrata’Ayni Rasulillah. Ali meloncat, ia memegang ubun-ubun si muka kasar, menimpuk hidungnya. “Sekiranya Rasulullah saw tidak menyuruhku bersabar, aku bunuh kamu, hai Ibnu Sa’ad.” Puluhan orang merangsek rumah Ahli Bait Nabi, tempat persinggahan para malaikat. Mereka melemparkan tali ke kuduk Amir al-Mukminin. Mereka menyeret pahlawan Islam itu, yang dengan pedangnya ditegakkan tonggak-tonggak keislaman, yang tubuhnya penuh dengan tikaman pedang ketika menegakkan agama Islam saat-saat awal. Kini ia diseret seperti unta yang sakit. Ya Rasulullah, apakah ini fitnah besar yang kausebutkan di pekuburan Baqi’ itu? Ketika Ahli Bait yang kauamanatkan untuk dipegang teguh oleh kaum muslimin, bukan saja ditinggalkan, tapi dianiaya dan dihinakan. Ya Rasulullah, ketika Al- Qur’an mengadu di hari kiamat nanti dan menyatakan bahwa umatmu telah meninggalkan dia, kami takut Ya Rasulullah, Ahli Bait akan mengadu di depanmu menunjukkan betapa kami telah mengabaikan mereka selama berabad-abad. Betapa kami telah menganiaya dan menyengsarakan mereka. Betapa kami telah melemparkan mereka dalam onggokan sejarah yang tidak bermakna. Ya Rasulullah, maafkan kami. Ampuni kesalahan-kesalahan kami.
 
Maafkan pengabaian kami selama ini. Sekarang ini bimbinglah kami untuk mengikuti Ahli Baitmu dan melanjutkan kafilah ini, mengantarkan keluargamu yang suci dari Madinah menuju ke tanah Karbala.
 
Kafilah kita sekarang berada di padang Karbala. Pagi hari matahari terbit cerah di ufuk timur; sinarnya menyapu padang Karbala yang tandus. Kita melihat Al-Husayn mengatur pasukannya. 32 orang berkuda, 40 orang pejalan kaki, dan selebihnya anak-anak beserta perempuan. Sementara itu di hadapan Imam Husayn, ada Umar bin Sa’ad dengan 5000 anggota tentaranya, dilengkapi persenjataan yang jauh lebih lengkap. Bila matahari itu sanggup berbicara, ia akan mengatakan, “Ini bukan peperangan, ini pembantaian besar-besaran.”
 
Kita melihat musuh mulai mendekat. Zainab melihat kakaknya maju ke depan. Kita melihat Imam Husayn menyongsong musuh-musuh itu sambil mengangkat tangannya seraya berdoa: “Ya Allah, Engkaulah sandaranku dalam kesulitan. Tumpuan harapan dalam kesusahan. Engkau sajalah kepercayaan dan kekuatanku, apa pun yang menimpa diriku; betapa pun lemah hatiku; betapa pun tipu daya telah menghilangkan harapanku; betapa pun kawan-kawan telah menjauhiku dan musuh-musuh bergembira pada deritaku. Aku sampaikan doaku pada-Mu. Aku mengadu kepada-Mu, dengan mengharapkan-Mu sendiri. Engkau telah menghiburku. Engkau telah membukakan nikmat bagiku. Engkaulah pemilik segala kebaikan, Tujuan akhir segala pengharapan.”
 
Kita melihat Al-Husayn meloncat menaiki kudanya. Ia melarang pengikutnya menyerang terlebih dahulu. Untuk terakhir kalinya, ia memperingatkan orang-orang Kufah yang menyerangnya. Ia mengingatkan mereka bahwa ialah Al-Husayn yang di pundak Rasulullah pernah berdiri dan menyebabkan Rasulullah menahan sujudnya dalam waktu yang lama. Ialah Al-Husayn yang ditangisi Rasulullah saw ketika beberapa saat sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir. Ia menasehati musuh-musuhnya untuk kembali ke jalan Rasul yang suci. Tetapi seluruh ucapannya tidak mempengaruhi tentara-tentara kezaliman itu. Tiba-tiba seekor kuda mendongak, dan penunggangnya dengan cepat mengarahkan kuda itu ke arah Al-Husayn. Kita menarik nafas panjang. Semua mata memandang ke arah penunggang kuda itu. Setelah dekat, jelaslah siapa penunggang kuda itu -Al-Hurr bin Yazid, yang menggiring rombongan Al-Husayn ke arah Kufah. Itulah Al-Hurr bin Yazid yang membawa rombongan Al-Husayn ke padang pasir Karbala dengan puluhan pedang di belakang mereka. Al-Husayn berdiri tegak, siap menyambut serangan Al-Hurr. Tapi dengarkan kata Al-Hurr: “Wahai putra Rasulullah! Inilah orang yang telah menzalimi engkau. Inilah orang yang telah menggiringmu ke tempat ini dan menyebabkan begitu banyak penderitaan kepadamu. Sudilah engkau, wahai putra Rasulullah, memaafkan orang durhaka seperti aku? Demi Allah, aku tidak menduga orang-orang ini akan bergerak sampai menumpahkan darah keluarga Rasulullah. Sekarang jalan damai sudah tertutup. Aku tidak mau membeli neraka dengan kesenangan dunia. Maafkan kesalah-anku, wahai cucu Rasulullah. Izinkanlah aku berkorban sebagai tebusan atas dosa-dosaku yang telah aku lakukan kepadamu.”
 
Al-Hurr menaiki kudanya, meng-hentakkan kendalinya, dan meloncat menyerbu orang-orang Kufah, yang pernah menjadi anak buahnya. “Hai, orang-orang Kufah, kalian biarkan orang-orang Yahudi, Nasrani, anjing, dan babi meminum air sungai Eufrat, tapi kalian biarkan keluarga Rasulullah kehausan. Semoga Allah tidak melepaskan dahaga kalian pada Hari Pembalasan nanti.
 
Ratusan orang mengepungnya. Kuda Al-Hurr roboh diserang anak panah. Tanpa kendaraan, Al-Hurr masih mengamuk seperti singa yang terluka. Akhirnya ia gugur juga. Tubuhnya dicincang ratusan pedang. Ia telah memilih surga dengan darahnya.
 
Pertempuran pun kemudian ber-kecamuk. Tujuh puluh dua orang pengikut Al-Husayn satu demi satu tersungkur dan darahnya menggenangi padang Karbala. Kita lihat, pasir-pasir yang semula kemuning sekarang memerah. Tinggallah Al-Husayn beserta beberapa orang keluarganya. Ali Akbar, putra Al-Husayn yang berusia sembilan belas tahun, maju menjaga ayahnya. Ia menghantamkan pedangnya ke kiri dan ke kanan, menyeruak ke tengah-tengah musuh. Luka-luka telah mengoyak tubuhnya, sementara kerongkong-annya kering karena kehausan. Al-Husayn menghiburnya, “Sabarlah wahai anakku, sebentar lagi kakekmu Rasulullah akan memberimu minum dengan air surga.”
 
Sebuah anak panah melesat dan menembus jantung Ali Akbar. Ia jatuh tersungkur. Sambil tetap melihat musuh-musuhnya, Al-Husayn membelai kepala putranya, “Semoga Allah membunuh orang yang membunuhmu.” Ali Akbar gugur, disaksikan ayahnya sendiri. Zainab, yang terus mengawasi pertempuran itu, meloncat dari kemahnya. Tanpa meng-hiraukan bahaya ia menuju ke tempat Ali Akbar. Teriakannya menggema di seluruh Karbala, “Ya Allah, anakku sayang.” Ia mengangkat kepala Ali Akbar yang berlumuran darah, membelai-belainya, menciumnya, dan tidak henti-hentinya meratap dan menangis. Ia sudah tidak memperhatikan suasana sekitarnya. Menyadari bahaya yang mengancam adiknya, Al-Husayn menarik tangan Zainab, mem-bawanya kembali masuk ke dalam kemah.
 
Di dalam kemah itu, kita mendengar rintihan anak-anak yang kehausan. Kita melihat Al-Husayn memandang putranya. Ali Asghar menggelepar karena haus yang mencekik lehernya. Ia tidak dapat menahan perasaan ibanya. Diangkatnya bayi kecil itu ke luar kemah. Ia mengacungkan bayi itu supaya jelas kelihatan oleh lawan-lawannya. “Hai orang-orang Kufah, apakah kalian tidak takut kepada Allah? Adakah padamu setetes air minum untuk bayi kecil ini? Tidakkah kalian merasakan derita anak kecil yang tidak berdosa ini?”
 
“Inilah air minumnya!”, kata seorang pasukan ‘Umar bin Sa’ad. Ia merentang busur dan anak panah melesat tepat menembus perut bayi yang berada di tangan Al-Husayn. Alangkah terkejutnya Al-Husayn. Ia tidak mengira musuhnya akan sekejam itu. Sejenak ia terpaku, menyaksikan bayi kecil itu menggelepar-gelepar di ujung jarinya, dan darah yang suci membasahi tangan dan pakaiannya. Kita mendengar lagi jeritan Zainab dari dalam kemah. Al-Husayn perlahan-lahan meletakkan jenazah putranya di samping jenazah-jenazah syuhada lainnya. (bersambung)
 
KH Dr Jalaluddin Rakhmat, Dewan Pembina Yayasan Muthahhari Bandung

0 Comments

Your comment will be posted after it is approved.


Leave a Reply.

    Rasulullah saw bersabda:

    “Ketahuilah, aku kabarkan kepadamu perihal Mukmin. Mukmin ialah orang yang karena dia jiwa dan harta manusia terlindungi (aman). Muslim ialah yang selamat orang lain dari gangguan lidah dan tangannya. Mujahid ialah orang yang berjihad melawan nafsunya ketika mentaati Allah. Muhajir ialah yang menjauhi kesalahan dan dosa.”
    ​
    ​ 
    (HR Al-Hakim dan Al-Thabrani)
    ​


    Picture

    Tema

    All
    Abu Nawas
    Adam
    Agama
    Ahlulbait
    Akal
    Akhlak
    Albirr
    Al-Husayn
    Ali Bin Abi Thalib
    Ali Bin Abu Thalib
    Al-Mizan
    Alquran
    Amal
    Anak
    Arafah
    Arbain Walk
    Asep Salahudin
    Asyura
    Babul
    Bahasa
    Bahjah
    Bahlul
    Bangsa
    Barzakh
    Berkah
    Bicara
    Bidadari
    Bubur Suro
    Bukhari
    Buku
    Bulan Suci
    Cerita
    Cinta
    Covid 19
    Covid-19
    Depresi
    Doa
    Dogma
    Dosa
    Dua Belas Imam
    Dunia
    Emas
    Empati
    Epistemologi
    Fatwa
    Fidyah
    Fikih
    Filsafat
    Fitrah
    Gaya Menulis
    Gender
    Gereja
    Ghuraba
    Globalisasi
    Guru
    Hadiah
    Hadis
    Haji
    Happy Birthday
    Hari Anak Nasional
    Hasan
    Hasan Bashri
    Hermeneutika
    Hitler
    Husain
    Ibadah
    Identitas Arab Itu Ilusi
    Ideologi
    Idul Fitri
    Ihsan
    IJABI
    Ilmu
    Ilmu Kalam
    Imam
    Imam Ali
    Imam Ali Zainal Abidin
    Imam Husain
    Imam Mahdi
    Iman
    Imsak
    Indonesia
    Islam
    Islam Ilmiah
    Islam Madani
    Isra Mikraj
    Jalaluddin
    Jalaluddin Rakhmat
    Jihad
    Jiwa
    Jumat
    Kafir
    Kajian
    Kaki
    Kang Jalal
    Karbala
    Keadilan
    Kebahagiaan
    Kebangkitan Nasional
    Keluarga
    Kemanusiaan
    Kematian
    Kesehatan
    Khadijah
    Khalifah
    Khotbah Nabi
    Khutbah
    Kisah Sufi
    Kitab
    Kitab Sulaim
    Konflik
    Kurban Kolektif
    Lembah Abu Thalib
    Madrasah
    Makanan
    Malaikat
    Manasik
    Manusia
    Maqtal
    Marhaban
    Marjaiyyah
    Marxisme
    Masjid
    Mawla
    Mazhab
    Media
    Miftah
    Mohammad Hussain Fadhullah
    Mubaligh
    Muhammad Babul Ulum
    Muharram
    Mujtahid
    Mukmin
    Munggahan
    Murid
    Muslim
    Muslimin
    Musuh
    Muthahhari
    Myanmar
    Nabi
    Najaf
    Nano Warno
    Negara
    Neurotheology
    Nikah
    Nilai Islam
    Nusantara
    Orangtua
    Otak
    Palestina
    Pancasila
    Pandemi
    Pendidikan
    Penyintas
    Perampok
    Pernikahan
    Pesantren
    Politik
    Post Truth
    Pseudosufisme
    Puasa
    Pulang
    Qanaah
    Racun
    Rakhnie
    Ramadhan
    Rasulullah
    Revisionis
    Rezeki
    Rindu
    Rumah
    Rumah Tangga
    Sahabat
    Sahur
    Saqifah
    Sastra
    Saudara
    Sayyidah Aminah
    Sayyidah Fatimah
    Sayyid Muhammad Hussein Fadhlullah
    Sejarah
    Sekolah
    Shahibah
    Shalat
    Shalawat
    Sidang Itsbat
    Silaturahmi
    Silsilah
    Sosial
    Spiritual
    Suami
    Suci
    Sufi
    Sunnah
    Sunni
    Surga
    Syahadah
    Syawal
    Syiah
    Tafsir
    Tajil
    Takfirisme
    Taklid
    Tanah
    Tarawih
    Tasawuf
    Tauhid
    Tsaqalayn
    Tuhan
    Ukhuwah
    Ulama
    Umat
    Umrah
    Waktu
    Waliyyul Amri
    Wasiat
    Wiladah
    Yatim
    Zawjah
    Ziarah

    Arsip

    April 2024
    March 2024
    November 2023
    October 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    July 2022
    June 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    March 2021
    January 2021
    December 2020
    November 2020
    September 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    May 2020
    March 2020
    January 2020
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    September 2018
    July 2018
    May 2018
    February 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.