Al-Husain jelas dari Rasulullah Saw, karena ia keturunan Sang Nabi. Tapi apa makna “dan aku dari Husain”? Yassin Al-Jibouri menafsirkannya sebagai berikut. Nabi Saw adalah perwujudan Islam. Nabi adalah manifestasi Islam seluruhnya. Ketika Nabi menyampaikan itu, Nabi Saw tahu bahwa keberlangsungan agama Islam yang dibawanya hanya akan tegak sampai hari kiamat melalui Al-Husain. Syahadah Imam Husain di Karbala-lah yang menyelamatkan Islam. Benar kiranya, bahwa setiap muslim sekarang ini berutang terima kasih dan kewajiban atas pengorbanan keluarga Rasulullah Saw di Karbala.
Maka tumbuhlah Al-Husain dalam dekapan Rasulullah Saw. Imam Ali—ayahnya—sering membawa Al-Husain ke pangkuan Nabi. Setiap kali Nabi menimang Al-Husain, ia memeluknya dan menciumi lehernya berulang-ulang. Sempat Ali bertanya: “Mengapa leher itu yang sering kaucium ya Rasulallah?” Dan Nabi menitikkan airmatanya...
Nabi sering menggendong Imam Hasan dan Imam Husain di pundaknya. Ketika Nabi membeli Zuljanah, kuda putih besar itu dari Haris, ia melihat Al-Husain sering mendekatinya. Seolah ada percakapan antara anak kecil dan kuda itu. Nabi bertanya, “Maukah engkau mengendarainya?” Al-Husain mengiyakan. Nabi meminta kuda itu dibawa mendekat. Ketika sudah dekat benar, Zuljanah tiba-tiba merebahkan tubuhnya, sehingga Al-Husain kecil dengan mudah naik di atasnya.
Keindahan akhlak Imam Husain, sebagaimana Ahlul Bayt lainnya, adalah yang paling menyerupai Rasulullah Saw. Shahih Bukhari meriwayatkan hadis dari Muhammad bin Husain bin Ibrahim, yang memperolehnya dari Husain bin Muhammad: “Telah bercerita kepada kami Jarir dari Muhammad dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu: “Kepala (terputus) Al-Husain didatangkan pada Ubaidullah bin Ziyad. Ia meletakkanya di atas nampan, kemudian menekan-nekannya. Ia lalu berkata sesuatu tentang Al-Husain.” Anas berkata: “Al-Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Saw.” (Shahih Bukhari, hadis nomor 3465, Kitab Manaqib).
Maka ketika Al-Husain as berdiri di padang Karbala, ia mengingatkan musuh-musuhnya tentang dirinya. Bahwa ia adalah Ahli Bait Rasulillah. Bahwa pedang yang ia bawa adalah pedang Nabi, jubah yang ia pakai adalah jubah Nabi. Serban yang ia kenakan adalah serban Rasulullah Saw. Tetapi semua itu tidak membuat pasukan yang sudah tergoda dengan gelimang janji dan harta itu berpaling. Ketika Imam Husain bertanya, apa yang membuat mereka memeranginya? Mereka menjawab: “Karena ketaatan kami pada Amir Ubaidillah bin Ziyad.” Karena ketaatan mereka pada penguasa yang zalim.
Di Karbala, perang itu tak terelakkan. Dalam Injil, Perjanjian Lama, Yeremia 46:6 dan 46:10 mencatat sebuah peristiwa di tanah utara, di dekat sungai Efrat. Entah sebuah nubuwat atau peristiwa yang sama terulang. Berikut kutipan perjanjian lama tentang peristiwa di tepi sungai Efrat: Orang yang tangkas tidak dapat melarikan diri, pahlawan tidak dapat meluputkan diri; di utara, di tepi sungai Efratlah mereka tersandung dan rebah... Hari itu ialah hari Tuhan ALLAH semesta alam, hari pembalasan untuk melakukan pembalasan kepada para lawan-Nya. Pedang akan makan sampai kenyang, dan akan puas minum darah mereka. Sebab Tuhan ALLAH semesta alam mengadakan korban penyembelihan di tanah utara, dekat sungai Efrat.
Ketika satu persatu pahlawan Islam itu gugur, dan sejarah mencatatkan kesetiaan dan pengorbanan mereka dengan teladan yang sempurna, keluarga Rasulullah Saw yang tersisa meniti perjalanan menuju istana penguasa. Sebelum Imam Husian syahid, setelah bertempur dan bersimbah darah, ia kembali ke tendanya. Memegang tangan kanan Imam Ali Zainal Abidin yang terbaring sakit, menekannya ke dadanya dan mengajarkannya doa. Sebuah hadiah terakhir. Persiapan bagi lautan musibah dan bencana yang akan dihadapi As-Sajjad as. Imam pun melepas keluarganya dan menjemput syahadah.
Ketika Imam tersungkur dan jatuh, Zuljanah berjalan mengitarinya, melindungi junjungannya dari serangan musuh yang datang. Ia mengusap kepala Imam yang bersimbah darah dengan kepalanya. Di saat seperti itu, Ibn Sa’ad berteriak lantang: “Tangkap kuda itu! Itu salah satu kuda Rasulullah!” Puluhan orang merangsek mendekati Zuljanah, tapi ia dengan tangkas mengibaskan kaki dan ekornya, bergeliat begitu perkasa, sehingga beberapa orang dan kuda-kuda yang lain jatuh binasa. Ibn Sa’ad kemudian berkata: “Biarkan dia...kita lihat apa yang mau dilakukannya...” Merasa aman, kuda itu kembali menemui Imam Husain as, mengusap dan menghirup darah yang mengalir dari kepala Imam. Ia melengking dengan keras. Jeritan, teriakan, kesedihan perpisahan. Kemudian dengan cepat ia berlari ke arah tenda perempuan dan anak-anak. Konon, setelah itu, Zuljanah tak pernah terlihat lagi...
Di padang Karbala, Al-Husain seorang diri. Sahabat-sahabatnya telah banyak yang gugur. Seiring dengan teriakan Sayyidah Zainab sa, sekelompok musuh mendekati Imam yang tengah terbaring. Imam berkata ke arah Umar bin Sa’ad: “Hai Umar, apakah Abu Abdillah mesti dibunuh dan engkau menyaksikannya?” Imam memalingkan wajahnya. Airmata membasahi janggutnya. Sayyidah Zainab menjerit: “Tidakkah ada seorang muslim di antara kalian?” Mereka tidak memedulikannya. Kemudian Umar bin Sa’ad berteriak: “Habisi dia!” Syimr bin Zil Jawsyan yang pertama menaatinya. Ia menendang Imam dengan kakinya. Duduk di atas pundaknya. Mencengkeram dengan kencang janggut sucinya. Menusuknya dengan duabelas tikaman. Kemudian ia menebas dan memisahkan kepala suci itu dari jasadnya...
Salam bagimu Ya Aba ‘Abdillah...
Orang-orang keji itu kini mengerumuni jasad suci tanpa kepala. Ishaq bin Hawayh menarik paksa jubahnya. Akhnas bin Murtsid bin Alqamah al-Hadhrami mengambil serbannya. Aswad bin Khalid melepaskan sandalnya. Jami’ bin Khalq al-Awdi dan seorang dari Bani Tamim bernama Aswad bin Khanzalah mengambil pedangnya.
Datanglah Bajdal. Ia melihat ada cincin yang diselimuti darah merah di tangan Imam. Ia memotong jari Imam, mengambil cincin itu. Qays bin al-Asy’ats menjarah pelana tempat duduk Imam yang terlepas dari Zuljanah. Sobekan-sobekan pakaian Imam diambil paksa oleh Ja’unah bin Hawiyah. Busur panah dan baju luarnya direnggut oleh Rahil bin Khaytsamah, Hani bin Syahib al-Hadhrami dan Jarar bin Mas’ud al-Hadhrami. Ada orang yang hendak mengambil apa yang tersisa dari baju yang melekat pada tubuh Imam. Konon, ia tidak dapat melakukannya. Tangan Imam terasa berat menghalanginya. Ia tebas tangan kanannya. Tangan kiri Imam menghalanginya. Ia potong juga tangan kiri Imam itu. Ketika ia hendak melepaskan yang tersisa dari pakaian di tubuh Imam, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh yang mengguncang bumi. Ia urung melakukan niatnya. Ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Ketika pingsan—ia melihat Rasulullah, Imam Ali, Sayyidah Fatimah dan Imam Hasan. Ia melihat Sayyidah Fatimah berkata kepada Al-Husain: “Duhai anakku, mereka telah membunuhmu. Semoga Allah membunuh mereka.” Al-Husain berkata kepada ibunya sambil menunjuk orang itu: “Wahai Ibu, orang ini telah menebas tanganku.” Kemudian Sayyidah Fatimah berkata: “Semoga Allah memutus kedua tangan dan kakinya, membuatnya buta, dan menariknya pada siksa neraka.” Ujarnya kemudian: “Sungguh, aku sekarang buta. Tangan dan kakiku sudah tiada. Satu-satunya yang tersisa tinggal api neraka...” (Sumber: Karbala and Beyond, Yasin T. Jibouri halaman 86). *** (tamat)
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa Ali Sayyidina Muhammad
Salam bagi rambut putih yang dicelup darah
Salam bagi paras yang tertutup debu-debu tanah
Salam bagi tubuh yang dijarah
Salam bagi lisan yang dihantam ujung pedang
Salam bagi kepala yang terhunus di tombak pancang
Salam bagi tubuh-tubuh yang dibiarkan tergeletak di padang gersang
Salam bagi dia yang berselimutkan tetes darah
Salam bagi dia yang dihancurkan kehormatannya
Salam bagi dia, yang kelima dari Ashabil Kisa
Salam bagi dia, penghulu para syuhada
Salam bagi dia, yang terasing dari semua yang terasing
Salam bagi dia, penentang musuh zalim
Salam bagi dia, yang didekap tanah Karbala
Salam bagi dia, yang menangis malaikat karenanya
Salam bagimu Ya Aba ‘Abdillah...
Dengan semangat Al-Husain, kita bebaskan Al-Quds! Duka dan cinta kita untuk bangsa Palestina, untuk bangsa Yaman, untuk Bahrain, untuk seluruh negeri yang kini sedang dilanda musibah Covid19. Mari doakan pula untuk Indonesia agar negerinya berkah, sehat lahir batin masyarakat dan pemerintahnya. Alfaathihah maash-shalawat!