Assalamu’alaika, wahai bulan Allah yang agung,
wahai waktu-waktu yang menyertai kami dengan penuh kemuliaan.
Wahai bulan dengan jam-jam dan hari-hari kebaikan.
Assalamu’alaika, wahai bulan yang ketika harapan didekatkan dan amal dihamparkan.
Salam bagimu wahai Ramadhan, sahabat yang ating membawa kebahagiaan dan pergi meninggalkan kepedihan.
Salam bagimu wahai kawan, yang membuat hati menjadi lembut dan dosa berguguran.
Salam bagimu wahai bulan penolong yang membantu kami melawan setan dan memudahkan kami menapak jalan kebaikan.
Salam bagimu wahai Ramadhan. Betapa panjangnya engkau bagi para pendurhaka. Betapa mulianya engkau bagi hati orang-orang yang percaya.
Salam bagimu wahai Ramadhan, engkau datang kepada kami membawa keberkahan dan membersihkan kami dari kesalahan.
Salam bagimu wahai Ramadhan, wahai yang dirindukan sebelum kedatangannya dan disedihkan sebelum kepergiannya.
Salam bagimu wahai Ramadhan. Karena betapa banyaknya kejelekan telah dipalingkan dari kami. Karenamu betapa banyaknya kebaikan telah dilimpahkan kepada kami.
Kita sudah meninggalkan bulan Ramadhan. Bulan penyucian ruhani. Mulai hari ini kita semua memikul beban berat untuk mempertahankan kesucian ini. Selama sebulan, Tuhan menyaksikan Anda bangun di waktu dini hari dan mendengarkan suara istighfar Anda. Alangkah malangnya bila setelah hari ini Tuhan melihat Anda tidur lelap bahkan melewati waktu Subuh seperti bangkai tak bergerak. Selama sebulan bibir Anda bergetar dengan doa, dzikir, dan kalimat suci Al-Quran.
Celakalah Anda bila Anda gunakan bibir yang sama untuk menggunjing, memfitnah, dan mencaci maki kaum Mukminin. Selama sebulan Anda melaparkan perut dari makanan dan minuman yang halal di siang hari. Relakah Anda sekarang memenuhi perut Anda dengan makanan dan minuman yang haram.
Setelah hari ini Anda akan diuji apakah Anda termasuk orang yang terus mensucikan diri, berdzikir, dan shalat atau tetap mencintai dan mendahulukan dunia. Apakah Anda termasuk orang yang di sebut Al-Quran, tazakka wa dzakarasma rabbihi fashalla (QS. Al-A’la/87: 14-15). Atau Anda termasuk orang yang, tu’tsiru nal haya tad dunya (QS.Al-A’la/87: 16).
Nabi Muhammad Saw selalu membaca surat Al-A’la pada shalat ‘Idnya, begitu pula Imam 'Ali bin Abi Thalib as, sehingga ada orang munafik yang menuduh 'Ali tidak pandai membaca Al-Quran. Imam 'Ali as berkata: ”Seandainya orang tahu apa yang terdapat pada surat Al-A’la, ia akan membacanya dua puluh kali sehari.”
Apa yang terdapat dalam surat Al-A’la? Mengapa orang dianjurkan membacanya? Mengapa para khatib dan Imam membaca surat Al-A’la dalam shalat ‘Id. Shalat ‘Id adalah shalat yang memisahkan kita antara Ramadhan dan sesudah Ramadhan, antara hari-hari latihan kesucian dan mempertahankannya. Marilah kita perhatikan kembali surat Al-A’la.
“Sucikan nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi” (ayat 1). Sucikan nama Tuhanmu dengan dzikir, doa, istighfar, shalat, dan amal shaleh. Sucikan Dia dengan mensucikan dirimu, seperti yang kamu lakukan dalam bulan Ramadhan.
“Dia yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menetapkan ketentuan dan memberikan petunjuk” (ayat 2-3). Inilah salah satu sifat Allah, Dia menciptakan siapa saja yang dikehendakinya dan menuntunnya kearah kesempurnaan. Ia menetapkan ketentuan dan memberikan petunjuk, hanya orang yang mengikuti ketentuan dan petunjuk-Nya yang bergerak menuju kesempurnaan.
“Dan Allah-lah yang menggelarkan rerumputan hijau, lalu Dia menjadikannya sampah yang hitam” (ayat 4-5). Inilah sifat Allah yang kedua, ia menurunkan makhluk-Nya yang melanggar ketentuan dan petunjuk-Nya dari kedudukan yang mulia ke lembah yang rendah dari rerumputan yang hijau menjadi sampah yang hitam, dari Al-Mar’a menjadi Ghotsaan Ahwa.
Setelah sebulan lamanya kita berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Setelah kita mengurangi makan dan tidur untuk menaati ketentuan dan petunjuk Allah, kita akan diuji sampai Ramadhan yang akan datang. Apakah kita termasuk hamba-hamba Allah yang setia mengikuti ketentuan dan petunjuk-Nya, sehingga sedikit demi sedikit kita naik ke maqam yang lebih tinggi, setapak demi setapak kita mendekati Allah Yang Maha Mulia. Ataukah ruhani kita yang indah yang tumbuh subur di bulan Ramadhan yang dilukiskan Al-Quran seperti Al-Mar’a, rerumputan yang hijau, akan berubah menjadi, Ghutsaan Ahwa sampah yang hitam?
Kita pantas cemas memikirkan hari-hari sesudah hari ini. Kita patut berhati-hati menjaga diri setelah bulan penyucian berlalu. Rasulullah Saw sering merintih memohon ampunan, padahal beliau adalah manusia yang disucikan, insan yang sudah mencapai kesempurnaan.
Pernah suatu saat, Ummu Salamah ra, terbangun di pertengahan malam, dan melihat Rasulullah Saw tidak ada. Kemudian disudut rumah, ia mendengar Rasulullah menangis terisak-isak dan berkata,”Tuhan, jangan tinggalkan aku sendirian sekejap mata pun.”
Ummul Mukminin Aisyah ra juga pernah menyaksikan Nabi Muhammad Saw tidak henti-hentinya menangis pada shalat malamnya, sehingga janggutnya basah dengan air matanya. Ketika sahabat bertanya, “Mengapa?” Nabi Saw menjawab, “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur.”
Kepada Nabi yang suci, Allah telah memberikan jaminan. Allah akan menjaganya, sehingga ia tidak akan lupa. Inilah jaminan Allah kepadanya.
“Akan kami bacakan kepada kamu dan kamu tidak akan lupa kecuali yang dikehendaki Allah. Sungguh, Dia mengetahui yang terbuka dan tersembunyi. Dan kami memudahkan kamu ke jalan kebaikan. Maka berilah peringatan, sungguh peringatan itu sangat bermanfaat” (ayat 6-9).
Nabi Muhammad Saw disuruh memperingatkan kita. Bukankah Beliau Saw mengatakan ada dua macam orang yang melakukan puasa: yang mendapatkan ampunan Tuhan dan yang mendapatkan lapar dan dahaga saja. Nabi Saw juga bersabda, “Alangkah sedikitnya orang yang shaum dan alangkah banyaknya orang yang hanya lapar saja.” Apakah kita termasuk orang yang shaum? Yang kata Rasulullah saw hanya sedikit saja ataukah kita termasuk yang hanya melaparkan perut saja?
Jawabannya dibuktikan dengan perilaku kita sesudah hari ini. Bila kita sangat hati-hati menjaga anggota badan kita dari kemaksiatan, bila kita tetap rukuk dan sujud diujung malam, ketika banyak orang tertidur pulas, bila kita sangat peka melihat penderitaan kaum fuqara’ dan masakin, insya Allah kita termasuk orang yang shaum. Bila hati kita masih dipenuhi kedengkian kepada sesama kaum Mukminin, bila bibir kita masih mengumbar kata cacian dan makian, bila perut kita, masih juga dipadati yang haram dan syubhat, bila tangan-tangan kita masih juga bergelimang kedhaliman dan perampokan, kita hanyalah Al-Jaw’ orang yang melaparkan diri saja, tidak lebih dari itu.
Al-Quran menyebut kita Al-Asyqa’, orang yang celaka. “Orang-orang yang takut akan mengambil pelajaran, orang-orang yang celaka akan menjauhinya. Yang terlempar pada neraka Al-Kubra lalu dia tidak mati dan tidak juga hidup. Berbahagialah orang-orang yang mensucikan dirinya, mengingat nama Tuhan-Nya dan melakukan shalat tapi kalian lebih menyukai dunia, padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal. Sungguh semua ini ada pada shuhuf terdahulu, shuhuf Ibrahim dan Musa.” (QS. Al-A’la (87): 11-19).
Semoga Allah menjadikan kita diantara orang-orang yang takut pada peringatan-Nya, yang selalu memelihara kesucian diri dan mengharapkan akhirat yang lebih baik dan lebih kekal.
Marilah kita menguatkan tekad untuk melestarikan hasil-hasil Ramadhan yang baru lalu. Tetapkanlah niat kita bahwa kita ingin terus menuju kesempurnaan dengan mengikuti ketentuan dan petunjuk Allah Swt.
Kita berjanji untuk tidak melupakan ajaran Al-Quran dan peringatan. Rasulullah Saw dalam akhir surat Al-Kahfi (18): 110, “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: bahwa sesungguhnya tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan tuhannya, maka hendaklah ia beramal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepadanya.”
Marilah kita mengharap Rabbul ‘Alamin dengan khusyuk dan khidmat. Marilah kita sampaikan pengakuan dosa dan kelemahan diri kita dihadapan Allah Swt:
Ya Allah, kami berkumpul dihadapan-Mu, sebagaimana kami akan berkumpul dihadapan-Mu pada hari kiamat nanti. Sekarang Engkau inginkan kami memanggil-Mu, dan memohon ampunan-Mu. Kelak di hari kiamat Engkau akan mengadili kami dan mempersiapkan azab-Mu. Sekarang engkau sembunyikan dosa-dosa kami dari manusia, nanti Engkau permalukan kami dihadapan seluruh makhluk-Mu.
Ya Allah, Engkaulah yang memanggil kami ke sini, Engkaulah yang menuntun kami untuk mensucikan diri. Rabbana, Engkau perintahkan kami untuk memaafkan orang yang mendzalimi kami. Kami sudah mendzalimi diri kami sendiri, ampunilah kami.
Engkau perintahkan kami untuk bersedekah kepada kaum fuqara’ diantara kami dan inilah kami, Ya Allah, semua fakir dihadapan-Mu, berilah kami.
Engkau melarang kami mengusir orang-orang miskin dari pintu rumah kami. Kami ini semua orang-orang miskin dihadapan-Mu, janganlah engkau usir kami dari pintu-Mu”.
Ya Ghaffar, dengan cahaya-Mu kami mendapat petunjuk. Dengan karunia-mu, kami mendapat kecukupan. Dengan nikmat-Mu kami masuki pagi dan petang, dan inilah kami, membawa dosa-dosa kami dihadapan-Mu.
Ya Allah, kami mohonkan ampunan-Mu, kami bertaubat kepada-Mu. Engkau limpahi kami dengan kenikmatan, tapi kami melawan-Mu dengan kemaksiatan. Kebaikan-Mu turun kepada kami dan kejelekan kami naik kepada-Mu.
Tidak henti-hentinya malaikat yang mulia mengantarkan kepada-Mu kejelekan amal kami. Tapi itu tidak mencegah-Mu untuk melimpahi kami dengan nikmat-Mu dan untuk memuliakan kami dengan anugerah-Mu.
Subhanaka, betapa penyantun Engkau, betapa agung Engkau. Betapa pemurah Engkau. Kami tidak akan pernah melupakan pertolongan-Mu pada waktu kami kecil, Engkau besarkan kami dengan limpahan nikmat-Mu dan kemurahan-Mu. Setelah besar, Engkau tinggikan nama kami.
Ya Allah, yang memelihara kami dengan karunia dan anugerah-Mu di dunia, dan melindungi kami dengan ampunan dan kemurahan-Mu di akhirat.
Kami menyeru-Mu, Gusti, dengan lidah yang sudah bisu karena durhaka. Kami memanggil-Mu, Ya Rabbi, dengan hati yang berlumur dosa. Kami menyeru-Mu, Rabbana, dalam perasaan galau, takut, cemas, harap, dan cinta.
Gusti, bila kami melihat dosa kami, kami menggigil ketakutan. Bila kami sadar akan kemurahan-Mu, kami melonjak kegirangan. Jika engkau ampuni, Engkau memang pengasih. Jika Engkau menyiksa, Engkau bukan penyiksa yang dhalim.
Rabbana, sekarang ini telah kau tutup aib dan dosa kami, keluarkan kecintaan kepada dunia dari hati kami. Kumpulkan kami bersama Nabi Al-Musthafa dan keluarganya, dengan para nabi pilihan-Mu diantar makhluk-Mu.
Bantulah kami menangisi diri kami. Kami sudah menyia-nyiakan usia kami dengan penangguhan dan angan-angan. Kami sudah menjadi orang-orang yang putus harapan.
Siapa gerangan yang keadaannya lebih jelek dari kami? Jika dalam keadaan kami seperti ini, kami dipindahkan kekubur, kami belum menyiapkan pembaringan kami, kami belum menghamparkan amal saleh untuk tikar kami.
Bagaimana kami tidak akan menangis, sedangkan kami tidak tahu akhir perjalanan kami? Kami melihat nafsu menipu dan hari-hari melengahkan kami. Padahal maut telah mengepak-ngepakkan sayapnya diatas kepala kami.
Tuhan, bagaimana kami tidak menangis bila kami mengenang saat menghembuskan nafas yang terakhir. Kami menangis karena kegelapan kubur. Kami menangis karena kesempitan lahat. Kami menangis karena pertanyaan Munkar dan Nakir. Kami menangis karena kami akan keluar dari kibur dalam keadaan telanjang, hina, sambil memikul beban dosa diatas punggung kami. Lalu kami melihat ke kanan dan ke kiri. Kami melihat keadaan orang lain berbeda dengan keadaan kami.
Pada hari itu setiap orang sibuk dengan urusannya sendiri. Ada wajah-wajah terang, ceria gembira. Dan ada wajah-wajah berdebu, tertutup kelabu dan kehinaan.”
Rabbana, inilah hamba-hamba-Mu yang sepenuhnya bergantung kepada kasih-sayang-Mu. Kasihanilah kelemahan tubuh kami. Ampunilah kesalahan kami. Dan bersihkanlah hati kami. Bukakan pintu rahmat-Mu. Terimalah doa-doa dan amal-amal kami.
Wa shallallahu 'ala Muhammadin wa alihil ath-har. Wal hamdu lillah. ***
KH Jalaluddin Rakhmat, Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI)