Belakangan ini, marak lagi pemberitaan di media online dan social media soal tuduhan penggunaan ijazah palsu DR KH Jalaluddin Rakhmat MSc. Fitnah yang muncul beberapa tahun lalu itu diramu ulang dan direle oleh berbagai media-media online. Namun darimanakah asal mula fitnah tersebut?
Jika ditelusuri lebih jauh ke belakang, fitnah ini bermula dari laporan Said Abd Shamad beberapa tahun lalu ke polisi dan berbagai instansi. Ketua LPPI Indonesia Timur tersebut menuduh KH Jalaluddin Rakhmat menggunakan ijazah dan gelar palsu.
Namun tuduhan dan laporan tersebut bukanlah murni persoalan ijazah atau gelarnya. Sejak awal KH Jalaluddin Rakhmat mendaftar untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar pada tahun 2010, Said Abd Shamad (dengan LPPI-nya) telah melakukan berbagai upaya untuk menjegal proses doktoral KH Jalaluddin Rakhmat tersebut.
Dan seperti yang terbukti dalam pengakuan Said Abd Shamad sendiri kepada Prof Dr H Ahmad M Sewang MA, waktu itu menjabat sebagai Direktur PPs UIN Alauddin Makassar, motif utama di balik berbagai serangan Said Abd Shamad (dengan LPPI-nya) kepada KH Jalaluddin Rakhmat adalah tudingan Syiah yang disematkan kepada beliau dan anggapan bahwa Syiah adalah sesat, di luar Islam. Demikian penjelasan Syamsuddin Baharuddin yang mengutip penjelasan Prof Dr H Ahmad M Sewang MA.
Berbagai upaya dilakukan Said Abd Shamad dan LPPI-nya untuk menggagalkan (menghentikan) proses doktoral KH Jalaluddin Rakhmat di PPs UIN Alauddin Makassar. Mulai dari aksi protes bersama FPI kepada Pimpinan UIN Alauddin, intimidasi dengan tekanan massa kepada Pimpinan PPs UIN Alauddin, protes kepada DPRD Sulawesi Selatan, protes kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, protes kepada MUI Sulawesi Selatan dan MUI Pusat, hingga kepada Menteri Agama RI. Namun semua aksi protes tersebut gagal total, karena keberanian dan konsistensi Pimpinan UIN Alauddin Makassar untuk mempertahankan “kebebasan akademik” (academic freedom) dan mematuhi aturan perundang-undangan. (baca berita di koran Tribun dan Fajar, antara lain "Sewang: Pemberian Gelar Tidak Bisa Dihalangi", Fajar 5/8/2011; UIN Tak Gubris Penolakan LPPI, Tribun Timur 28/7/2011).
LPPI juga mempertanyakan keabsahan ijazah Jalaluddin Rakmat yang menjadi dasar mendaftarkan diri mengikuti Program S3 Doktoral by Research di PPs UIN Alauddin Makassar. Namun, pertanyaan tersebut juga sudah dijawab secara resmi oleh Pimpinan UIN Alauddin kepada Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kemenag RI lewat surat resmi pada tanggal 17 Maret 2014 . Intinya, Pimpinan UIN Alauddin menjelaskan bahwa KH Jalaluddin Rakhmat telah memenuhi seluruh persyaratan untuk menjalani proses Doktoral by Research di PPs UIN Alauddin. Dalam surat tersebut dijelaskan juga bahwa sesungguhnya persoalan utama atas keberatan LPPI Said Abd Shamad adalah karena KH Jalaluddin Rakhmat dianggap pengikut muslim Syiah. Dalam pandangan LPPI Said Abd Shamad, Syiah adalah paham sesat. Adapun keberatan lainnya baru muncul kemudian setelah mereka tidak berhasil menggagalkan proses doktoral KH Jalaluddin Rakhmat dengan alasan paham Syiah.
Said Abd Shamad kemudian melanjutkan usahanya untuk melaporkan KH Jalaluddin Rakhmat ke pihak kepolisian di Makassar. Terkait pengaduan LPPI ke Polisi atas dugaan pemalsuan gelar, Polisi mengaku belum cukup bukti untuk melanjutkan kasus tersebut ke tingkat yang lebih tinggi. Saat mengkonfirmasi informasi ini kepada Syamsuddin Baharuddin yang turut dimintai kesaksiannya oleh penyidik Polrestabes Makassar, ketua PP IJABI tersebut mengatakan bahwa penyidik yang memeriksa kasus tersebut mengatakan (seperti dimuat juga di media) bahwa laporan dugaan pemalsuan gelar yang digunakan Jalaluddin Rakhmat masih kekurangan alat bukti untuk ditingkatkan ke penyidikan. Menurutnya, polisi telah melakukan penyelidikan dan tidak menemukan unsur pemalsuan gelar yang dilakukan oleh KH Jalaluddin Rakhmat.
Syamsuddin Baharuddin menambahkan, terkait gelar KH Jalaluddin Rakhmat, cukuplah menjadi dasar rujukan Surat Keputusan (SK) Pensiun yang diterbitkan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) No.00132/KEP/DV/13016/13 tertanggal 22 Mei 2013, yang mencantumkan nama Dr H Jalaluddin Rakhmat M.Sc dalam lembaran negara. Jika pencantuman gelar itu diragukan keabsahannya, mestinya gugatan ditujukan pada Badan Kepegawaian Negara yang mencantumkan nama dan gelar tersebut.
Laporan Said Shamad ke MKD DPR Kandas
Akhirnya KH Jalaluddin Rakhmat menyelesaikan pendidikan S3-nya di bidang Pemikiran Islam di UIN Alauddin Makassar. Kelulusan ini ditandai dengan ujian doktoralnya tanggal 15 Januari 2015 dengan hasil sangat baik. Dengan demikian, usaha Said Abd Shamad dan LPPI-nya untuk menjegal studi beliau di Makassar dengan menggunakan isu ijazah palsu, gagal total. Said Abd Shamad akhirnya mencoba membawa masalah ini ke DPR.
Secara resmi, Said Abd Shamad menyurat ke DPR tanggal 23 Februari 2015 dan meminta dewan wakil rakyat tersebut meninjau keanggotaan KH Jalaluddin Rakhmat dengan alasan yang sama: penggunaan ijazah palsu. Surat Said Abd Shamad ini akhirnya ditindaklanjuti oleh DPR dengan melakukan sidang tanggal 2 April dengan menghadirkan pelapor.
Menurut keterangan Syamsuddin Baharuddin, menindaklanjuti pengaduan Said Abd Shamad ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI, KH Jalaluddin Rakhmat sudah 'diperiksa' oleh MKD DPR RI beberapa waktu lalu beserta bukti-bukti yang otentik. MKD DPR RI sudah bersidang dan membuat keputusan tanggal 20 Mei bahwa KH Jalaluddin Rakhmat tidak terbukti menggunakan ijazah palsu. (baca penjelasan Surahman Hidayat, Ketua MKD DPR RI yang berasal dari Fraksi PKS, "MKD Pernah Terima Laporan Ijazah Palsu Anggota F-PDIP, Tapi Tak Terbukti" diDetik.com).
Dikutip dari Detik.com di atas, Surahman menjelaskan bahwa laporan untuk Jalal berasal dari masyarakat. MKD sudah bersidang dan menyatakan bahwa ijazah Jalal dinyatakan asli. "Tidak terbukti palsu," ucapnya.
Surahman menjelaskan bahwa ijazah Jalal asli namun belum dilegalisasi oleh Dikti. Aturan soal legalisasi itu baru muncul belakangan dan cukup rumit.
"Ijazahnya ada asli, tapi tidak dilegalisasi oleh Dikti, karena aturan itu baru belakangan ini untuk ijazah luar negeri. Karena ijazah Jalal itu kan sudah lama dari luar negeri dan waktu itu belum legalisasi. Juga persyaratan legalisasi sulit dipenuhi, seperti fotocopy paspor, visa dan itu sudah diketahui," papar Surahman. (Baca keterangan lain di Aktual Online, atau di Situs ABNA Indonesia).
Menutup penjelasannya, Syamsuddin Baharuddin menegaskan, setelah menelaah berbagai informasi tersebut dengan rasional, kesimpulannya kembali kepada akal sehat kita; mau percaya keterangan resmi dari lembaga negara seperti Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD DPR RI) atau lembaga dan media penyebar fitnah? Mari menggunakan akal sehat!
Dari situs: Majulah Ijabi