Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad
Kurindukan tangan lembut
Yang membasuh luka lepra
Yang mengusap air mata
Yang menyuapi mulut fuqara'
Tangan lembut Amirul Mukminin
Kurindukan tangan perkasa
Yang menampar kezhaliman
Meruntuhkan kepongahan
Mengangkat nasib mustadh'afin
Tangan lembut Amirul Mukminin
'Ali bin Abi Thalib..
Pada tanganmu Wilayah
Amanah Al-Rahmah
Sambungan tangan Rasulullah
_
Lirik kerinduan pada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as yang dituliskan oleh ayahku terasa teramat tepat pada hari-hari seperti ini.
Ajaib, inilah hari ketika dunia bergerak dengan kemajuan yang tak pernah dirasakan oleh umat sebelumnya. Mestinya dengan seluruh perkembangan itu, kehidupan manusia jauh lebih baik, jauh lebih membahagiakan. Ternyata tidak. Sebuah paradoks kehidupan modern. Alih-alih kabar gembira, akhir zaman menyajikan lebih banyak tragedi kemanusiaan dibandingkan sejarah sebelumnya. Dengan seluruh pencapaian umat manusia, ada satu yang tak berubah: konflik di antara mereka. Al-Qur’an menyebutnya: fakhtalafuu.
Pada umat terdahulu, setiap konflik itu diselesaikan dengan kehadiran seorang nabi. “Manusia dahulu adalah umat yang satu, kemudian mereka berselisih…” (QS. Yunus [10]:19); “Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan) maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan…” (QS. Al-Baqarah [2]:213)
Ikhtilaf, yang diterjemahkan menjadi perselisihan, adalah penyebab umat manusia tercerai berai, terpecah belah, tak lagi jadi umat yang satu. Apa sebab terjadinya ikhtilaf itu?
Di SMP Bahtera, saya mengajar Coping Skill, mata pelajaran Life Skill khas sekolah ini yang membincangkan cara menyelesaikan masalah. Sebut saja kiat praktis problem solving. Kiat pertama, menyamakan definisi tentang apa yang disebut dengan masalah. Di sinilah mulai terjadi ikhtilaf itu. Perbedaan kebenaran menurut manusia. Di sinilah muncul perbedaan pendapat dan sudut pandang. Sebagian mengatakan masalah itu yang menghalangi tujuan, yang membuat stres, yang mendatangkan gangguan, yang menyakitkan, mengesalkan…dan seterusnya. Di akhir pertemuan saya sampaikan definisi saya. Masalah adalah segala hal yang dipermasalahkan. Tidak semua yang mengganggu mesti dipermasalahkan, tidak semua yang mengesalkan harus dipermasalahkan.
Apa atau siapa yang menentukan sesuatu itu dipermasahkan atau tidak: nalar kita. Di sinilah pentingnya ilmu. Dari akar katanya, ilmu juga berarti melihat sesuatu dari tempat yang lebih tinggi. Ilmu juga membimbing kita untuk menentukan prioritas. Mana dan bagaimana sebuah masalah dapat diselesaikan lebih baik.
Apa hubungannya ikhtilaf dengan para nabi? Jalan keluar dari masalah itu. Para nabi mengajarkan kita ilmu untuk menentukan mana yang prioritas, mana yang patut dan wajib dipermasalahkan. Tanpa ilmu para nabi, ikhtilaf di antara umat manusia akan berlangsung selamanya.
Akhir-akhir ini, kita melihat masalah umat manusia itu: kehilangan kemanusiaan. Ketiadaan empati. Di tengah laju teknologi, kemanusiaan seakan berhenti. Stop Humanity (bila benar) kata satu di antara spanduk unjuk rasa itu. Sosial media membantu menyatukan rasa manusia di dunia. Gambar penderitaan dengan cepat beredar dan berubah menjadi perasaan bersama, kecaman bersama, dan aksi bersama. Terkadang, gambar yang tak benar —karena ilmu yang tak benar— membawa aksi yang tak benar juga. Hoax beredar, membuat jalan penyelesaian konflik lebih sulit dari sebelumnya. Kemajuan teknologi membuat manusia memerlukan Humanity Heroes, pahlawan-pahlawan kemanusiaan. Itu juga satu nama kelas di Sekolah Dasar kami.
Siapa yang tak larut dalam derita saudara kita para pengungsi Rohingya. Semua kita sedih dan mendidih. Kejahatan kemanusiaan dalam apa pun bentuknya wajib dihentikan. Saudara kita di sana mengalami persekusi berpuluh tahun lamanya, dalam bentuk diskriminasi, dalam bentuk ketimpangan yang terstruktur. Sebagian dari yang mengungsi ke Pakistan bahkan tak diberi kewarganegaraan hingga bertahun lamanya. Kabarnya, satu dari lima anak jalanan di Karachi adalah pengungsi Rohingya. Dan ini sudah berlangsung sekian tahun lamanya. Ke mana suara kita selama ini?
Terlepas dari konflik yang rumit di Myanmar, setiap tragedi brutal harus dikecam dan wajib dihentikan. Sekarang ini juga. Detik ini juga.
Masih di kelas Coping Skill itu saya tanyakan anak-anak: apa masalah terbesar dunia? Mereka menjawab: terorisme, ketimpangan sosial, peredaran narkoba…bahkan ada yang menjawab mata pelajaran yang tak disukainya. Saya menjawab, masalah terbesar di dunia adalah egoisme. Keinginan menang sendiri. Keinginan yang harus terpenuhi. Semua masalah dunia bersumber dari keinginan yang dimainkan para pembisik jalan kebenaran dengan penuh tipu daya.
Konon di Rakhine State itu ada kepentingan besar China yang diganggu oleh Amerika. Jalur pipa minyak dari Teluk Persia dan Samudra India. Beredar kabar juga bahwa Militer Myanmar dipasok dan didukung oleh Militer Israel. Untuk mengalihkan perhatian dari penderitaan sesama saudara yang lainnya? Di sinilah pentingnya ilmu.
Ternyata di setiap konflik, di situ tersembunyi kepentingan. Di setiap ‘ikhtalafuu’ di situ ada pemuasan keinginan. Ada musuh terbesar kemanusiaan yang selama ini sulit ditaklukkan: keakuan.
@miftahrakhmat