Menurut Annemarie Schimmel, semua peringatan Maulid Nabi saw di mana pun di dunia Islam mempunyai tiga ciri yang sama. Pertama, disampaikan shalawat dan salam kepada Rasul saw. Kedua, dibagikan makanan kepada orang yang hadir. Ketiga, dibacakan penggalan riwayat kehidupan Nabi saw.
Kita mulai tulisan ini dengan membahas ciri pertama, yaitu penyampaian shalawat dan salam kepada junjungan kita, Rasulullah saw. Dengan mengucapkan shalawat, kita mengundang Nabi untuk hadir di tengah-tengah kita. Allah berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampunan.” (QS. Al-Anfal 33).
Menurut para ahli tafsir, umat Islam dijamin tidak diazab Allah swt di dunia ini apabila dilakukan dua hal. Pertama, bila mereka membaca istighfar dan kedua, bila Rasulullah saw hadir di tengah-tengah mereka.
Para sahabat yang sezaman dengan Nabi beruntung, karena Nabi bisa diundang hadir langsung di tengah-tengah mereka. Sahabat-sahabat senang kalau Rasulullah saw hadir di tengah-tengah mereka. Merupakan satu kebahagiaan yang besar kalau Rasulullah berkunjung ke satu tempat.
Dilaporkan dalam kitab-kitab tarikh, bila Rasulullah saw datang, orang-orang akan berkumpul mengelilingi Nabi saw. Mereka berusaha menyentuh apa saja yang ada pada tubuh Nabi. Seorang kafir yang diutus sebagai saksi dalam perjanjian Hudaibiyah, men-ceritakan kekagumannya terhadap Rasul dan para sahabatnya. Ia melaporkan, “Belum pernah aku melihat orang mencintai pemimpinnya, seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad.” Dicerita-kan olehnya bahwa kalau Muhammad berbicara, semua orang diam menundukkan kepala, seakan-akan burung-burung berteng-ger di lehernya. Kalau Muhammad meludah, orang berebutan mengambil ludah itu dan mengusapkan ke wajahnya.
Apakah kehadiran Rasulullah saw hanyalah hak prerogatif para sahabat nabi saja dan kita dilepaskan dari kehormatan dikunjungi Rasulullah saw? Jawabannya, sama sekali tidak.
Rasulullah saw bukan hanya membawa rahmat bagi sahabat-sahabat yang sezaman dengannya. Menurut Al-Qur’an Rasulullah adalah rahmat bagi seluruh alam. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu melain-kan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-Anbiya 107). Karena itu, kehadiran Nabi bukan saja kehormatan yang diberikan kepada sahabat Nabi yang sezaman dengan beliau saja, tetapi kehadiran Nabi juga adalah kehormatan bagi seluruh kaum muslimin pada zaman apapun yang meng-undang Rasulullah saw untuk hadir di tengah-tengah mereka.
Salah satu cara untuk mengundang Rasulullah adalah dengan membacakan shalawat dan salam kepadanya. Di tempat-tempat ketika shalawat dan salam dibacakan, di situlah Rasulullah saw hadir bersama kita. Ketika kita shalat, kita ucapkan salam kepada beliau dengan sapaan untuk orang yang kedua, “Assalâmu’alaika ayyuhannabî wa rahmatullâhi wa barakâtuh.” Rasulullah saw hadir di depan kita. Sehingga kita tidak mengucapkan, “Assalâmu’alaihi,” melainkan “Assalâmu’alaika. Salam bagimu wahai Nabi dan rahmat Allah dan keberkahan-Nya.”
Ciri kedua dari peringatan maulid Nabi di seluruh dunia ialah dibagikan penganan kepada jemaah yang hadir. Makan-an yang diberikan sesuai dengan latar belakang budaya masing-masing. Di Turki, makanan yang dibagikan itu ialah madu, karena orang Turki percaya bahwa madu adalah kesukaan Rasulullah saw. Di Iran, yang dibagikan itu adalah shirîni atau manisan, karena orang Islam di Iran ber-keyakinan bahwa Rasulullah saw senang yang manis-manis. Di pulau Jawa, yang mereka berikan adalah tumpeng, karena mereka yakin tumpeng yang diberikan itu adalah tumpeng yang diberkati oleh Rasulullah saw.
Ciri peringatan maulid yang ketiga, ialah dibacakannya riwayat Rasulullah saw atau beberapa fragmen dari kehidupan Nabi.
Saya ingin membingkai kisah-kisah Nabi itu dalam sebuah kerangka atau sebuah figura yang saya beri nama Muhammad, Sang Reformis Agung.
Seorang mantan biarawati bernama Karen Amstrong, pernah meneliti kehidupan Rasulullah saw. Hasil penelitiannya dituang-kan dalam sebuah buku yang berjudul Muhammad, A Western Attempt To Understand Islam. Muhammad, Sebuah Upaya Barat Untuk Memahami Islam. Ketika Karen Amstrong bercerita tentang Muhammad saw, dia bercerita dengan penuh pembelaan. Ia membela kehormatan Rasulullah saw jauh lebih sengit daripada Haykal di dalam bukunya “Hayâtu Muhammad”.
Amstrong membela Rasulullah saw mati-matian terhadap serangan orang-orang Barat. Salah satu pembelaannya yang menarik, yang menjadi bahan buat diskusi kita tentang Rasulullah saw sebagai Sang Reformis Agung, adalah bagian yang menjelas-kan kegiatan politik Rasulullah saw.
Banyak orang Barat yang keberatan tentang itu. Mereka mempersoalkan mengapa seorang nabi harus terlibat dalam kegiatan politik dan harus melakukan perang berulang-ulang sampai lebih dari 80 kali. Bukankah tugas seorang nabi itu hanyalah mengajarkan ibadah dan mendekati Allah swt. Mengapa seorang nabi mengikuti perang, menjadi panglima, dan menjadi presiden yang meng-atur negara?
Salah satu alasan yang dikemukakan Karen Amstrong ialah bahwa misi Nabi Saw yang utama adalah untuk memperbaiki moral masyarakat dan menegakkan sebuah sistem kemasyarakatan yang ditegakkan di atas keadilan yang jauh dari penindasan. Nabi ingin menciptakan suatu masyarakat yang penuh keadilan dan penuh kasih sayang. Ketika Nabi ingin mendirikan masyarakat seperti itu, beliau berhadapan dengan musuh-musuh keadilan dan musuh-musuh kasih sayang. Beliau mendapat perlawanan.
Oleh karena itu, keterlibatan Muhammad dalam politik hanyalah sejauh menentang ketidak-adilan dan kezaliman. Muhammad terlibat dalam politik bukan karena mengharapkan karir politik atau karena berambisi men-duduki jabatan-jabatan penting di dalam pemerintahan. Perhatian beliau kepada politik, hanya dilakukan bila politik itu ber-kaitan dengan perjuangan untuk menegakkan tatanan masyarakat yang adil dan penuh kasih sayang.
Karen Amstrong menggambarkan Rasulullah saw sebagai seorang politikus yang berkepentingan dengan politik hanya sepanjang politik itu membantunya untuk menegakkan keadilan. Dalam Politik Reformasi Islam, seorang Reformis Islam yang meniru Rasulullah saw, akan terlibat dalam berbagai kegiatan politik. Tapi dia tidak akan terlibat banyak dalam upaya menduduki jabatan penting di dalam pemerintahan.
Belakangan ini, kita lupa dengan sunnah Rasulullah saw itu. Kalau kita berbicara tentang perjuangan politik, yang kita pikirkan ialah pencalonan kita dalam daftar caleg. Itu yang kita usahakan. Kalau perlu dengan kasak-kusuk atau pun dengan memfitnah kawan seiring, asalkan kita masuk dalam daftar calon anggota legislatif.
Menumbangkan Kezhaliman dan Menegakkan Keadilan
Apa reformasi yang dilakukan oleh Rasulullah saw? Reformasi Nabi ialah berupaya untuk menegakkan sebuah sistim masyarakat berdasarkan keadilan. Nabi tidak pernah berteriak-berteriak ingin mendirikan Negara Islam. Nabi tidak pernah bersabda, “Marilah kita berjuang mendirikan Negara Islam.”
Bahkan ketika kepadanya diberikan kekuasaan untuk menjadi penguasa di Madinah, Nabi tidak menggunakan kekuasa-an itu untuk mendirikan negara Islam. Nabi mendirikan negara Madinah dan beliau beri nama Yastrib. Madinah tidak didirikan sebagai Ibukota Negara Islam, beliau tidak memberikan nama Madînatul Islâm, tapi beliau memberikan nama Madînatul Munawwarah, kota yang dicerahi. Kota yang mendapatkan Al-Tanwir, pencerahan.
Beliau membuat konstitusi berdasarkan musyawarah bersama dengan orang Yahudi, Nashara, dan orang kafir yang tidak beragama. Semua membangun hidup di kota Madinah. Kalau orang Yahudi diserang, orang lain akan membantu dan kalau orang Islam diserang, yang lain pun akan membantu. Madinah menjadi kota pluralistik yang dimiliki oleh berbagai agama.
Satu hal yang terus ditegakkan oleh Nabi di kota Madinah ialah keadilan, termasuk keadilan terhadap golongan lain yang kita benci. QS. Al-Maidah 8 berbunyi, “Janganlah kebencian kamu kepada satu kaum menye-babkan kamu tidak berbuat adil. Berbuat adillah, itu lebih dekat kepada ketakwaan.”
Asbâbun Nuzul dari ayat ini berkenaan dengan orang Yahudi yang bermaksud untuk mem-bunuh Nabi saw. Mereka gagal. Setelah itu orang Islam kemudian bergerak mengumpul-kan senjata untuk mengusir seluruh orang Yahudi dari kota Madinah, walaupun yang bertindak itu hanya sebagian kecil orang Yahudi saja. Karena itulah turun ayat di atas. Ayat ini menunjukkan betapa Islam sangat menghargai keadilan.
Ayat itu pun menunjukkan bahwa kalau kita berjuang untuk politik, perjuangan kita tidak untuk merek-merek, label-label, partai-partai, atau negara Islam. Perjuangan kita adalah menegakkan keadilan. Reformasi pertama yang dilakukan Rasulullah saw adalah mengubah masyarakat yang berdasar-kan penindasan kepada masyarakat yang berdasarkan keadilan. Salah satu unsur dari masyarakat yang berdasarkan keadilan adalah masyarakat yang tunduk kepada hukum. Semua orang tunduk kepada hukum, tidak ada orang yang bisa lepas dari ketentuan hukum.
Ada sebuah peristiwa ketika seorang elit di Madinah tertangkap mencuri. Karena kebetulan dia bagian dari kelompok elit, maka agak berat kalau harus dipotong tangannya. Kemudian diutuslah beberapa orang untuk menemui Rasulullah guna melakukan negosiasi dengan Rasulullah saw. Mereka mau melakukan suatu kolusi. Mereka bermanis-manis supaya Rasulullah saw membebaskan orang itu. Namun Rasul menolaknya. “Tidak,” kata Rasulullah, “Demi Allah, sekiranya Fathimah mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Padahal Fathimah adalah putri yang paling dicintainya.
Itulah hukum yang adil, tidak ada seorang pun yang dapat lolos dari hukum. Siapapun yang bersalah, harus dikenai hukuman. Menurut para ahli sejarah, Rasulullah adalah orang yang pertama menginstitusikan hukum pada masyarakat Arab Jahiliyyah. Sebelumnya orang Jahiliyyah tidak mengenal hukum, yang mereka kenal adalah tradisi-tradisi kabilah. Rasulullah datang membawa hukum ke tengah-tengah mereka. Masih menurut ahli sejarah, terjadi-nya hukum di pun untuk pertama kalinya adalah setelah kedatangan orang-orang Islam. Jadi, salah satu reformasi besar yang dilakukan Rasulullah saw adalah menegakkan hukum.
Kita telah bercerita tentang Reformasi Agung pertama yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Reformasi yang dilakukan Rasulullah saw tidak dilakukan dengan tujuan untuk membentuk partai atau mendirikan negara Islam. Tujuan reformasi Rasulullah saw ialah untuk menegakkan keadilan, menentang kezaliman, dan melawan penindasan. Seluruh ajaran Islam yang berkaitan dengan politik tidak ada hubungannya dengan posisi dalam bidang pemerintahan. Kegiatan orang Islam memasuki kegiatan politik hanya untuk menegakkan keadilan dan menumbangkan kezaliman.
Rasulullah saw terlibat dalam kegiatan politik. Bahkan beliau ikut serta dalam peperangan sampai 80 kali. Begitu sibuknya Rasulullah saw dalam menghadapi perang demi perang, sehingga ada seorang penyair, yang meskipun sangat mengagumi akhlak Nabi, tidak jadi masuk Islam. Ketika ia hampir masuk Islam, kebetulan ia bertemu dengan Nabi dalam Perang Badar. Waktu itu Nabi sedang bertarung dengan musuh. Penyair itu tidak jadi masuk Islam. Dia berkata, “Bagai-mana seorang nabi bisa membunuh sesama manusia?”Dalam bayangan dia, Nabi hanya mengajarkan zikir dan doa.
Mengapa Nabi terlibat dalam peperangan yang begitu banyak? Sebabnya satu saja, yaitu karena Nabi ingin menentang orang-orang zhalim dan menegakkan keadil-an. Surat-surat pertama yang diturunkan dalam Al-Qur’an bercerita tentang keadilan atau mengusik rasa keadilan orang. Perhati-kan, misalnya, surat Al-Quraisy. Surat itu menceritakan dua kelompok dalam masya-rakat Arab waktu itu.
Kelompok pertama, ialah kelompok elit yang memiliki sumber daya kekuatan dan perdagangan yang besar. Salah satu anggota kelompok ini ialah orang-orang Quraisy yang perdagangannya bergantung kepada musim. Pada musim dingin, mereka berdagang ke daerah sebelah selatan yang suhunya lebih hangat. Sementara pada musim panas, mereka berdagang ke daerah sebelah utara yang udaranya lebih sejuk. Dalam Al-Qur’an disebutkan, “Kebiasaan orang Quraisy itu pergi berdagang pada musim dingin dan musim panas”. (QS. Al-Quraisy 2).
Kelompok kedua, ialah orang-orang miskin dan para budak belian yang tidak jelas kabilahnya. Hubungan di antara dua kelompok ini adalah penindasan dan kezalim-an. Bukan itu saja, kelompok elit itu merasa bahwa mereka juga adalah orang yang paling beragama. Orang kaya itu mengatakan kepada orang-orang miskin bahwa kemiskinan mereka disebabkan karena mereka tidak beragama dan tidak diridhai Allah swt.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang pertama jarang berbicara tentang zikir dan shalat, melainkan berbicara tentang kritik kepada para penguasa: Kecaman kepada orang-orang kaya yang membanggakan kekayaannya dan ejekan pada orang-orang miskin. Surat Al-Humazah menyindir mereka, “Celakalah si pencaci dan si pemaki, yang mengumpulkan harta dan menghitungnya. Dia mengira hartanya akan mengekalkan kekuasaan dia.” (QS. Al-Humazah 1-3).
Nabi datang dengan membawa ancaman kepada orang-orang kaya yang mencaci maki orang-orang miskin, yang me-ngumpul-ngumpul kekayaan, dan meng-hitungnya. Orang kaya itu mengatakan bahwa mereka kaya dan berkuasa karena Tuhan ridha kepada mereka dan kemiskinan itu disebabkan oleh ketidakridhaan Tuhan. Jadi, keridhaan Allah ditentukan oleh jumlah kekayaan yang dimiliki. Itulah ideologi yang diajarkan oleh orang-orang kaya. Sehingga orang kaya menjadi terhormat karena diridhai Allah swt.
Rasulullah saw datang membawa ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa kekayaan itu tidak merupakan ukuran ridha Allah.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Fajr, Tuhan berfirman, “Manusia itu, apabila diberi rizki yang banyak, dia berkata, ‘Tuhan sedang memuliakan aku’. Namun apabila dia sedang disempitkan rizkinya, dia berkata, ‘Tuhan merendahkan aku’.” (QS. Al-Fajr 15-16).
Al-Qur’an menyatakan bahwa kaya dan miskin itu tidak ada hubungannya dengan ridha dan kemurkaan Allah. Seorang miskin dan seorang yang kaya itu dikarenakan segelintir orang di antara manusia yang makan kekayaan alam dengan rakus, mencintai harta dengan berlebih-lebihan, mengabaikan nasib anak-anak yatim, dan tidak ada upaya untuk mensejahterakan orang-orang miskin.
Beberapa waktu yang lalu, saya menghadiri seminar Anak Teraniaya. Saya dengar dari Harian Kompas, akhir-akhir ini karena krisis moneter, jumlah anak jalanan naik tiga kali lipat. Pasal 34 dalam UUD 1945 tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, dihapalkan betul oleh mereka. Karena yang mereka saksikan, fakir miskin dan anak-anak ditelantarkan oleh negara. Waktu itu ada seorang yang berbicara bahwa anggaran belanja negara untuk anak terlantar adalah nol persen dan anggaran belanja negara untuk fakir miskin adalah nol koma nol persen. Hampir tidak ada dana untuk menolong orang-orang miskin dan anak-anak terlantar.
Menurut Al-Qur’an, yang menyebabkan kaya dan miskinnya seseorang adalah ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi adalah masalah keadilan. Nabi saw adalah seorang reformis yang ideologinya adalah keadilan dan yang ditentangnya, sampai beliau melakukan peperangan, adalah kezaliman dan penindasan. Nabi memihak orang-orang miskin yang tertindas, melanjutkan tradisi para nabi sebelumnya.
Para Nabi sebelumnya selalu memihak orang-orang tertindas dan menentang penguasa. Ibrahim as, Bapak Para Nabi, memihak rakyat kecil dan menentang raja yang bernama Namrud. Musa as memihak Bani Israil yang tertindas, yang harus membangun Piramid dengan darah dan air mata mereka. Musa berjuang melawan Firaun. Isa as juga memihak orang-orang kecil, menghibur mereka, dan mengajak mereka melawan penguasa-penguasa zhalim. Sampai Nabi Isa berkata, “Berbahagialah orang-orang lapar, karena Tuhan akan mengenyangkan mereka. Berbahagialah orang-orang miskin karena mereka akan mewarisi kerajaan Tuhan….” (Perjanjian Lama, Mathius 5).
Al-Qur’an pun turun dengan maksud, “Untuk memberikan anugerah kepada orang-orang yang tertindas di bumi dan hendak kami jadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi ini.” (QS. Al-Qashash : 5)
Itulah reformasi Rasulullah saw yang pertama, menumbangkan kezhaliman dan menegakkan keadilan. Nabi meletakan keadilan di atas segala-galanya. Jika ada aturan dan hukum-hukum yang bertentang-an dengan keadilan, maka hukum itu tidak berlaku. Salah satu tanda keadilan adalah kepatuhan orang kepada hukum.
Menegakkan Ummat
Reformasi Rasulullah saw yang kedua adalah mengubah masyarakat dari sistem sosial yang berdasarkan kesukuan, kekeluar-gaan, dan kelompok kepada komunitas yang berdasarkan ideologi Islam, dari Tribalisme ke Komunitas, dari perasaan kekabilahan ke sebuah sistem yang didasarkan kepada ikatan keislaman atau Ukhuwwah Islamiyah. Nabi mengubah sebuah masyarakat yang diikat oleh kesetiaan kepada kelompok menjadi kesetiaan kepada Islam. Dari kehidupan yang berdasarkan semangat suku dan fanatisme kelompok kepada kehidupan yang didasarkan kepada persaudaraan Islam.
Nabi sangat menentang orang-orang yang mendahulukan kepentingan kesukuan dan keluarga di atas kepentingan Islam.
Dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah, orang-orang bergabung tidak dalam suku bangsa, tapi dalam kabilah atau keluarganya masing-masing. Misalnya dalam kabilah Bani Kinanah, Bani Quraisy, dan Bani Kilab.
Kesetiaan seseorang bergantung kepada kabilahnya. Kalau ada tamu datang pada satu kabilah, maka tamu itu bukan tamu kepada seseorang saja tetapi ia adalah tamu bagi seluruh kabilah itu. Kalau ada orang yang memusuhi kabilah itu, maka dia bukan saja musuh bagi seseorang, tapi musuh bagi seluruh anggota kabilah itu. Kalau ada orang yang terbunuh di antara mereka, maka seluruh kabilah akan membelanya. Tidak jadi persoalan apakah orang itu benar atau salah.
Dalam kehidupan padang pasir yang gersang, perlindungan kelompok itu sangat penting. Karena itu, mereka setia kepada kelompok-nya. Itulah yang kita sebut Tribalisme. Dari situlah bermuara nepotisme.
Nepotisme adalah pemilihan orang bukan berdasarkan kemampuannya tapi berdasarkan hubungan kekeluargaan. Bila seseorang bersalah, namun orang itu ialah keluarganya, maka dia akan dibebaskan dari segala hukuman. Right or wrong is my relative.
Tidak setiap pengangkatan keluarga jadi pegawai adalah Nepotisme. Orang keliru beranggapan tentang Nepotisme. Sampai ada yang mengatakan bahwa mazhab Ahlul Bait adalah mazhab nepotisme. Padahal tidak seluruh keluarga Ahlul Bait itu dijadikan Imam. Pernah Ibrahim as bermohon kepada Allah, meminta supaya keturunannya dijadikan Imam.
Tuhan langsung memotong salah satu unsur nepotisme dengan berkata, “Keluarga kamu, Insya Allah, akan jadi Imam. Tapi tidak semua keluarga kamu jadi Imam. Hanya keluarga kamu yang tidak zhalimlah yang jadi Imam.” (Lihat QS. Al-Baqarah 124).
Walaupun ada anggota keluarga yang ditunjuk, mereka ditunjuk berdasarkan kemampuan. Kita berbuat zhalim bila kita tidak mau menerima seseorang yang mampu hanya karena dia adalah keluarga. Hal itu merupakan nepotisme pada titik ekstrem yang lain. Sumber Nepotisme adalah Tribalisme. Nabi Muhammad SAW datang untuk mereformasi sistem seperti itu.
Pada mulanya, orang mengikuti banyak Kabilah. Pemimpin kabilah itu disebut Maulâ. Di dalam Bahasa Arab, orang yang memerintah satu tempat, satu propinsi, atau satu kabilah disebut Maulâ. Maulâ pun berarti orang yang dipertuan atau orang yang dianggap sesepuh.
Kalau ada seseorang yang lari karena dikejar-kejar oleh satu kelompok, kemudian ia berlindung pada kelompok yang lain, maka dia harus memilih salah seorang dari satu kelompok itu untuk melindungi dia. Orang yang dipilih disebut Maulâ dan anehnya, orang yang berlindung kepadanya juga disebut Maulâ.
Maulâ adalah orang yang melindungi seseorang dan Maulâ juga berarti orang yang dilindungi oleh Maulâ itu. Budak-budak belian yang dilindungi oleh seseorang disebut Maulâ. Misalnya, Salim Maulâ Abi Huzaifah. Salim itu lari dari kabilahnya. Ketika ia mencari perlindungan, ia bertemu Abu Huzaifah yang melindunginya. Sehingga Salim disebut Salim Maulâ Abi Huzaifah dan bisa juga disebut Abu Huzaifah Maulâ Salim.
Nabi mengajarkan masyarakat Arab untuk meninggalkan seluruh Kabilah itu. Mereka harus mencari pelindung yang satu saja yaitu Allah swt. Dengan kedatangan Nabi, semua kabilah yang banyak itu, seakan-akan disuruh memilih di antara dua kabilah saja; “Kabilah” Allah dan kabilah selain Allah.
Dalam Al-Qur’an, kabilah selain Allah itu disebut Thaghut. Allah sekarang menjadi Maulâ buat orang-orang mukmin. Dalam suratsurat Muhammad ayat 11, Allah berkata: “Itu karena Allah adalah Maulânya orang-orang yang beriman”. Sementara dalam Al-Hajj ayat 78, Tuhan berfirman, “Berlindunglah kamu semua dalam perlindungan Allah. Dia akan jadi Maulâ kamu. Dialah sebaik-baik Maulâ dan sebaik-baiknya penolong”.
Orang-orang Islam yang sudah tergabung dalam kabilah Allah diperintahkan untuk meninggal-kan segala macam kabilah itu dan dianjurkan untuk berdoa “Anta maulânâ fanshurnâ ‘alal qaumil kâfirîn. Engkaulah pelindung kami. Dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah 286).
Allah adalah maula. Allah juga adalah wali. Orang-orang yang mengangkat Allah sebagai wali, adalah juga menjadi wali, waliyullâh. Allah menjadi walinya dan ia menjadi wali Allah.
Allah menegaskan bahwa orang-orang yang masuk Islam harus meninggalkan kesetiaan kepada kabilah-kabilah dan kepada maula-maula yang banyak itu. Sekarang kesetiaannya itu harus dipersembahkan kepada seorang maula saja yaitu Allah swt.
“Allâhu waliyul ladzîna âmanû. Yukhrijuhum minnazh zhulumâti illan nûr. Allah adalah wali orang-orang yang beriman. Allah mengeluar-kan mereka dari berbagai kegelapan kepada cahaya”. (QS. Al-Baqarah 257).
Orang-orang kafir itu mempunyai banyak wali. Di hadapan Allah, semua wali itu sejenis saja, yaitu Thaghut. Thaghut artinya tiran. Berasal dari kata thaghâ yang artinya berbuat zhalim. Dalam Al-Qur’an, tidak ada bentuk jamak dari kata Thaghut. Dalam surat Ali-Imran ayat 68, Tuhan berfirman, “Allah adalah wali orang-orang beriman”. Ada pun dalam surat Al-Maidah ayat 55 dijelaskan, “Wali kamu adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman”.
Inilah reformasi kedua yang dilaku-kan oleh Nabi, mengubah masyarakat dari kesetiaan kepada kelompok dan keluarga menjadi kesetiaan kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin.
Allah adalah pemimpin maulanya. Allah menunjuk Rasul-Nya sebagai wakil Tuhan di bumi ini dan komunitasnya adalah orang-orang beriman. Dasar yang mengikat kesetiaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kalimat syahadat “Asyhadu allâ ilâha illa Allâh wa asyhadu anna Muhammadan Rasûlullâh”.
(KH Jalaluddin Rakhmat adalah Ketua Dewan Syura IJABI)