Halimah merawat Muhammad sejak kecil. Bersamanya ada anak-anak lainnya. Ia mencintai mereka semuanya. Muhammad bersahabat dan bersaudara dengan semua, meski terkadang ia ditinggalkan sendirian karena mereka bekerja di perkebunan. Muhammad selalu memikirkan saudara-saudaranya itu.
Di siang yang terik itu, Muhammad berjalan menuju tenda ibunya. Ia kesepian. Bundanya Halimah menyambutnya. Ia sedang membersihkan tendanya. Muhammad menyampaikan salam kepadanya. Ia menjawabnya.
“Salam juga untukmu, anakku. Mengapa kau berdiri di luar tenda? Kemarilah. Di luar panas sekali. Duduklah di dalam, beristirahatlah sejenak.” Muhammad pun turut. Ia duduk di sudut. Halimah berdiri dan menyediakan secawan mangkuk. Ia menuangkan air susu ke dalamnya, menyerahkannya pada Muhammad. “Minumlah anakku. Aku simpan susu ini di balik bayangan tenda, agar ia tetap dingin dan segar. Udara panas ini pasti membuatmu lelah. Minumlah.”
Muhammad tersenyum. Senyum terima kasih. Ia mengambil mangkuk itu, meneguknya sedikit saja. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, dan menyimpan mangkuk itu kembali. “Di mana saudara-saudaraku,” tanyanya pada ibunya, “mengapa mereka harus ke luar di siang yang panas seperti ini?”
“Anakku,” jawab Halimah, “Mereka lebih tua darimu. Mereka pergi ke padang untuk menggembalakan binatang ternak.” Muhammad merenung. Ia berkata, “Ibu, kau tidak memperlakukanku sama dengan saudara-saudaraku.”
Halimah seketika jatuh iba, ia mendengarkan Muhammad dengan saksama, “Mengapa anakku? Apa yang sudah aku lakukan?”
Muhammad berkata, “Apakah benar bagiku, duduk di dalam tenda, berteduh dan menikmati air susu sedangkan saudaraku menggembalakan ternak di tengah udara yang panas?”
Mendengar itu, Halimah bersuka cita. Ia memang tidak ingin Muhammad kepanasan di terik matahari itu, tapi hatinya tiba-tiba sangat berbahagia. Ia memandang wajah Muhammad dan berkata, “Kau masih terlalu muda. Tapi akan aku pikirkan cara agar kau bisa bersama saudara-saudaramu.”
Keesokan harinya, usai membersihkan diri, Muhammad diberikan pakaian yang cocok untuk menggembala. Rambutnya disisir rapi. Halimah mengirimnya menggembalakan ternak bersama saudaranya.
Belia usia tujuh tahun, Muhammad putra Abdullah itu senang sekali. Ia bahagia, ia kini sama dengan saudara-saudaranya.
Mari belajar dari Rasulullah Saw: Setiap kali kita menikmati sesuatu, ingatlah saudara kita yang tak merasakannya.
Sumber: Seven Stories of Children and The Prophet (peace be upon him and his holy family), Mustafa Rahmandoust, Astana Quds Razavi, 2015. Diterjemahkan oleh Ustadz Miftah F. Rakhmat.