Al-Tanwir
Hubungi Kami  >
  • Beranda
  • Berita
  • Buletin
  • LPII
  • Menjawab
  • Pustaka
  • Kontak

Rekonstruksi Tadwin Hadis dengan Metode Abduktif [by Dr. Muhammad Babul Ulum, M.Ag]

8/1/2021

0 Comments

 
MASIH tentang tadwin hadis. Hasil investigasi kita berbeda dengan konsepsi sarjana Islam tradisional yang menyebut Nabi terlibat dalam larangan tadwin dan menjadi traveling theory dalam ilmu hadis konvensional. Temuan kita berbeda, Nabi terbebas dari politik larangan yang melibatkan elit Quraisy. Untuk sampai pada kesimpulan tersebut kita memakai metode abduktif yang menekankan the logic of discovery dan bukan the logic of justification yang dianut sarjana tradisional.
Picture
Selama ini ada dua pendekatan Islamic studies yang dominan mewarnai sejarah pemikiran Islam. Pendekatan deduktif dalam rezim bayani dan pendekatan induktif dalam rezim burhani. Rezim bayani sangat bergantung pada nash kitab suci dan hadis Nabi. Pola pikirnya bersifat apologis justifikatif terhadap nash yang dipandang suci. Tidak ada keberanian untuk sekadar mempertanyakan otentitas hadis yang dinilai sahih, apalagi mengkritisi. Bila ada teks hadis yang bertentangan solusi yang diambil bersifat kompromistik dan cari jalan damai. Tidak ada keberanian mengambil risiko dengan bersikap tegas; menolak atau menerima seperti yang tampak dalam persoalan tadwin. Baik pola pikir deduktif dalam rezim bayani, maupun pola pikir induktif dalam rezim burhani sama-sama gagal mengungkap misteri hadis Nabi. Kedua-duanya tidak cukup memadai untuk menjelaskan secara cermat problematika hadis Nabi yang masih tertutup kabut misteri. Perkembangan ilmu pengetahuan era abad 21 M. dengan slogan twenty first century memunculkan kategori dalam pola pikir keilmuan, yaitu pola pikir abduktif yang menekankan unsur penemuan dan bukan unsur pembenaran seperti yang selama ini dianut oleh mayoritas sarjana Islam tradisional. Metode abduktif fokus pada unsur hipotesis, interpretasi, pengujian terhadap konsep, dalil, gagasan yang dihasilkan dari kombinasi pola pikir deduktif dan induktif.
 
Adapun logika induktif yang banyak dianut sarjana revisionis Barat melihat persoalan tadwin dari realitas empiris historis. Karena realitas empiris berubah-ubah maka gagasan, konsep, ide yang diabstraksikan juga berubah-ubah tergantung pada keluasan horison pemikiran dan kedalaman referensi yang dipakai. Oleh karena itu, para sarjana revisionis Barat pun tidak satu kata dalam masalah ini. Ada yang mengamini seratus persen kesimpulan sarjana tradisional Islam seperti Gregor Schoeler. Ada pula yang menolak tanpa atau dengan modifikasi seperti Joseph Schacht atau Michael Cook. Metode ini meski berbeda dengan metode deduktif, tapi berada dalam satu paradigma; paradigma das sein yang kesimpulannnya didasarkan pada apa yang telah terjadi. Bukan pada konsep ideal yang seharusnya terjadi (das sollen).
 
Oleh karena itu, metode induktif juga belum mampu menyingkap misteri hadis Nabi termasuk dalam problematika tadwin. Konklusinya masih mengambang dan tidak mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Dalam kajian Al-Muawiyat, argumentasi Schoeler sudah kita baca dengan metode abduktif. Agar tidak mengulangi apa yang sudah jelas, kita tidak mengujinya sekarang. Di sini hanya membahas argumentasi Michael Cook dalam The Opponents of Writing of Tradition in Early Islam.
 
Terkait problematika tadwin, tesis Michael Cook menarik untuk diinvestigasi lebih lanjut. Menurutnya bahwa tradisi lisan umat Islam adalah copy paste dari tradisi Yahudi. Termasuk metode sanad yang selalu dibanggakan oleh umat Islam, sejatinya adalah metode transmisi pengentahuan atau informasi yang lazim digunakan dalam peradaban lisan di mana pun berada.
 
Jadi, bukan hanya milik umat Islam saja, seperti yang selama ini diklaim oleh sarjana Islam tradisional. Tidak hanya di tanah Arab. Dalam peradaban Nusantara pun kita mengenal istilah tutur tinular. Dalam bahasa ilmu hadis, tutur tinular adalah transmisi hadis secara lisan, isnad hadis. Metode transmisi pengetahuan dari pini sepuh kepada anak cucu dan seterusnya. Bedanya, teori sanad dianggap sunah sebagai bagian dari agama. Sedangkan tutur tinular dianggap bid'ah sebagai folklore yang memproduksi takhayul (imajinasi). Padahal keduanya sama-sama berkisah tentang (takhayul) masa lalu yang penuh dengan misteri yang karenanya perlu diverifikasi.
 
Kita kembali ke tesis Cook. Teori peminjaman tradisi Yahudi yang Cook usung disandarkan pada riwayat Khalifah Umar bin Khaththab yang menolak menulis hadis karena tidak ingin seperti orang-orang Yahudi. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Khalifah Umar pada awal kekuasasannya berinisiatif untuk menghimpun hadis-hadis lisan. Setelah melakukan istikharah selama satu atau dua bulan, niat baik itu dibatalkannya dengan alasan agar tidak ada kitab tertulis yang menyaingi kitab Allah. Agar tidak seperti Mitsnah yang ada pada Bani Israil. Mistnah adalah tafsir para Rahib Yahudi terhadap ayat-ayat Taurat. Awalnya Mitsnah tidak ditulis. Hanya ditransmisikan secara lisan. Karena itu, disebut juga sebagai oral torah. Sama persis seperti hadis Nabi yang juga ditransmisikan secara lisan. Menurut pengakuan Khalifah Umar bahwa adanya Mitsnah membuat orang-orang Yahudi berpaling dari kitab Tuhan (Taurat). Beliau khawatir bila ada kitab lain selain kitabullah akan membuat umat Islam berpaling dari kitabullah, seperti yang menimpa Bani Israil.
 
Dari riwayat ini dan riwayat lainnnya yang akan bertele-tele bila saya sebut semuanya. Cook berkesimpulan bahwa menulis hadis adalah tradisi kaum oposisi. Sedangkan tidak menulis adalah politik resmi penguasa hingga dibatalkan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kita investigasi argumentasi, dalil, dan teori Cook dengan metode abduktif. Logika abduktif fokus pada hipotesis, interpretasi, pengujian konsep, dan dalil yang ada.
 
Dengan metode ini kita akan menguji argumentasi Cook untuk kemudian membuat hipotesa baru. Teori Cook mengungkapkan sebuah fakta menarik tentang Khalifah Umar yang begitu fasih berbicara tentang tradisi lisan peradaban Yahudi. Dari mana Khalifah Umar mengetahui hal itu? Siapa informannya? Siapa yang mengajarinya? Beliau yang tidak paham hukum tayamum, yang itu merupakan pengetahuan paling elementer dalam tradisi Islam, ternyata begitu fasih berbicara tentang ajaran Yahudi yang tidak tertulis (Mitsnah)? Apakah politik larangan menulis hadis yang juga menjadi kebijakan khalifah sebelumnya murni inisiatifnya sendiri? Adakah pihak lain yang paham akan ajaran langit mengintervensi kebijakan penguasa waktu itu karena hal ini terkait otoritas agama? Dengan logika penemuan (logic of discovery) sebagai ruh metode abduktif, kajian Al-Muawiyat berhasil menemukan jawaban dari misteri tersebut yang mengarah pada kesimpulan bahwa Nabi tidak melarang penulisan hadis. Larangan penulisan adalah bagian dari upaya untuk menancapkan otoritas sahabat sebagai penafsir kitab suci dan rujukan dalam beragama. Yang melarang adalah penguasa dari elit Quraisy untuk kepentingan politik. Dengan demikian, berarti politik elit Quraisy berbeda dengan politik Nabi. Bila demikian berarti elit Quraisy tidak meneruskan ajaran Nabi dalam hal menulis hadis. Apakah dengan demikian berarti mereka bukan penerus Nabi yang sejati?
 
Di sinilah letak kekurangan metode induktif yang diusung sarjana revisionis Barat yang berparadigma das sein. Hanya berbasiskan pada fakta empiris historis yang dapat dilihat dan dibaca saja. Mereka tidak menemukan motif yang tersembunyi di balik teks yang menjadi kerja utama metode abduktif (the logic of discovery). Khalifah Umar memang penguasa saat melarang penulisan hadis waktu itu. Pertanyaannya, apakah kekhalifahan Umar berdasarkan nilai ideal (das sollen) yang ditunjukkan oleh teks-teks suci al-Kitab mapun al-Hadis? Investigasi secara menyeluruh terhadap semua dokumen sejarah akan mengarah pada jawaban yang negatif. Kelemahan argumentasi Cook dan sarjana revisionis lainnya, tidak membedakan antara kepemimpinan Nabi dengan para khalifah sesudahnya. Mereka melihatnya sebagai satu kesatuan utuh dalam babakan sejarah panjang umat Islam. Sehingga dalam masalah tadwin pun melihatnya sama bahwa Nabi melarang penulisan hadis, yang kemudian diikuti oleh Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar bin Khaththab. Padahal sebenarnya tidak. Nabi pernah menubuwatkan akan ada seorang penguasa segera sepeninggalnya melarang penulisan hadis. Ternyata penguasa itu adalah Abu Bakar dan Umar bin Khaththab. Larangan ini bukanlah murni ide keduanya. Ada pembisik yang membisiki keduanya yang paham betul akan tradisi ajaran Ibrahim.
 
Dalam kajian al-Muawiyat, saya sebut siapa dia dan untuk tujuan apa politik larangan menulis hadis diberlakukan? Larangan menulis hadis menurut penelusuran Azami bukan dari Nabi, bahkan Nabi justru menganjurkan untuk menulis hadis. Nanti kita lihat dokumentasi sejarah yang mendukung argumentasi ini. ***
 
Dr. Muhammad Babul Ulum, M.Ag adalah pengasuh Kajian Ulum al-Hadis Revisionis di Lembaga Pengkajian Ilmu-ilmu Islam (LPII) Bandung.

rekonstruksi_tadwin_hadis_dengan_metode_abduktif_by_babul_ulum.pdf
File Size: 582 kb
File Type: pdf
Download File

0 Comments

Your comment will be posted after it is approved.


Leave a Reply.

    Rasulullah saw bersabda:

    “Ketahuilah, aku kabarkan kepadamu perihal Mukmin. Mukmin ialah orang yang karena dia jiwa dan harta manusia terlindungi (aman). Muslim ialah yang selamat orang lain dari gangguan lidah dan tangannya. Mujahid ialah orang yang berjihad melawan nafsunya ketika mentaati Allah. Muhajir ialah yang menjauhi kesalahan dan dosa.”
    ​
    ​ 
    (HR Al-Hakim dan Al-Thabrani)
    ​


    Picture

    Tema

    All
    Abu Nawas
    Adam
    Agama
    Ahlulbait
    Akal
    Akhlak
    Albirr
    Al-Husayn
    Ali Bin Abi Thalib
    Ali Bin Abu Thalib
    Al-Mizan
    Alquran
    Anak
    Arafah
    Arbain Walk
    Asep Salahudin
    Asyura
    Babul
    Bahasa
    Bahjah
    Bahlul
    Bangsa
    Barzakh
    Berkah
    Bicara
    Bidadari
    Bubur Suro
    Bukhari
    Buku
    Bulan Suci
    Cerita
    Cinta
    Covid 19
    Covid-19
    Depresi
    Doa
    Dogma
    Dosa
    Dua Belas Imam
    Dunia
    Emas
    Empati
    Epistemologi
    Fatwa
    Fidyah
    Fikih
    Filsafat
    Gaya Menulis
    Gender
    Gereja
    Ghuraba
    Globalisasi
    Guru
    Hadis
    Haji
    Happy Birthday
    Hari Anak Nasional
    Hasan
    Hasan Bashri
    Hermeneutika
    Hitler
    Husain
    Ibadah
    Identitas Arab Itu Ilusi
    Ideologi
    Idul Fitri
    Ihsan
    IJABI
    Ilmu
    Ilmu Kalam
    Imam
    Imam Ali
    Imam Ali Zainal Abidin
    Imam Husain
    Imam Mahdi
    Iman
    Imsak
    Indonesia
    Islam
    Islam Ilmiah
    Islam Madani
    Isra Mikraj
    Jalaluddin
    Jalaluddin Rakhmat
    Jihad
    Jiwa
    Jumat
    Kafir
    Kajian
    Kaki
    Kang Jalal
    Karbala
    Keadilan
    Kebahagiaan
    Kebangkitan Nasional
    Keluarga
    Kemanusiaan
    Kematian
    Kesehatan
    Khadijah
    Khalifah
    Khotbah Nabi
    Khutbah
    Kisah Sufi
    Kitab
    Kitab Sulaim
    Konflik
    Kurban Kolektif
    Lembah Abu Thalib
    Madrasah
    Makanan
    Malaikat
    Manasik
    Manusia
    Maqtal
    Marhaban
    Marjaiyyah
    Marxisme
    Masjid
    Mawla
    Mazhab
    Media
    Miftah
    Mohammad Hussain Fadhullah
    Mubaligh
    Muhammad Babul Ulum
    Muharram
    Mujtahid
    Mukmin
    Munggahan
    Murid
    Muslim
    Muslimin
    Musuh
    Muthahhari
    Myanmar
    Nabi
    Najaf
    Negara
    Neurotheology
    Nikah
    Nilai Islam
    Nusantara
    Orangtua
    Otak
    Palestina
    Pancasila
    Pandemi
    Pendidikan
    Penyintas
    Perampok
    Pernikahan
    Pesantren
    Politik
    Post Truth
    Pseudosufisme
    Puasa
    Pulang
    Racun
    Rakhnie
    Ramadhan
    Rasulullah
    Revisionis
    Rezeki
    Rindu
    Rumah
    Rumah Tangga
    Sahabat
    Sahur
    Saqifah
    Sastra
    Saudara
    Sayyidah Aminah
    Sayyidah Fatimah
    Sayyid Muhammad Hussein Fadhlullah
    Sejarah
    Sekolah
    Shahibah
    Shalat
    Shalawat
    Sidang Itsbat
    Silaturahmi
    Silsilah
    Sosial
    Spiritual
    Suami
    Suci
    Sufi
    Sunnah
    Sunni
    Surga
    Syahadah
    Syawal
    Syiah
    Tafsir
    Tajil
    Takfirisme
    Taklid
    Tanah
    Tarawih
    Tasawuf
    Tauhid
    Tsaqalayn
    Tuhan
    Ukhuwah
    Ulama
    Umat
    Umrah
    Waliyyul Amri
    Wasiat
    Wiladah
    Yatim
    Zawjah
    Ziarah

    Arsip

    January 2023
    December 2022
    November 2022
    July 2022
    June 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    March 2021
    January 2021
    December 2020
    November 2020
    September 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    May 2020
    March 2020
    January 2020
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    September 2018
    July 2018
    May 2018
    February 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.