Al-Tanwir
Hubungi Kami  >
  • Beranda
  • Berita
  • Buletin
  • LPII
  • Menjawab
  • Pustaka
  • Kontak

 Risalah Jum’ah (3) [Miftah F. Rakhmat]

21/8/2016

0 Comments

 
Islam adalah agama yang istimewa. Islam punya kitab suci yang terpelihara. Jutaan orang menghafal dan menghafalkannya. Islam punya seruan adzan yang tak pernah berhenti berkumandang. Islam punya Ka’bah Baitullah yang jantungnya tidak pernah berhenti berdetak. Selalu ada yang tawaf dan beribadah di sekitarnya. Islam punya Rasulullah Saw yang menjadi pengikat silsilah sejak Nabi Adam as hingga manusia akhir zaman. Dan Islam punya haji. Ibadah setahun sekali yang memberikan dampak besar bagi kemanusiaan.
Picture
Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad
 
Jumat ini saya jadwal khutbah. Karena sedang tertarik dengan daqaiq al-Qur’an, pembahasan saya terkait dengan itu. Daqaiq adalah presisi. Bagaimana dengan tepat dan sempurna, Al-Qur’an memilih satu kata tertentu dari yang lainnya. Kali ini, karena musim haji, saya membahas ayat-ayat (berkaitan dengan) haji.
 
Pertama, Surat Haji [22]:27, “Dan serulah manusia untuk berhaji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus. Mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.”
 
Kedua, Surat Ali Imran [3]:97, “…haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi yang sanggup mengadakan perjalanan menujunya…”
 
Dan ketiga, Surat Ali Imran [3]: 96, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, adalah Baitullah di (lembah) Bakkah yang diberkati…”
 
Apa yang menarik dari ketiga ayat di atas, persamaan yang ada di antaranya? Khithab atau sasaran yang dirujuk sebagai ‘audiens’ firman Allah Swt. Allah Ta’ala dalam ayat-ayat tentang haji ini tidak menyeru umat Islam (saja), tidak menyeru kaum yang beriman (saja), sebagaimana Dia perintahkan kaum yang beriman untuk puasa dan shalawat. Dalam ayat haji ini, Allah Ta’ala menyeru umat manusia, al-naas. Lihat lagi ketiga ayat di atas. Adakah itu berarti kewajiban haji mengikat umat manusia seluruhnya? Bagaimanakah kita memahaminya?
 
Islam adalah agama yang istimewa. Islam punya kitab suci yang terpelihara. Jutaan orang menghafal dan menghafalkannya. Islam punya seruan adzan yang tak pernah berhenti berkumandang. Islam punya Ka’bah Baitullah yang jantungnya tidak pernah berhenti berdetak. Selalu ada yang tawaf dan beribadah di sekitarnya. Islam punya Rasulullah Saw yang menjadi pengikat silsilah sejak Nabi Adam as hingga manusia akhir zaman. Dan Islam punya haji. Ibadah setahun sekali yang memberikan dampak besar bagi kemanusiaan.
 
You see, segera setelah ayat yang berkisah untuk menyeru manusia berhaji, Allah Ta’ala dengan indah mengawali keberkahan yang dihadirkan oleh ibadah ini. “Agar mereka menyaksikan manfaat-manfaat (haji) bagi mereka…” barulah setelah itu, Allah Ta’ala berfirman dan memerinci ibadah haji, “…supaya merea menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan…hilangkan kotoran yang ada pada badan…sempurnakan nazar…dan tawaflah di sekitar Baitullah…” (QS. Hajj [22]: 27-29). Sebelum semua ritual haji, Allah Ta’ala tunjukan keberkahan haji dengan manfaat yang dihadirkannya. Untuk siapa? Bagi umat manusia seluruhnya.
 
Konon, haji menjadi satu di antara lima event penting bisnis dunia. Perekonomian yang berputar sekitar haji dapat mendatangkan manfaat bagi umat manusia. Selayaknya dari ibadah haji dipersembahkan kontribusi Islam bagi permasalahan dunia. Haji (dan perekonomiannya) dapat mengentaskan kemiskinan, mengenyangkan orang yang lapar, menolong mereka yang teraniaya, tertindas, terusir dari tanah kelahiran. Haji dapat membantu melahirkan generasi-generasi terdidik untuk masa depan umat manusia.
 
Ambil contoh saja Indonesia. Bila setoran pertama haji adalah 25 juta, lalu baru dapat berangkat 10 tahun kemudian, dan jumlah jamaah adalah 200.000 orang. Bayangkan banyaknya uang yang ‘mengendap’ selama sepuluh tahun itu. Belum lagi untuk urusan yang lainnya. Karena itulah sebagian negara mengusulkan agar haji dikelola bersama, agar manfaatnya dapat dirasakan dan kembali kepada negara-negara Islam itu. Menurut saya, ia harus lebih dari itu. Umat manusia dan dunia harus melihat manfaatnya. 
 
Bayangkan 2 juta jemaah haji mengambil haji tamattu’. Dengan haji ini, mereka diharuskan menyembelih seekor kambing di Mina. Katakanlah mereka menyembelih, meski dikelola dan terpusat…lalu ke mana sebaran daging sembelihan itu? Adakah selama ini berita  bahwa ia mengenyangkan mereka yang kelaparan. Mengapa tidak dikirim ke negeri-negeri konflik. Jadikan keberkahan haji bersuara untuk kemaslahatan umat manusia.
 
Ambil juga contoh melempar jumrah di Mina. Selama dua atau tiga hari, jemaah haji mabit di Mina. Artinya, mereka harus berada di area Mina dan tidak boleh keluar dari batas-batas yang sudah ditentukan. Ibadah mereka hanya melempar saja. Usai melempar, apa yang dilakukan? Selain shalat lima waktu, istirahat. Di sinilah Ali Syariat berteriak. Baginya, Mina (dan haji) adalah sebuah konferensi akbar. Sebuah temu agung umat Islam di seluruh dunia. Sedianya mereka saling mengenal satu sama lain, berinteraksi, bersosialisasi, berkontribusi. Sedianya, mereka saling bercerita tentang kiprah, tentang musibah, tentang prestasi, tentang penderitaan yang dialami. Sesama muslim mengetahui nasib saudaranya. Palestina, Bahrain, Yaman, Suriah, Kashmir dan sesama saudara di tanah air. Bukankah Baginda Nabi Saw bersabda, “Barang siapa bangun di pagi hari dan tidak mempedulikan nasib sesama saudaranya kaum Muslimin, ia bukan bagian dari kaum Muslimin.” Haji adalah sarana saling memberi tahu dan setelahnya saling membantu.
 
Maka dunia akan melihat manfaat haji itu. Itulah—barangkali—mengapa ia diseru dan dituju untuk umat manusia seluruhnya, bukan untuk umat Islam saja. Dunia harus melihat pada ibadah haji dan manfaat yang dihadirkannya.
 
Dalam satu perjalanan ke tanah suci, saya bertemu rombongan pemuda Palestina. Wajah mereka ceria, tak terlihat datang dari tanah yang tengah menderita. “Dari Indonesia?” Sapa mereka melihat saya. Saya mengangguk. Mereka memeluk saya. Bahagia. Kata mereka, “Kami senang bertemu Anda. Tahukah kau, setiap hari guru kami bercerita tentang negerimu. Bangsa kami pasti merdeka. Kalau tidak pada generasi kami, generasi anak-anak kami. Kalau tidak mereka, generasi cucu kami. Kami pasti merdeka. Kata guru kami, belajarlah dari saudaramu orang Indonesia. Mereka dijajah 350 tahun lamanya.”
 
Antara haru dan malu saya menjabat tangan mereka. Haru karena mereka belajar dari tabahnya bangsa kita menghadapi penjajahan. Malu karena kita membutuhkan waktu selama itu. Kita keliru. Menurut Sejarahwan Prof. Taufik Abdullah, tidak benar kita dijajah selama itu. Pertama, ia dihitung dari pertama kali VOC mendarat di Banten. Apa masuk akal—menurut beliau—pertama datang langsung menjajah? Dan kedua, ia menafikan sejarah perjuangan dan perlawanan panjang raja-raja Nusantara melawan penjajahan. Saya malu, karena ternyata sejarah yang belum pasti seperti ini pun, sampai juga pada saudara kita di Palestina. Kita diingatkan oleh mereka. Tugas kita untuk meluruskannya bila keliru. Dan inilah satu di antara manfaat pertemuan seperti haji itu.
 
Sudah…sudah, jangan bayangkan biaya haji yang mengendap pada dana abadi umat itu. Jangan bayangkan bila perekonomian yang dihasilkan ibadah haji dapat membangun masjid dan madrasah, dapat mendirikan rumah sakit dan membiayainya, dapat menjadi sebuah gerakan yang memberikan kontribusi teramat besar bagi umat manusia.
 
Maka berbahagialah siapa saja yang berangkat dan pulang dari haji…karena ia melihat ibadahnya menghadirkan kemaslahatan bagi dunia. Aduhai, alangkah indahnya. Alangkah indahnya.
 
@miftahrakhmat
​

0 Comments

Your comment will be posted after it is approved.


Leave a Reply.

    Rasulullah saw bersabda:

    “Ketahuilah, aku kabarkan kepadamu perihal Mukmin. Mukmin ialah orang yang karena dia jiwa dan harta manusia terlindungi (aman). Muslim ialah yang selamat orang lain dari gangguan lidah dan tangannya. Mujahid ialah orang yang berjihad melawan nafsunya ketika mentaati Allah. Muhajir ialah yang menjauhi kesalahan dan dosa.”
    ​
    ​ 
    (HR Al-Hakim dan Al-Thabrani)
    ​


    Picture

    Tema

    All
    Abu Nawas
    Adam
    Agama
    Ahlulbait
    Akal
    Akhlak
    Albirr
    Al-Husayn
    Ali Bin Abi Thalib
    Ali Bin Abu Thalib
    Al-Mizan
    Alquran
    Amal
    Anak
    Arafah
    Arbain Walk
    Asep Salahudin
    Asyura
    Babul
    Bahasa
    Bahjah
    Bahlul
    Bangsa
    Barzakh
    Berkah
    Bicara
    Bidadari
    Bubur Suro
    Bukhari
    Buku
    Bulan Suci
    Cerita
    Cinta
    Covid 19
    Covid-19
    Depresi
    Doa
    Dogma
    Dosa
    Dua Belas Imam
    Dunia
    Emas
    Empati
    Epistemologi
    Fatwa
    Fidyah
    Fikih
    Filsafat
    Fitrah
    Gaya Menulis
    Gender
    Gereja
    Ghuraba
    Globalisasi
    Guru
    Hadiah
    Hadis
    Haji
    Happy Birthday
    Hari Anak Nasional
    Hasan
    Hasan Bashri
    Hermeneutika
    Hitler
    Husain
    Ibadah
    Identitas Arab Itu Ilusi
    Ideologi
    Idul Fitri
    Ihsan
    IJABI
    Ilmu
    Ilmu Kalam
    Imam
    Imam Ali
    Imam Ali Zainal Abidin
    Imam Husain
    Imam Mahdi
    Iman
    Imsak
    Indonesia
    Islam
    Islam Ilmiah
    Islam Madani
    Isra Mikraj
    Jalaluddin
    Jalaluddin Rakhmat
    Jihad
    Jiwa
    Jumat
    Kafir
    Kajian
    Kaki
    Kang Jalal
    Karbala
    Keadilan
    Kebahagiaan
    Kebangkitan Nasional
    Keluarga
    Kemanusiaan
    Kematian
    Kesehatan
    Khadijah
    Khalifah
    Khotbah Nabi
    Khutbah
    Kisah Sufi
    Kitab
    Kitab Sulaim
    Konflik
    Kurban Kolektif
    Lembah Abu Thalib
    Madrasah
    Makanan
    Malaikat
    Manasik
    Manusia
    Maqtal
    Marhaban
    Marjaiyyah
    Marxisme
    Masjid
    Mawla
    Mazhab
    Media
    Miftah
    Mohammad Hussain Fadhullah
    Mubaligh
    Muhammad Babul Ulum
    Muharram
    Mujtahid
    Mukmin
    Munggahan
    Murid
    Muslim
    Muslimin
    Musuh
    Muthahhari
    Myanmar
    Nabi
    Najaf
    Nano Warno
    Negara
    Neurotheology
    Nikah
    Nilai Islam
    Nusantara
    Orangtua
    Otak
    Palestina
    Pancasila
    Pandemi
    Pendidikan
    Penyintas
    Perampok
    Pernikahan
    Pesantren
    Politik
    Post Truth
    Pseudosufisme
    Puasa
    Pulang
    Qanaah
    Racun
    Rakhnie
    Ramadhan
    Rasulullah
    Revisionis
    Rezeki
    Rindu
    Rumah
    Rumah Tangga
    Sahabat
    Sahur
    Saqifah
    Sastra
    Saudara
    Sayyidah Aminah
    Sayyidah Fatimah
    Sayyid Muhammad Hussein Fadhlullah
    Sejarah
    Sekolah
    Shahibah
    Shalat
    Shalawat
    Sidang Itsbat
    Silaturahmi
    Silsilah
    Sosial
    Spiritual
    Suami
    Suci
    Sufi
    Sunnah
    Sunni
    Surga
    Syahadah
    Syawal
    Syiah
    Tafsir
    Tajil
    Takfirisme
    Taklid
    Tanah
    Tarawih
    Tasawuf
    Tauhid
    Tsaqalayn
    Tuhan
    Ukhuwah
    Ulama
    Umat
    Umrah
    Waktu
    Waliyyul Amri
    Wasiat
    Wiladah
    Yatim
    Zawjah
    Ziarah

    Arsip

    April 2024
    March 2024
    November 2023
    October 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    July 2022
    June 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    March 2021
    January 2021
    December 2020
    November 2020
    September 2020
    August 2020
    July 2020
    June 2020
    May 2020
    March 2020
    January 2020
    November 2019
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    September 2018
    July 2018
    May 2018
    February 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    September 2016
    August 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.