Peta tersebut menunjukkan rute Imam Husain as ketika meninggalkan Makkah menuju Irak. Tanggal 8 Dzulhijjah 60 H (kira-kira bertepatan dengan 10 September 680 M). Bersama Imam ada 50 orang, termasuk perempuan dan anak-anak kecil dari keluarga dan sahabatnya.
“Aku tidak berangkat karena pamer dan riya. Sesungguhnya aku ingin mengembalikan umat pada jalan amar makruf nahi munkar. Aku ingin membawa dan membimbing mereka pada jalan kakekku dan jalan ayahku Ali bin Abi Thalib.”
Setelah meninggalkan Makkah, ada 14 tempat yang tercatat dalam berbagai kitab sejarah di mana Imam berhenti sesaat atau menyampaikan khutbah pada masyarakat.
1. Saffah. Di sini Imam berjumpa dengan Farazdaq, penyair yang ditanya Imam tentang keadaan Kufah. Farazdaq menjawab: “Hati mereka bersamamu, tapi pedang mereka diarahkan menentangmu.” Imam as menjawab, “Tuhan berkuasa atas segala sesuatu. Aku pasrahkan diriku kepadanya.”
2. Dzat al-‘Irq. Abdullah bin Ja’far, sepupu Imam as, mengantarkan dua putranya Aun dan Muhammad untuk berjumpa ibunya, Sayyidah Zainab sa dan bergabung untuk berjuang serta menolong Imam. Ia mencoba membujuk Imam untuk kembali ke Madinah. Imam menjawab, “Ketentuanku atasku di tangan Allah.”
3. Batn al-Rumma. Imam as menulis surat untuk penduduk Kufah melalui Qais bin Mashir. Di tengah jalan, Qais bertemu Abdullah bin Muti’ yang datang dari arah Irak. Ketika Abdullah mengetahui niat Imam melalui Qais, Abdullah berusaha untuk menahan Qais. Katanya, “Penduduk Kufah tidak setia dan tidak dapat dipercaya.” Tapi Imam tetap melanjutkan perjalanannya.
4. Zurud. Imam as bertemu dengan Zuhayr bin Qain. Zuhayr tidak termasuk pengikut Ahlul Bait as. Tapi ketika Imam menceritakan maksud perjalanannya, Zuhayr menyerahkan seluruh hartanya untuk istrinya. Ia menceraikan istrinya, meminta istrinya untuk pulang ke rumahnya dan berkata kepadanya bahwa ia ingin syahid bersama Imam as.
5. Zabala. Imam memperoleh kabar tentang syahadah Muslim bin ‘Aqil dan Hani bin Urwah. Imam berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi raaji’un. Kepada Allah kami serahkan diri kami.” Pemuka dari Bani Asad berusaha mencegah Imam melanjutkan perjalanannya. Imam tetap berangkat. Imam menyampaikan kabar duka ini pada para sahabatnya. Imam sampaikan bahwa orang-orang Kufah tidak siap untuk membantunya. Imam berkata: “Siapa di antara kalian yang ingin pulang, berangkatlah sekarang.” Beberapa penunggang kuda dari suku lain yang mengikuti kafilah Imam dan berharap memperoleh ghanimah peperangan menyadari bahwa angan mereka sia-sia. Mereka berpencar pulang ke kampung masing-masing. Hanya 50 orang yang bertahan.
6. Batn al-‘Aqiq. Imam as berjumpa dengan seseorang dari Bani Akrama yang mengatakan bahwa Kufah tidak lagi ramah bagi pendatang, dan bahwa kota itu sudah dikepung oleh tentara Yazid. Tidak ada yang dapat masuk atau keluar. Imam terus melanjutkan perjalanan.
7. Surat. Imam bermalam di tempat ini. Di pagi hari, Imam meminta sahabat-sahabatnya untuk mengambil perbekalan air sebanyak-banyaknya.
8. Syaraf. Ketika Imam melalui tempat ini, seorang sahabatnya berteriak bahwa ia melihat sekelompok pasukan mendekat. Imam bertanya tentang tempat yang aman, misalnya yang ada bukit di sekitarnya. Seorang pemandu membawa Imam dan kafilahnya ke bukit terdekat.
9. Zuhasm. Di sinilah Imam dihadang oleh Al-Hurr dan 1000 orang pasukannya. Mereka sangat kehausan sehingga Imam memerintahkan sahabatnya untuk memberi mereka air. Imam sendiri memberi minum beberapa orang tentara yang kehausan. Hewan tunggangan pun terpuaskan. Imam Husain as memimpin shalat Zhuhur. Ikut bermakmun kepadanya Hurr dan pasukannya. Di tempat ini juga Imam menyampaikan pada Al-Hurr surat-surat penduduk Kufah. Imam berkata: “Wahai penduduk Kufah, kalian kirim utusanmu menemuiku. Kalian tulis surat bahwa kalian tidak mempunyai pemimpin, dan bahwa aku diundang datang untuk mempersatukan kalian dan memimpin kalian dalam jalan Allah. Kalian tulis bahwa Ahlul Bait as lebih berhak untuk menangani berbagai perkara daripada mereka yang berlaku aniaya, yang salah, yang tak berhak. Tapi kalau kalian sudah mengubah sikap kalian, dan menjadi jahil terhadap hak-hak kami, atau lupa terhadap janji-janji kalian, aku akan kembali.” Tapi Imam dicegah oleh tentara Hurr yang kemudian menggiring kafilah Imam Husain as untuk menyamping dari rute ke arah Kufah.
10. Baiza. Imam sampai di sini hari berikutnya. Imam menyampaikan satu di antara khutbahnya yang terkenal. “Wahai manusia, Rasululah saw bersabda: Sekiranya seseorang melihat penguasa yang kejam, yang melawan Allah dan RasulNya, yang berbuat aniaya terhadap rakyatnya…kemudian ia tidak melakukan apa pun untuk mencegahnya, tidak dengan lisan ataupun perbuatannya, maka Allah akan memasukkannya ke tempat yang sama dengannya. Tidakkah kalian lihat telah serendah apa kaum Muslimin sekarang? Tidakkah kalian saksikan kebenaran telah diselewengkan? Kemungkaran tanpa pembatasan. Adapun bagiku, tidaklah aku melihat kematian kecuali kesyahidan, dan hidup bersama tiran kecuali penderitaan dan kehinaan.”
11. Uzaibul Hajanat. Di sini Imam menjauh dari kepungan tentara Al-Hurr dan bertemu Trimmah bin ‘Adi. Mengetahui bahwa penduduk Kufah telah menyalahi janjinya, berkhianat pada imamnya, Trimmah menjanjikan bantuan berupa 20.000 pasukan terlatih bila ingin merebut Kufah atau melindungi Imam untuk berlindung di balik bukit. Imam menjawab: “Semoga Allah memberkatimu dan rakyatmu. Aku tidak bisa berpaling dari kata-kataku. Segalanya sudah ditetapkan.” Dari jawaban Imam, jelaslah bahwa Imam sadar benar bahaya yang membentang di hadapan. Imam mempunyai tujuan dan misi yang mulia, yaitu sebuah revolusi yang akan menghentak kesadaran Kaum Muslimin. Imam tidak memobilisasi pasukan yang bisa dengan mudah ia lakukan di Hijaz, atau mengeksploitasi kemungkinan kekuatan fisik yang ditawarkan kepadanya.
12. Qasr Bani Makatil. Jelaslah di sini bahwa Kufah tidak lagi jadi tujuan. Karena Al-Hurr tidak mau meninggalkan Imam Husain, ia menggiring kafilah Imam menjauhi Kufah dan mengambil arah baru. Imam as beristirahat sore hari itu. Imam mengucap: “Inna lillah”. Putranya yang berusia 18 tahun menghampirinya dan bertanya tentangnya. Imam menjawab bahwa dalam tidurnya ia mendengar suara seseorang yang berkata bahwa orang-orang ini tengah diantar menemui kematian mereka. Ali akbar bertanya: “Bukankah kita dalam jalan kebenaran. Kematian tidak berarti apa-apa bagi mereka. Kematian hanya sarana untuk sampai pada derajat syahadah yang mulia.”
13. Nainawa. Di sini, seorang utusan Ibnu Ziyad membawa pesan untuk Al-Hurr untuk tetap mengawasi kafilah Imam. Kafilah yang sudah menempuh perjalanan panjang ini melewati sebuah tempat bernama Ghaziriyya hingga sampai di Karbala. Imam menarik nafas panjang ketika mendengar nama ini. “Benar, inilah tempat karbin (musibah) wa bala (dan bencana). Mari kita berhenti di sini. Karena kita telah sampai di tujuan kita. Inilah tempat syahadah kita. Inilah Karbala.”
14. Karbala. Sesuai perintah Imam, tenda didirikan di dekat sungai yang bercabang dari Sungai Furat. Tanggal menunjukkan 2 Muharram 61 H (Sekitar 3 Oktober 680 M). ***