Allahuma shalli 'ala Muhammad wa Ali Muhammad
Dan hari ini…sebuah kenyataan menghentak saya. Hari ini saya baca ayat seakan tidak pernah saya baca sebelumnya. Ayat itu menggetarkan, bahkan ia menggoncangkan. Ayat-ayat itu meluruhkan seluruh harapan saya. Ayat-ayat itu menjadikan saya orang yakin yang dipenuhi keraguan. Yakin karena kebenaran firman, dan ragu karena kebingungan menghadapi apa yang dijelang kemudian.
67. Dan tidakkah manusia memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?
68. Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama syaitan-syaitan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahannam dengan berlutut.
69. Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah.
70. Dan kemudian Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka.
71. Dan tidak seorang pun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.
72. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.
Ya Allah, tiba-tiba hari ini, saya bergetar membaca ayat-ayat itu. Kita akan dibangkitkan bersama setan-setan yang telah mengganggu kita selama ini. Kita akan diantarkan pada neraka Jahannam dalam keadaan berlutut. Kita semua, tanpa kecuali.
Ya Allah…ampuni lemahnya tubuh ringkih ini. Kemudian Allah Ta’ala ambil dari setiap umat, mereka yang paling durhaka pada Tuhannya. Mereka yang tidak mensyukuri nikmat Allah Ta’ala Yang Maha Pemurah itu. Mereka yang menzalimi dan menyakiti karunia terbesar Tuhan untuk semesta. Kita kira, yang masuk neraka hanya mereka saja. Dan kita (berharap) tidak. Ternyata tidak demikian.
“Dan tidak seorang pun darimu, melainkan mendatangi neraka itu…” Al-Qur’an menggunakan kata “waariduha”. Terjemahan Kementerian Agama lebih halus: mendatangi. Tetapi wariduha juga bisa berarti memasukinya, dipindahkan ke dalamnya, menyusul (bergabung bersama) orang sebelumnya. Maka tidak seorang pun dari kita, siapa pun kita, kecuali akan masuk neraka. Lalu Al-Qur’an menegaskan: “Ini kepastian yang sudah ditentukan Tuhan.” Hatman maqdhiyya. Sesuatu yang salah bila berubah. Ia tidak akan berubah. Semua kita akan memasukinya. Dalam munajat Imam Sajjad as ada kalimat, "Andai jalan menuju Surga tak harus melalui neraka dulu."
Ya Allah, luruh sudah seluruh kemungkinan selamat itu. Bagaimana mungkin kami dapat mengklaim surga, bahkan mengharamkannya bagi kelompok lain. Bagaimana mungkin kami merasa paling aman dari siksa, bahkan menjatuhkannya bagi mereka yang tak sepaham. Padahal Al-Qur’an dengan jelas mengingatkan: Sudah pasti, semua kamu akan masuk neraka, tanpa kecuali!
Lalu kepada siapa kita berharap? Bila api menjadi sejuk dan damai untuk Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam, adakah hal yang sama mungkin terjadi? Akankah datang malaikat yang menemani…
Hari ini, wiladah Sayyidah Fathimah Azzahra salaamullah ‘alaiha, putri terkasih Baginda Nabi Saw. Hari ini 20 Jumadil Akhir. Tiba-tiba saya diingatkan karunia terbesar Tuhan untuk Baginda itu. Bukankah Baginda Nabi Saw teramat mencintai umatnya. Pastilah Baginda tak ingin kita disiksa di neraka Jahannam itu. Tidakkah Baginda pasti memberikan jalan keluarnya?
Dan mata saya diantarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan dalam berbagai kitab: Kanzul ‘Ummal 13:91; Al-Shawa’iq al-Muhriqah 190; Usud al-Ghabah 5:523; Dzakhair al-‘Uqba 48; Manaqib al-Imam Ali al-Maghazili 356; Nur al-Abshar 51,52; dan Yanabi’ al-Mawaddah 2: 56,136. Berikut redaksinya.
Bersabda Baginda Nabi Rasulullah Saw: “Kelak nanti di hari Kiamat, (terdengar) seorang penyeru akan berseru: Wahai kalian seluruhnya! Tundukkan pandangan kalian. Tutup mata kalian. Akan berlalu Fathimah putri Rasulullah Saw.”
Ya Allah, saya membaca hadits itu dengan mengingat Surat Maryam 71. Kita semua di neraka. Kita semua tersiksa. Lalu terdengar seruan itu. Tundukkan pandangan kalian, tutup mata kalian, tahan penglihatan kalian…hingga berlalu Fathimah putri Rasulullah Saw. Putri kerajaan itu akan berlalu, dan bahkan melihatnya pun kita tidak diizinkan. Mengapa? Pastilah karena kekotoran tak layak untuk memandang kesucian. Hingga ia disucikan, hingga ia dibersihkan, dan api yang membakar itulah tempatnya.
Akankah berani batinku berteriak, “Wahai Ibunda…inilah aku. Wahai sang putri, sebutlah namaku.” Pandangan itu terpaku. Seruan itu terdengar menggema. Tutup matamu…hingga berlalu Fathimah putri Rasulullah Saw.” Sungguh, yang semisal itu hanya kemuliaan yang diperuntukkan untukmu, wahai putri Rasulillah Saw.
Dan kini kita ketahui, mengapa Baginda Saw sangat berbahagia dengan kelahiran putri terkasihnya. Bukan hanya karena bila merindukan wewangian surga, Baginda Saw akan menciumnya. Bayangkan, bila Baginda berangkat ke luar kota, Sayyidah Fathimah sa yang terakhir ditemui untuk melepasnya. Bila Baginda kembali, Sayyidah Fathimah pula lah yang pertama didatanginya. Bila Sayyidah Fathimah datang ke majelis, Baginda akan berdiri menyambutnya. Bahkan memberikan tempat duduknya. Apa yang hendak diajarkan Baginda pada kita? Tidakkah setiap akhlak Baginda Saw adalah teladan teramat sempurna. Tidakkah kita wajib mengikutinya?
Baginda Saw berbahagia, karena Sayyidah Fathimah salamullah ‘alaiha adalah penyelamat umatnya. Karena Baginda sangat mencintai kita semua. Kitab Kanzul ‘Ummal, kompendium hadis terbesar Mazhab Ahlus Sunnah karya Allamah Muttaqi al-Hindi meriwayatkan hadits berikut ini. Termaktub pada Jilid 6 halaman 219.
Bersabda Baginda Nabi Rasulullah Saw: “Sesunguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menjauhkan putriku Fathimah, keturunannya, dan siapa saja yang mencintai mereka, dari api neraka. Karena itulah Fathimah dinamai Fathimah.”
Fathimah berasal dari kata fathoma yang berarti “dijauhkan dari”. Baginda Nabi Saw memberi nama putrinya Fathimah, karena ialah yang akan menjauhkan para pecintanya dari api neraka. Mengangkat mereka ke tepian jurang neraka Jahannam itu, dan menyelamatkannya.
Fathimah putri Rasulullah Saw, putri Sayyidatina Khadijah salamullah ‘alaiha. Melalui ayah ibunya, silsilah Fathimah terhubung pada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dari dua sisi. Sisi ayah dan sisi ibu. Keluarga Sayyidah Khadijah salaamullah ‘alaiha adalah para tokoh bangsawan dan pembesar Quraisy. Khuwailid ayah Sayyidah Khadijah berdiri bersama Abdul Muthallib menghalau tentara Abrahah. Sejak dahulu, silsilah kemuliaan itu telah tercatat dan terpelihara.
Tapi kini, yang dihalau bukan lagi tentara gajah. Yang dihalau adalah setan-setan yang akan menghancurkan jalan kembali menuju Tuhan. Dan siapakah yang terpilih menjauhkan umat dari itu? Kecintaan pada Sayyidah Fathimah dan keturunannya.
Maka keraguan itu membersitkan asa. Maafkan kami Sayyidah, yang hanya mengenangmu pada saat-saat seperti ini. Maafkan kami Baginda, yang tak memuliakan dan menghormati putri penyelamat di alam keabadian. Hari lahirnya berlalu dan kami tak punya sedikit pun pemberian yang berarti.
Izinkan aku menangis, pada setiap puisi yang ditujukan untuk putrimu. Izinkan aku meneteskan airmata keharuan, melihat istriku dan ibu-ibu Fathimiyyah berkhidmat hingga larut malam untuk mempersiapkan acara kelahiran itu. Kau pasti berbahagia Ya Rasulallah, dan izinkan kami berbahagia bersamamu. Perkenankan orang-orang putus asa ini menggantungkan harap pada kelebat selendang kasih dan kerinduan pada putrimu.
“Dan sungguh akan Kami selamatkan orang-orang yang bertakwa, dan kami tinggalkan orang-orang zalim di neraka…” Setiap kali Al-Quran menggunakan Kami, Allah Ta’ala mengabarkan keagungan, tapi pada saat yang sama kebersamaan. Para malaikat, para nabi…bergabung menjalankan amanah dan titah Tuhan.
Sayyidah Fathimah salamullah ‘alaiha di antara para penyelamat itu. Bahkan di antara yang utama. Seluruh ciptaan diperintahkan Sang Penyeru untuk menundukkan pandangan. Tak pantas siapa pun untuk melihatnya. Mengapa? Karena kezaliman yang kita lakukan. Sayyidah Fathimah salaamullah ‘alaiha tidak akan menyelamatkan para pelaku kezaliman, terutama—menurut saya—pada para perempuan. Karena ia adalah teladan bagaimana perempuan dimuliakan.
Semoga tulisan sederhana ini memberikan manfaat di hari lahir Sang Putri Nabi Saw. Perkenankan saya memohon maaf pada para perempuan dalam hidup saya. Pada Ibu saya yang tidak akan pernah dapat saya balas kasih sayangnya. Tidakkah ini sebuah kezaliman? Pada istri saya yang tidak dapat saya penuhi haknya. Pada kawan-kawan dan saudara, pada para guru dan semua yang dihadirkan dalam hidup saya. Pada anak-anak perempuan, pada setiap wanita, pada setiap ibu. Mohon maafkan setulus hati, seorang yang lemah ini. Seorang yang pasti diantarkan ke neraka dalam keadaan berlutut, dimasukkan ke dalamnya. Seorang yang pasti mendengar seruan ditujukan kepadanya. Dan sungguh, maaf dan ridho Ibu, istri saya, dan seluruh saudara akan saya tanam kuat dalam batin, ketika Sang Putri berlalu di antara seluruh manusia. Maafkan saya saudara, telah banyak saya berbuat dosa. Mari senandungkan pada semesta raya, betapa kita berharap dapat mencintai Sang Putri dengan segenap jiwa. Seperti pernah, Sayyidina Ali ra dan Sayyidah Fathimah salamullah ‘alaiha datang pada Baginda Nabi Saw. Keduanya merasa sangat dicintai Baginda. Adakah yang lebih dicintai di antara keduanya? Baginda Saw menjawab, “Fathimah ahabbu ilayya minka Ya Ali, wa anta a’azzu ilayya minha.” (Al-Jami’ al-Shaghir 2:654; Al-Shawa’iq al-Muhriqah 3:191; Yanabi’ al-Mawaddah 2:56;; Majma’ al-Zawaid 9:202; Usud al-Ghabah 5:522).
Ah, andai aku dapat menerjemahkannya dengan baik. Tentu Baginda mencintai keduanya, dan kalimat Baginda menyempurnakan kecintaan pada keduanya…tak terbatas, tak terhingga.
Sungguh, kini harapku bergantung pada kecintaan itu. Pada Baginda, pada Sang putri dan keturunannya. Pada dua belas Imam yang dijanjikan Rasulullah Saw. Pandangku pasti tertutup. Mataku pasti terpaku. Tatapku pasti membatu. “Tahan pandanganmu, akan berlalu Fathimah putri Rasulullah.” Sungguh, duhai putri…ketika kau berlalu, akan kusebut namamu. Akan kulantunkan senandung dan pujianku pada Baginda, padamu, dan pada para Imam dari keturunanmu. Izinkan aku duhai Mawlati, wahai Sayyidati…
Ketika kau kelak berlalu, izinkan kulantunkan senandung untukmu. Perkenakan lisan kelu ini menyampaikan salam bagimu. Perkenankan hati berlumur dosa ini menyimpan rindu kepadamu. Rindu yang kutabur setiap hari, seiring berlalunya waktu. Yang lain mungkin hilang, tapi tidak rinduku padamu, pada Baginda dan pada para teladan kekasih hari.
Rindu itu saja Mawlati bekalku. Rindu itu saja harapku.
Al-Salam ‘alaiki Ya Qurrata ‘Ayni Rasulillah…shallallahu 'alaihi wa alihi
Wiladah Sayyidah Fathimah sa, 20 Jumadil Akhir 1438 H.
@miftahrakhmat