“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui” (Qs. Al-Maaidah/5:54).
Tujuan khotbah saya hari ini ialah mengajak Saudara-saudara merenungkan, memikirkan, dan menafakuri ayat ini dengan menafsirkannya. Said Hawwa telah menulis satu jilid lengkap buku yang berjudul Jundullah: Tsaqafan wa Akhlaqan (Tentara Allah: Adab dan Akhlaknya). Akan tetapi, sebelum sampai ke situ, muncul pertanyaan: Apakah ada kemurtadan di kalangan kaum Muslimin sekarang ini? Apakah ada di antara kita yang meninggalkan agamanya dan menjadi kafir? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita kutip ayat-ayat Al-Quran:
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka termasuk orang-orang kafir” (Qs. Al-Maidah/5: 44).
Lihatlah negara-negara Islam sekarang ini, apakah mereka bertahkim dengan Al-Quran, atau dengan yang lain?
“Maka datanglah satu generasi yang melalaikan salat dan mengikuti hawa nafsunya. Maka mereka akan jatuh kepada kebinasaan” (Qs. Maryam/19: 59).
Ayat ini mengingatkan kita bahwa salat adalah inti ajaran Islam. Jika kita meninggalkan salat, kita bukan lagi orang Islam. Sebagaimana kata Rasulullah, “Yang membedakan kita dengan orang kafir ialah salat.” Jadi, berdasarkan ayat-ayat di atas, kita yakin banyak di antara orang-orang Islam yang dapat disebut “orang kafir”. Akan tetapi, siapa kelompok pilihan yang dicintai Allah, apa sifat-sifat mereka?
Pertama, Allah berkata,”Allah mencintai mereka, dan mereka pun mencintai-Nya”. Mahabbah (cinta) kepada Allah adalah watak umat pilihan. Dan seorang sufi berkata bahwa tanda cinta yang sejati ialah maut. Cinta kepada Allah diungkapkan dengan berbagai cara: jika Anda senang berdekatan dengan Dia, bermunajat kepada-Nya, berarti Anda mencintai-Nya. Tetapi, tanda yang paling penting dari rasa cinta kepada Allah ialah Anda selalu berusaha mencari sesuatu yang dapat Anda banggakan di hadapan-Nya. Contoh yang paling jelas dari mahabbah ini diperintahkan oleh Abdullah bin Jahas, seorang sahabat Rasulullah Saw.
Menjelang perang Uhud, Abdullah bin Jahas berkata kepada Saad bin Abi Waqas, “Wahai Saad! Marilah kita berdoa bersama. Mari masing-masing bermohon kepada Allah sesuai dengan keinginannya sendiri, dan yang lain mengucapkan amin. Dengan cara ini mudah-mudahan doa kita dijawab Allah.” Saad setuju, dan keduanya pergi ke sebuah sudut untuk berdoa.
Mula-mula Saad yang berdoa:”Ya Allah, pada pertempuran besok, berilah saya musuh yang sangat kuat dan tangguh. Biarkan dia menyerang aku dengan segenap kekuatannya, dan izinkan aku menolaknya dengan seluruh kekuatanku. Kemudian, ya Allah, perkenankanlah aku mengambil miliknya sebagai ghanimah.” Abdullah berkata, “Amin.”
Kemudian Abdullah memulai doanya: “Ya Allah, izinkan aku menghadapi seorang musuh yang sangat tangguh esok hari. Biarkan dia menyerang aku dengan seluruh kemurkaannya, dan aku menyerangnya lagi dengan seluruh kekuatanku. Biarkan dia menang dan membunuhku. Ia boleh memisahkan hidungku dan memotong telingaku. Bila aku menghadap engkau di hari kiamat, Engkau boleh bertanya kepadaku. ‘Mengapa engkau kehilangan hidung dan telingamu, hai Abdullah?’ untuk itu aku akan menjawab, ‘Semuanya hilang dijalan Allah dan Rasul-Nya’. Kemudian Engkau berkata, ‘Benar, semuanya hilang di jalan-Ku.’”
Dalam pertempuran esok harinya, kedua sahabat menyaksikan doanya terkabul, tepat seperti yang dimohonkan mereka. Saad berkata, “Doa Abdullah lebih baik daripada doaku. Di waktu petang aku melihat telinga dan hidungnya diikat benang.”
Marilah kita kenang hari-hari yang lalu. Sudahkah kita melakukan sesuatu yang dapat kita banggakan di hadapan Allah pada hari kiamat? Dapatkah kita menyebutkan satu amal yang tidak memalukan diri kita jika Allah memeriksa kita pada hari kiamat? Untuk menjadi umat pilihan yang dicintai Allah, kita harus melakukan amal terbaik yang dapat dibanggakan di hadapan Allah, tanda yang dapat membedakan kita dengan yang lain, sesuatu yang sama dengan yang dialami Abdullah.
Kedua, Allah berfirman: “Rendah hati kepada orang-orang beriman.” Hal ini ditujukan dalam cara kita bergaul dengan saudara-saudara Muslim kita. Jika Anda melihat saudara Anda dan merasa bahagia melihat kehadiran mereka dan bukan ketiadaannya, jika Anda mencintai mereka lebih daripada diri Anda sendiri, jika Anda berusaha selalu membantu mereka, jika Anda memilih mengucapkan kata-kata terbaik jika berbicara dengan mereka, jika Anda menahan diri Anda untuk tidak mengecam mereka, jika Anda lebih baik diam daripada menyinggung perasaan mereka, maka Anda bersikap rendah hati terhadap mereka. Lawan dari sikap rendah hati ialah kesombongan atau takabur. Takabur ditujukan dengan perilaku yang sadar atau tidak sadar meletakkan diri Anda di tempat utama dan menyingkirkan yang lain. Jika Anda berpikir bahwa pemahaman Anda tentang Islam begitu sempurna, dan bahwa pendapat Anda adalah satu-satunya kebenaran yang harus dipegang oleh seluruh umat, sedangkan pemahaman orang lain tentang Islam mutlak salah, dan Anda tidak pernah mau mempedulikan mereka, Anda menjadi orang yang takabur.
Dengan menyesal harus saya katakan dalam kesempatan ini bahwa sering kali kita menganggap fiqih kita sebagai fiqih yang terbaik, dan fiqih orang lain salah, serta tidak mengizinkan mereka menyatakan pendapat mereka. Dengan menyesal harus juga saya katakan bahwa kita sering kali salah dalam perjuangan hanya karena kita tidak menghargai gagasan saudara-saudara kita.
Ketiga, Allah berfirman: “.... , keras terhadap orang kafir.” Sikap yang tegas dan tidak kenal kompromi terhadap orang-orang kafir adalah sifat ketiga umat pilihan. Mereka tidak akan menukarkan imannya dengan kekuasaan dan kekayaan. Mereka tidak akan menyerah dengan mudah kepada rayuan orang kafir. Mereka akan mempertahankan imannya dengan jiwa-raga mereka. Dan satu-satunya cara untuk menunjukkan izzah kita hari ini bukan saja kita harus merasa, melainkan juga harus menunjukkan bahwa dalam prestasi dan amal, kita lebih tinggi daripada mereka Rasulullah pernah menyuruh sahabatnya untuk merebut bukit seraya berkata, “Tidak boleh mereka lebih tinggi dari kita.”
Marilah kita katakan di ruangan kelas, di universitas kita, ucapan Rasulullah ini. Kita tidak boleh puas kalau ada orang-orang kafir berprestasi lebih baik daripada kita. Kita tidak boleh tenang kalau kita tidak mendapat A pada prestasi akademis dan juga prestasi rohaniah. Hanya lewat cara inilah kita akan termasuk umat pilihan yang dicintai Allah dan mencintai Allah.
Keempat, Allah berfirman: “...., yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” Ayat ini sangat terang dan jelas. Sifat keempat umat pilihan ialah keterlibatan mereka dalam jihad, dalam jalan Allah. Mereka yakin bahwa mereka datang ke dunia ini bukanlah sebagai penumpang dalam kereta kehidupan, melainkan sebagai pembawa tugas suci, yang terlihat dalam satu upaya untuk mengagungkan Allah dan menghakimi dunia dengan hukum-hukum-Nya. Dan untuk melakukan itu, umat pilihan bersedia dicemohkan, dikecam, dan dicela.
Kesimpulan dari sifat-sifat umat Allah yang mencintai Allah dan dicintai Allah, yaitu Pertama, mereka mencintai Allah dengan ikhlas; mereka mencintai Allah sehingga mereka berusaha mencari kebanggaan di hadapan-Nya, sehingga mereka berusaha mencari sesuatu yang dapat dibanggakan di hadapan Allah pada hari kiamat. Kedua, mereka rendah hati terhadap saudara-saudara yang beragama Islam; mereka ramah, senang membantu, sabar, dan dapat menghormati gagasan saudara-saudaranya selama mereka masih mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah. Ketiga, mereka tegas terhadap orang-orang kafir; sebagai orang beriman, mereka selalu berusaha untuk lebih tinggi daripada orang kafir dalam hal prestasi dan akhlak. Keempat, mereka selalu berusaha berjihad di jalan Allah tanpa takut menghadapi risiko. ***
Sumber buku Khotbah-khotbah di Amerika karya Jalaluddin Rakhmat. Penerbit Remaja Rosdakarya Bandung, tahun 1993.