Ketika tiba di Irak Hajjaj mencari-cari Sulaim. Sulaim lari menghindar dan bertemu kami di Nobandjan. Ia tinggal serumah dengan kami. Sebelumnya aku tidak pernah melihat orang yang paling berwibawa, paling bersemangat, dan paling bersedih dari dirinya. Tidak juga aku pernah melihat orang yang paling membenci ketenaran dirinya sendiri darinya. Saat itu umurku 14 tahun. Aku telah hafal al-Quran. Aku selalu bertanya kepadanya. Ia bercerita kepadaku tentang pejuang Badar.

Sulaim membacakan kitabnya kepada Aban dan menyerahkannya kepadanya
Tidak lama setelah itu, ajal menjemputnya. Sesaat sebelum meninggal ia memanggilku, tidak ada orang lain selain kami berdua. Ia mulai berkata: Wahai Aban, Aku sudah tinggal bersamamu, Aku tidak melihat darimu kecuali semua yang Aku suka. Aku mempunyai sebuah kitab yang aku dengar dari orang-orang yang terpercaya (al-tsiqât), Aku menulisnya dengan tanganku sendiri. Di dalamnya memuat hadis-hadis yang Aku tidak ingin orang awam mengetahuinya karena mereka pasti mengingkarinya. Sungguh, hadis-hadis itu aku ambil dari ahlul haq (orang yang selalu benar), ahlul fiqh (orang yang berpengetahuan luas), ahlus shidq (orang yang jujur), dan ahlul birr (orang yang selalu berbuat baik) dari Ali bin Abi Thalib, Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghifari dan Miqdad bin Aswad ra.
Tidak ada satu pun hadis yang aku dengar dari salah satunya kecuali aku tanyakan kepada yang lain sehingga mereka semua menyepakatinya. Demikian seterusnya. Setiap hadis yang aku dengar selalu aku tanyakan kepada mereka. Dan ada juga hadis yang aku dengar dari orang-orang yang jujur selain mereka.
Ketika sakit, pernah terbesit dalam diriku untuk membakarnya. Tapi aku akan merasa berdosa bila niat itu terlaksana dan akhirnya aku urungkan. Karena itu, bersumpahlah kepada Allah jangan engkau ceritakan kepada siapa pun selama Aku masih hidup. Dan setelah kematianku, jangan engkau sampaikan satu pun hadis darinya kecuali kepada orang yang engkau percaya seperti engkau mempercayai dirimu sendiri. Dan bila sesuatu terjadi padamu berikan kitab itu kepada pengikut Ali yang engkau percayai dan teguh dalam beragama.
Aku memberinya garansi. Ia serahkan kitab itu padaku. Dan semuanya dibacakan kepadaku, sampai akhirnya ia meninggal dunia.
Hasan Bashri membenarkan isi kitab Sulaim
Aku terima kitab itu dan membacanya berulang-ulang. Pada mulanya, sulit bagiku mempercayainya. Karena isinya menandakan kebinasaan seluruh umat Nabi Muhammad saw mulai dari kaum Muhajirin, Anshar dan Tabiin kecuali Ali bin Abi Thalib, keluarganya, beserta pengikutnya.
Orang yang aku temui setelah kedatanganku ke Bashrah, al-Hasan bin Abi al-Hasan al-Bashri. Saat itu ia bersembunyi dari kejaran al-Hajaj. Al-Hasan waktu itu termasuk Syiah Ali dan di antara pendukungnya yang setia. Ia sangat menyesal karena tidak ikut bergabung dengan Ali pada perang Jamal.
Di pojok timur rumah Abu Khalifah al-Hajaj bin Abi 'Itab al-Dailami, aku menyingkir, hanya kami berdua. Kepadanya aku tunjukkan kitab Sulaim. Al-Hasan menangis, lalu berkata: "Tidak ada hadis yang termuat kecuali semuanya benar. Aku telah mendengarnya dari pengikut Ali yang terpercaya, dan juga dari yang lain."
Pengakuan Imam Ali Zainal Abidin
Abban melanjutkan kisahya, "Pada tahun itu aku berangkat menunaikan Ibadah Haji. Aku masuk menemui Ali bin al-Husein as. Duduk bersamanya Abu al-Thufail Amir bin Watsilah, sahabat Rasulullah saw dan salah satu sahabat Ali yang paling setia. Di situ aku juga bertemu dengan Umar bin Abi Salamah, putra Ummu Salamah, isteri Rasulullah saw.
Kepada mereka bertiga aku tunjukkan kitab ini. Selama tiga hari Ali bin Husein membacakannya untuk kami. Beliau berkata kepadaku, "Sulaim benar, semoga Allah merahmatinya. Ini semua hadis yang kami kenal." Abu Thufail dan Umar bin Abi Salamah berkata, “Tidak ada hadis yang ditulisnya kecuali kami pernah mendengarnya dari Ali, Salman, Abu Dzar dan Miqdad.”
Kepada Abu al-Hasan Ali bin al-Husein as, aku berkata, "Aku jadikan diriku sebagai tebusanmu, sungguh sempit dadaku dengan sebagian yang tercantum di dalamnya karena itu berarti kebinasaan umat Muhammad mulai dari kaum Muhajirin, Anshar dan Tabiin selain kalian, Ahlulbait dan Syiah kalian.”
Beliau menjawab, "Wahai saudara Abdul Qais, tidakkah sampai kepadamu bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku dalam umatku seperti bahtera Nuh dalam kaumnya. Selamat orang yang menaikinya dan celaka orang yang berpaling darinya. Juga seperti pintu ampunan di dalam Bani Israel."
Aku menjawab, "Ya, aku pernah mendengarnya." Ia bertanya lagi, "Siapa yang memperdengarkannya padamu." Aku menjawab, "Aku mendengarnya dari seratus fukaha lebih." "Dari siapa," beliau mendesakku. "Dari Hanasy bin al-Mu'tamir, ia mengaku mendengarnya dari Abu Dzar yang bergelantung di pintu Ka'bah sambil meneriakkan hadis itu yang ia dengar dari Rasulullah saw."
Beliau bertanya lagi, "lalu siapa lagi?" Aku menjawab, "Dari Hasan bin Abi al-Hasan al-Bashri bahwa ia mendengarnya dari Abu Dzar, dari Miqdad bin al-Aswad al-Kindi, dan dari Ali bin Abi Thalib as."
"Dari siapa lagi." Beliau terus mendesakku. "Dari Said bin Musayyab dan Alqamah bin Qais, dan dari Abi Dhabyan al-Janbi, Abdurrahman bin Abi Laila, mereka semua saat ini sedang berhaji. Mereka bersumpah pernah mendengarnya dari Abu Dzar."
Abu Thufail dan Umar bin Abi Salamah berkata, "Dan kami, demi Allah, pernah mendengarnya dari Abu Dzar. Kami juga mendengarnya dari Ali bin Abi Thalib, Miqdad dan Salman." Kemudian Umar bin Abi Salamah menatapku dan berkata, "Demi Allah, aku telah mendengarnya dari seseorang yang lebih baik dari mereka semua, Rasulullah saw. Aku mendengarnya dengan kedua telingaku, dan hatiku benar-benar menyadarinya."
Kemudian Imam Ali bin al-Husein menghampiriku dan berkata, "Bukankah satu hadis ini saja sudah membuat dadamu sesak dari semua hadis tersebut? Wahai saudara Qais, takutlah kepada Allah. Bila perkaranya jelas bagimu, terimalah. Bila tidak, diamlah, engkau pasti selamat dan serahkan pemahamannya kepada Allah swt. Engkau pasti lebih tenang dari siapa saja yang berada diantara langit dan bumi."
Aban berkata, "Saat itu aku tanyakan semua yang harus aku ketahui dan yang boleh tidak aku ketahui. Beliau pun menjawab semuanya."
Aban dan Abu Thufail
Aban berkata, "Kemudian, setelah itu, aku menemui Abu Thufail di rumahnya. Ia bercerita kepadaku tentang raj'ah dari beberapa pejuang Badar, dari Salman, Abu Dzar, Miqdad, Ubay bin Ka'ab. Ia berkata kepadaku, "Semua yang aku dengar tadi aku laporkan kepada Ali bin Abi Thalib as di Kufah." Beliau menjawab, "Ini ilmu khusus, orang-orang boleh tidak mengetahuinya. Serahkan saja pemahamannya kepada Allah swt."
Kemudian beliau membenarkanku atas semua yang aku dengar dari mereka. Beliaupun membacakan banyak ayat al-Qur`an dan menafsirkannya dengan sejelas-jelasnya. Sampai-sampai keyakinanku terhadap hari kiamat tidak sekuat keyakinanku terhadap raj'ah."
Aku masih ingat. Diantara yang aku tanyakan, "Wahai Amirulmukminin, beritakan padaku tentang haudh Rasulullah saw. apakah di dunia atau di akhirat?" Beliau menjawab, "Di dunia."
Aku bertanya, "Siapa yang menjaganya." “Aku, dengan tanganku ini, para pendukungku aku perkenankan masuk. Para musuhku aku halau darinya," jawab Ali.
Aku bertanya lagi, "Firman Allah (al-naml 82) apa maksud kata ad-dâbbah." Beliau menjawab, "Sedemikian pentingkah bagimu?"
"Duhai Amirulmukminin, aku mohon, apa maksudnya. Sungguh, aku jadikan diriku sebagai tebusanmu," jawabku.
"Ia adalah dâbbah yang memakan makanan, yang berjalan di pasar, dan menikahi wanita."
Aku belum tahu maksudnya, "Siapakah dia," desakku lagi. "Ia adalah Shiddîq umat ini, ia fârûqnya, ia pemimpinnya, ia dzul Qarnainnya."
Karena belum juga paham, aku bertanya lagi, "Duhai Amirulmukminin, siapakah dia?” Kemudian dijawab, “Ia, yang tentangnya Allah berfirman, …dan diikuti oleh seorang saksi (QS. Al-Hud[11]: 17), Dan yang padanya ilmu kitab (QS. Al-Ra'd[13]: 43), Dan yang membawa kebenaran (QS. Al-Zumar[39]: 33), dan yang membenarkannya, Aku. Semua orang telah ingkar kecuali Aku dan beliau."
Aku bertanya lagi, "Wahai Amirulmukminin, sebutkan namanya." "Telah aku sebutkan namanya," jawabnya. Ia berkata lagi, "Wahai Abu Thufail, demi Allah, bila saja engkau bergabung bersama pengikutku yang awam yang dengan mereka aku berperang, mereka yang menyatakan ketaatannya kepadaku dan memanggilku amirul mukminin, yang siap berperang melawan orang-orang yang menentangku. Lalu, selama satu bulan saja aku sampaikan sebagian kebenaran yang aku ketahui yang terdapat di dalam al-Kitab yang dibawa oleh Jibril kepada Muhammad saw dan dengan sebagian yang aku dengar dari Rasulullah saw mereka pasti akan meninggalkanku sampai hanya sedikit saja yang tersisa bersamaku. Engkau dan orang-orang sepertimulah yang termasuk Syiahku.
Aku terkejut dan bertanya, "Duhai amirulmukminin, aku dan mereka yang sepertiku berpisah darimu atau tetap bersamamu?”
"Tidak, tapi kalian tetap setia bersamaku," jawab Imam Ali. Lalu beliau menghampiriku seraya berbisik, "Sesungguhnya urusan kami sulit dan menyulitkan. Tidak dipahami dan tidak dibenarkan kecuali oleh tiga golongan: Malaikat, atau Nabi yang diutus, atau seorang hamba mukmin yang cerdas yang hatinya diuji dengan keimanan. Wahai Abu Thufail, ketika Rasulullah saw mangkat banyak orang yang murtad karena sesat dan dungu kecuali yang Allah jaga dengan wilayah kami, Ahlulbait.”
Aban membacakan kitab Sulaim kepada Ibnu Udzainah dan menyerahkannya kepadanya
Umar bin Udzainah berkata, "Kemudian, kitab Sulaim diserahkan kepada Aban. Sebulan setelah itu Sulaim mangkat. Ini naskah kitab Sulaim bin Qais al-Amiri al-Hilali yang diserahkan kepada Abban bin Abi 'Iyash yang ia bacakan untukku. Menurut Abban, ia pernah membacakannya kepada Ali bin al-Husein as dan beliau berkata, "Sulaim benar, ini hadis-hadis kami, kami kenal betul hadis-hadis ini."
Ucapan Nabi di saat-saat terakhir umurnya yang mulia
Sulaim berkata, "Aku mendengar Salman al-Farisi berkata: Aku duduk di sisi pembaringan Nabi dalam sakitnya yang menghantarkan ajalnya. Tidak lama berselang, Fatimah masuk. Saat melihat betapa lemas tubuh Nabi, tak kuasa ia menahan tangis. Air mata membanjiri kedua pipinya. Nabi bertanya: Putriku, apa yang membuatmu menangis? Fatimah menjawab: Duhai Rasulullah, aku dan anakku takut kehilanganmu."
Keluarga Muhammad pilihan Allah di muka bumi
Kemudian Rasulullah berkata –dan kedua matanya berlinangan air mata– : “Duhai Fatimah, ketahuilah sesungguhnya Allah swt lebih mengutamakan akhirat untuk keluarga kita daripada dunia. Dan bahwa sesungguhnya kebinasaan telah Allah tetapkan untuk seluruh makhluknya. Dan Allah swt telah melihat seluruh penduduk bumi dan memilihku sebagai Nabi. Lalu Ia melihat lagi dan memilih suamimu, dan menyuruhku mengawinkanmu dengannya. Ia juga memerintahkanku untuk menjadikannya saudara, mentri, washi (pengemban wasiat), serta mengangkatnya sebagai penggantiku untuk umatku.
Ayahmu yang paling utama dari para Nabi dan utusan Allah, dan suamimu sebaik-baik washi dan wazîr dan engkau yang paling pertama menyusulku dari antara keluargaku.
Kemudian ia melihat lagi ke bumi dan memilihmu dan memilih sebelas lelaki dari anakmu dan putra pamanku, suamimu.
Berita gembira tentang Dua Belas Imam as
Engkau pemimpin wanita ahli surga, dan kedua anakmu, Hasan dan Husein, dua penghulu pemuda surga, sedangkan Aku dan Saudaraku beserta sebelas Imam washiku sampai hari kiamat mereka para pemberi petunjuk yang selalu beroleh petunjuk. Washi pertama setelah saudaraku, al-Hasan kemudian al-Husein, lalu sembilan dari keturunan al-Husein, mereka berada dalam satu tempat di surga. Tiada tempat yang lebih dekat kepada Allah dari tempatku, kemudian tempatnya Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
Allah memuliakan Fatimah
Ketahuilah –Duhai anakku– bahwa diantara kemuliaan Allah untukmu bahwa suamimu adalah umatku dan keluargaku yang paling baik dan utama. Ia yang paling awal beriman, yang paling sabar, dan paling berilmu. Jiwanya yang paling mulia, lidahnya yang paling jujur, hatinya yang paling pemberani, dan tanganya yang paling dermawan. Ia yang paling zuhud di dunia ini dan paling giat berusaha. Fatimah bergembira dengan berita dari Rasulullah saw itu.
Keistimewaan-keistimewaan Amirulmukminin as
Kemudian Rasulullah saw berkata kepadanya, "Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib memiliki delapan kemuliaan yang tidak dimiliki oleh orang lain, sesudah dan sebelumnya. Imannya kepada Allah dan Rasul-Nya sebelum siapapun. Tidak seorangpun umatku yang mendahuluinya dalam beriman. Pengetahuannya tentang kitabullah dan sunnahku. Tidak seorangpun umatku mengetahui seluruh ilmuku selain suamimu. Karena Allah swt mengajariku ilmu yang tidak diketahui selain oleh aku dan dia. Allah tidak mengajarkannya sekalipun kepada para Malaikatnya maupun Rasulnya tetapi mengajarkannya padaku, lalu memerintahkanku mengajarkannya kepada Ali, Aku pun melaksanakan perintah-Nya. Tidak seorangpun umatku yang mengetahui semua ilmuku, pemahamanku, dan pengetahuanku selain dirinya. Dan bahwa engkau –duhai putriku– isterinya. Dan sesungguhnya kedua putranya, cucuku, al-Hasan dan al-Husein, keduanya adalah titipan untuk umatku. Dan ia selalu memerintah kebajikan dan melarang kemungkaran. Dan sesungguhnya Allah swt mengajarkannya al-hikmah dan fashl al-khithâb.
Keistimewaan Ahlulbait as
Duhai anakku, sesungguhnya kita, ahlulbait, kepada kita Allah berikan tujuh kemuliaan yang tidak diberikan kepada siapapun dari generasi awal maupun akhir. Aku penghulu para Nabi dan utusan dan yang terbaik diantara mereka. Washiku sebaik-baik washi. Dan mentriku sesudahku sebaik-baik mentri. Dan syahid kita sebaik-baik syahid, yakni Hamzah, pamanku. Fatimah bertanya, "Wahai Rasulullah, pemimpin syuhada yang terbunuh bersamamu?" "Tidak, tetapi penghulu para syahid dari generasi awal dan akhir selain para Nabi dan washi." Dan Ja'far bin Abi Thalib pemilik dua hijrah dan dua sayap yang terbang bersama malaikat di surga. Dan dua putramu, al-Hasan dan al-Husein, cucu umatku, dua penghulu pemuda surga. Dan dari kita –yang jiwaku berada dalam genggam-Nya– al-Mahdi umat ini yang dengannya Allah akan penuhi dunia dengan keadilan dan kedamaian setelah penuh dengan kedzaliman dan kekacauan. Fatimah bertanya, "Di antara mereka yang engkau sebut, siapakah yang lebih utama?
Rasulullah menjawab, "Saudaraku, Ali, umatku yang paling baik. Hamzah dan Ja'far keduanya terbaik setelah Ali, dan sesudahmu dan sesudah kedua putraku, al-Hasan dan al-Husein dan setelah para washi dari anakku ini, sambil memegang al-Husein, diantara mereka, al-Mahdi. Dan yang sebelumnya lebih utama dari yang sesudahnya. Yang pertama lebih utama dari yang terakhir, karena ia imamnya dan yang terakhir washi yang pertama. Kita, ahlulbait, Allah telah memilihkan akhirat untuk kita daripada dunia.
Nubuwat persekongkolan umatnya terhadap Ali
Kemudian Rasulullah saw. melihat ke Fatimah, dan suaminya beserta kedua anaknya, dan berkata, "Wahai Salman, Aku bersaksi kepada Allah bahwa Aku perang terhadap siapa saja yang memerangi mereka dan damai kepada siapa yang damai dengan mereka. Bahwa mereka bersamaku di surga.
Lalu Nabi berpaling kepada Ali as dan berkata, "Wahai Ali, Sepeninggalku engkau akan beroleh perlakuan kasar dari orang-orang Quraisy, mereka bersekongkol menentangmu dan menganiayamu. Bila engkau temukan para pendukung, hadapi mereka, perangi siapa saja yang menentangmu bersama orang-orang yang mengikutimu. Bila tidak, bersabarlah. Tahanlah tanganmu. Jangan engkau jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan. Sesungguhnya kedudukanmu di sisiku seperti Harun di sisi Musa. Ada contoh yang baik bagimu pada diri Harun. Ia berkata kepada saudaranya, Musa, "Sesungguhnya, kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir saja membunuhku." (al-A'raf[7]: 150)
Sulaim berkata, "Ali bercerita kepadaku, "Aku sedang berjalan bersama Rasulullah saw di salah satu sudut kota Madinah. Kami tiba pada sebuah kebun, dan aku berkata, "Wahai Rasulullah, sungguh kebun yang indah."
Beliau menjawab, "Ya, alangkah indahnya kebun ini, dan kebunmu di surga lebih indah lagi." Kemudian kami sampai pada kebun yang lain. "Alangkah indahnya kebun ini," kataku lagi. "Ya, kebun ini indah, tapi kebunmu di surga lebih indah lagi."
Demikian seterusnya sampai kami mendatangi tujuh buah kebun. Dan ketika kami sampai di jalan yang sepi, tiba-tiba beliau memelukku erat-erat sambil menangis keras-keras dan berkata, "Demi ayahku satu-satunya yang syahid." Aku kaget dan bertanya, "Apa yang membuatmu menangis, duhai Rasulullah?"
"Kebencian di dada suatu kaum, mereka tidak menampakkannya padamu kecuali setelah aku tiada. Kedengkian Badar dan warisan (kebencian) Uhud. Aku bertanya, "Apakah agamaku selamat." Ia menjawab, "Ya, agamamu selamat."
Rasulullah melanjutkan sabdanya, "Maka berbahagialah engkau, wahai Ali, sesungguhnya hidup dan matimu bersamaku. Engkau saudaraku, washiku, pilihanku, mentriku, pewarisku, dan yang mewakiliku. Engkau yang membayarkan utangku, yang menjalankan amanatku, dan menyelesaikan kewajibanku. Engkau yang berperang di atas sunahku melawan umatku yang melanggar janjinya (an-nâktsîn), yang keras kepala (al-qâsithîn), dan yang memberontak (al-mâriqîn). Kedudukanmu di sisiku seperti Harun di sisi Musa. Bagimu contoh yang baik dalam diri Harun ketika kaumnya membuatnya lemah dan hampir-hampir membunuhnya.
Bersabarlah atas kedzaliman Quraisy dan persekongkolannya padamu. Sesungguhnya kedudukanmu seperti kedudukan Harun di sisi Musa dan pengikutnya dan kedudukan mereka seperti patung sapi dan para pengikutnya. Sesungguhnya ketika Musa menitipkan mereka kepada Harun, berkata, "Bila mereka berbuat dzalim dan Harun beroleh pendukung untuk melewan dengan dukungan mereka, bila tidak, ia tahan tangannya untuk menjaga darahnya dan tidak berpecahbelah diantara sesama.
Wahai Ali, Allah swt tidak mengutus seorang Rasul kecuali bersamanya ada sekelompok yang beriman dengan sukarela dan juga yang beriman karena terpaksa. Kemudian kaum yang beriman karena terpaksa Allah jadikan berkuasa atas mereka yang beriman karena sukarela. Kelompok penguasa membunuhi mereka, agar mereka beroleh pahala yang lebih besar.
Wahai Ali, sesungguhnya tidak akan berselisih suatu umat sepeninggal Nabinya kecuali bila pendukung kebatilan berkuasa atas pendukung kebenaran. Dan bahwa Allah swt telah menetapkan perselisihan dan perpecahan bagi umat ini. Sebenarnya, bila Dia berkehendak, bisa saja mereka semua dihimpun di atas satu petunjuk sehingga tidak ada dua orang diantara makhluknya yang berselisih, dan tidak ada yang bertengkar karena satu perkara, dan orang yang bukan utama (al-mafdhûl) tidak akan mengingkari keutamaan orang yang paling utama. Bila Dia berkehendak, hukuman akan disegerakan sehingga terjadi perubahan dan orang yang dzalim didustakan dan kebenaran menemukan jalannya. Akan tetapi dunia dijadikan sebagai tempat berusaha dan akhirat sebagai tempat pembalasan, "Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik." (QS. An-Najm[53]: 31)
Aku berkata, "Puji Tuhan atas segala nikmat-Nya, sabar atas segala ujian-Nya, menerima dan ridla atas segala keputusan-Nya."
Peristiwa Saqifah yang dituturkan oleh Bara' bin Azib
Dari Sulaim, berkata,"Aku mendengar Bara' bin Azib berkisah, "Aku sangat mencintai Bani Hasyim, saat Rasulullah saw masih hidup dan setelah meninggalnya. Dan bila meninggal Rasulullah saw berwasiat kepada Ali as untuk tidak memandikannya selain dirinya. Tidak seorangpun selainnya boleh melihat auratnya. Tiada seseorang melihat aurat Rasulullah saw kecuali akan buta matanya.
Ali berkata, "Duhai Rasulullah, siapa yang membantuku memandikanmu?" Beliau menjawab, "Jibril dan sekelompok Malaikat."
Ali memandikan jasadnya, dibantu al-Fadhl bin Abbas dengan mata tertutup menuangkan air ke tubuhnya, dan para Malaikat membolak-balikkan jasad sucinya. Ketika Ali hendak melepas baju Rasulullah saw terdengar teriakan suara "Jangan engkau lepas baju Nabimu, wahai Ali."
Ali memasukkan tangannya di bawah baju Nabi, lalu memandikannya dan memberinya wewangian dan mengkafaninya. Kemudian ia melepas bajunya saat mengkafani dan mentahnithnya.
Kejutan para pendukung Saqifah
Al-Bara' melanjutkan kisahnya, "Dan ketika Rasulullah saw wafat aku khawatir orang-orang Quraisy akan bersekongkol mengeluarkan urusan ini (khilafah) dari Bani Hasyim. Dan, setelah orang-orang memilih Abu Bakar dan kesedihanku atas meninggalnya Nabi belum berakhir, aku mendatangi mereka dan memperhatikan wajah mereka satu-satu persatu. Bani Hasyim sedang sibuk mengurus jenazah Rasulullah. Telah sampai kepadaku apa yang dikatakan Saad bin Abi Ubadah dan siapa yang mengikutinya dari sahabat yang bodoh. Aku tidak mengenal mereka semua. Saat itu aku paham, tidak ada gunanya lagi berargumentasi.
Aku bolak-balik antara mereka dan Masjid. Aku mencari-cari beberapa tokoh Quraisy karena aku tidak menemukan Abu Bakar dan Umar. Belum sempat bertemu mereka tiba-tiba aku lihat Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah telah berada di Saqifah. Di tangan mereka kain dari Sana’a, setiap ada yang lewat mereka jerat dengan kain itu. Bila mengenalinya, mereka tarik tangannya dan diusapkan atas tangan Abu Bakar, suka ataupun tidak.
Aku merasa jijik dengan apa yang mereka lakukan, saat sedang berduka atas wafatnya Rasulullah. Aku keluar dengan segera hingga tiba di masjid. Kemudian mendatangi Bani Hasyim. Pintu mereka tertutup. Tidak ada orang lain bersama mereka. Aku ketuk pintu dengan keras, sambil berkata: “Wahai Ahlulbait,” Al-Fadhl bin Abbas menemuiku dengan segera, aku berkata kepadanya, “Orang-orang telah membaiat Abu Bakar.” al-Abbas berkata, “Tangan kalian tidak akan dapat menggapainya sampai akhir zaman. Adapun aku telah perintahkan kalian (untuk memintanya dari Nabi), tapi kalian menolaknya.” ***
MUHAMMAD BABUL ULUM adalah Doktor bidang Hadis lulusan UIN Jakarta, Dosen STAI Sadra Jakarta, Direktur LPII Muthahhari Bandung, dan penulis buku Al-Muawiyyat.
Naskah ini merupakan bahan kajian di LPII Muthahhari, yang dipresentasikan Sabtu malam Ahad, 14 Januari 2023, via zoom terbatas.