Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa Ali Sayyidina Muhammad
Perasaan itu datang lagi. Seperti ada yang menusuk mata dan menyedak di tenggorokan. Mata berat tertidur. Batin sulit tepekur. Demikian Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah menggambarkan kesabaran.

Tahun ini, 2020 seakan menguji syukur dan sabar kita. Awal tahun, ditandai dengan ‘kecemasan’ Perang Dunia ketiga usai Amerika merudal Jenderal Qasim Sulaimani dan Abu Mahdi al-Muhandis dalam sebuah serangan pesawat tanpa awak di Baghdad. Iran membalas dengan menyerang pangkalan militer Amerika, tanpa serangan balik dari Amerika kepadanya. Lalu ada insiden pesawat penumpang Ukraina. Dunia (hampir) di ambang perang. Di media sosial Iran bertebaran pesan Jenderal Sulaimani pada peringatan wafat Sayyidah Fatimah sa setahun sebelumnya. Bahwa tahun ini, ia mungkin tidak bisa menghadirinya. Benar saja, malakal maut telah lebih dulu menjemputnya.
Peringatan wafat Sayyidah Fatimah sa dikenal dengan ‘Hari-hari Fatimiyyah’. Ia merujuk pada beberapa riwayat tentang kapan wafatnya putri terkasih Rasul terakhir Islam itu. Salam dan shalawat Allah Ta’ala baginya dan keluarganya. Riwayat terkenal dari Ummul Mukminin Aisyah mengisahkan saat terakhir Baginda Nabi Saw. Baginda berbisik dua kali pada Siti Fatimah sa. Bisikan pertama, Siti Fatimah menangis. Bisikan kedua, beliau tersenyum. Ketika Ummul Mukminin Aisyah bertanya padanya, Siti Fatimah menjaganya hingga wafat Baginda Nabi Saw. Setelah wafat Baginda Nabi Saw, barulah Siti Fatimah mengisahkannya. Bisikan pertama, Baginda Nabi Saw sampaikan Baginda akan segera berpulang. Maka Siti Fatimah sa menangis. Pada bisikan kedua, Baginda Nabi Saw sampaikan bahwa orang pertama yang akan menyusulnya dari keluarganya adalah Siti Fatimah. Siti Fatimah pun tersenyum. Kabar hari terakhir disampaikan, dan Siti Fatimah tersenyum.
Nah, dalam sejarahnya ada tiga kemungkinan hari wafat Sayyidah Fatimah sa ini. Pertama, 40 hari pasca wafat Baginda Nabi Saw. Kedua, dan ini riwayat yang lebih kuat menurut kebanyakan ulama mazhab Ahlul Bait: 75 hari. Lalu riwayat ketiga: 95 hari. Tiga hari dan kemungkinan hari-hari di antaranya disebut dengan ‘hari-hari Fatimiyah’.
Mengapa ada perbedaan itu? Karena memang wafat Sayyidah salaamullah ‘alaiha tidak diketahui pasti kecuali oleh keluarga terdekatnya: Sayyidina Ali suaminya dan putra-putrinya. Apa penyebab wafatnya? Inilah the untold story itu. Kisah yang mungkin tak banyak disampaikan. Apakah sakit? Ataukah karena dukacita teramat dalam berpisah dengan Rasulullah saw? Ataukah ada penyebab lainnya. Usia Sayyidah pun masih sangat muda secara lahiriah. Para sejarawan pun berbeda dalam menentukan usia pasti beliau. Antara 18 hingga 27 tahun.
Dalam riwayat Shahih Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah, Baginda Nabi Saw menyampaikan wafat Sayyidah pada bisikan pertama. Dan pada bisikan kedua Baginda Nabi Saw bersabda: Tidakkah engkau ridha, engkaulah junjungan seluruh perempuan kaum mukminin. Engkaulah penghulu perempuan umat ini. (Shahih Muslim, 2450). Sayyidah adalah Sayyidatun Nisaa. Perempuan paling utama.
Meski demikian, tak banyak yang mengenal Sayyidah. Tak banyak riwayat yang bersambung kepada Baginda Nabi Saw melaluinya. Tak banyak yang mengisahkan perkhidmatannya sebagai seorang putri, istri, dan ibu sekaligus. Teladan yang tak seorang pun menyandangnya dalam Islam kecuali Sayyidah Fatimah salaamullah ‘alaiha.
Sebagai putri, Sayyidah berkhidmat membersihkan baju dan kepala ayahanda ketika ditaburi debu dan sampah saat shalat di rumah Tuhan. Sebagai putri ia beroleh gelaran: Ummu Abiha dari ayahnya. Laksana Ibu bagi ayahnya. Bila semua istri nabi adalah ibu kaum mukminin, maka Sayyidah adalah ibu bagi junjungan kaum mukminin seluruhnya. Sebagai istri, ia tak pernah membuat suami tidak rela, seperti kesaksian Sayyidina Ali ketika mengebumikannya. Sungguh, seluruh dukaku hilang bila aku melihat wajahnya. Demikian penghormatan Sayyidina Ali pada Sayyidah. Dan sebagai ibu, Sayyidah Fathimah adalah madrasah ruhaniah untuk teladan agung pemberani seperti Sayyidina Hasan, Sayyidina Husain, Sayyidah Zainab, dan Sayyidah Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anhum.
*Tahun 2020*
Kita akan menutup tahun 2020 ini. Tahun yang diawali dengan wafatnya Sayyidah, dan diakhiri pula dengan wafatnya. Dua wafat dalam satu tahun yang sama karena perbedaan penanggalan hijriah dan masehi. Dan tahun ini menjadi tahun teramat berat bagi dunia. Tahun penuh ujian. Tahun penuh cobaan. Tahun, cerita luka dan duka bertebaran. Tahun ini, keluarga kami juga kehilangan. Nin Iyah, begitu anak-anak biasa memanggilnya, kembali ke haribaan kekasihnya. Mohon doa untuk almarhumah dan almarhumin kita semua. Satu hal yang saya lihat dari almarhumah adalah keinginannya untuk tidak pernah merepotkan siapa pun, bahkan pada saat terakhirnya. Hidupnya adalah perkhidmatan. Meski sakit dirasa, tak pernah ia tampakkan.
Maka, melihat setahun ke belakang ini, marilah mengambil teladan dari Sayyidah Fatimah sa. Lockdown kita baru beberapa bulan saja. Keluarga Nabi diboikot di Lembah Abu Thalib tiga tahun lamanya. Tanpa ada kepastian ketersediaan bahan makanan. Sebagai warga masyarakat yang taat, mereka patuh pada kesepakatan umat. Marilah kita disiplin dalam menjaga diri, mengikuti anjuran kebaikan dan kesehatan para petinggi negeri.
Ketika banyak yang berguguran karena pandemi, jasad mereka dimakamkan tanpa sanak famili. Belajar jugalah dari Sayyidah. Bagaimana jasad suci Baginda Nabi Saw dan Sayyidah Fatimah sa dibaringkan di peraduan terakhir tanpa pengantaran. Tanpa iring-iringan pelayat yang berduka dan aliran kesedihan. Banyak kisah tak tersampaikan dalam sejarah Islam. Banyak juga cerita tak terutarakan kita alami sepanjang tahun ini. Kita tidak punya tempat bergantung, tempat bercerita, tempat menyampaikan semua yang bergemuruh di dada, kecuali kepada Dia Allah Swt. Inilah makna kesabaran, sebagaimana diteladankan para tokoh agung itu.
Sabar adalah _the final frontier, the last man standing_. Tahun ini, semua kita diuji. Kita mendengar keluhan, cobaan, kesulitan sahabat dan sanak famili. Tetapi ada saat ketika kita tidak punya tempat berbagi. Kita menjadi orang terakhir yang berdiri. Semua orang menggantungkan harapannya pada kita, dan kita tidak punya tempat menyandarkan hati. Ketahuilah, saudara…itulah saat kesabaran datang menghampiri, dalam sebaik wujud diri. Itulah kebahagiaan yang sejati. Ajaib memang, Tuhan kita yang Maha Kasih ini. Justru dalam kesulitan, kita menemukan indahnya pemberian. Ketika saudara menjadi the final frontier itu, the last person standing itu, teladan-teladan agung kesabaran akan membuka pintu selamat datang. Menyambut Saudara dengan tangan terbuka penuh kerinduan. Telah lama mereka menanti saudara. Telah lama mereka berharap saudara sampai di sana. Di Istana orang-orang yang remuk hati, patah sayap, dan bertabur luka. Di sana, mereka mendekap kita dalam balutan kasih sayang dan cinta. Di sanalah para teladan kesabaran bertahta. Di sanalah Sayyidah Fatimah sa dan Baginda Nabi yang mulia. Tahukah Saudara, begitu banyak ayat dan kata tentang sabar, tapi berapa kata ‘as-Shabirin’ dalam Al-Qur’an? Berapa kali ‘orang-orang sabar’ disebut dalam Al-Qur’an? Empat belas kali! Empat belas kali, Saudara. Sejumlah empat belas raja, putri dan pangeran yang istananya adalah ujian dan kesabaran.
Ah, terlalu banyak keindahan yang dihadirkan. Bahkan pada saat ujian, karunia Tuhan tak pernah berhenti meliputi kita.
Bertahanlah. Marilah mengambil teladan dari para ksatria kesabaran itu. Kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Ujian Tuhan untuk kita akan mengambil bentuk yang lainnya. Karena Tuhan ingin kita belajar kesabaran darinya. Tuhan ingin kita sampai ke sana. Tuhan ingin kita bergabung dengan para ksatria di istana nan penuh dengan keindahan cinta.
Dan akhir tahun ditutup dengan sebuah berita. Ada film dibuat dinisbatkan pada Sayyidah tercinta. Sekelompok film maker berusaha merekayasa. Umat Islam rukun bersaudara. Mereka yang tidak menginginkan kita tetap bersama, menebarkan benih-benih permusuhan dan adu domba. Kiranya nanti bertebaran di sosial media, lahan ujian kesabaran berikutnya telah tiba. Bersabarlah. Berikan pemahaman. Justru karena kisah tentang Sayyidah tak banyak diketahui, mereka bisa dengan leluasa memanfaatkannya untuk kepentingan diri. Mari kenali lebih dekat Sayyidah tercinta. Mari kaji lebih dalam keberkahan keteladanannya. Mari bekali diri dengan kerinduannya. Mari bentengi hati dengan terang sinar kasihnya.
Atas nama keluarga dan rekan tercinta, selamat menjemput tahun yang baru dalam kesabaran dan kekuatan. Di sanalah, istana itu berada. Di sanalah, para kekasih tersenyum bahagia. Menanti kita, menunggu kita untuk sampai di sana.
Mohon maaf lahir dan batin. ***
@miftahrakhmat